Bedah buku “Saring Sebelum Sharing” bersama PKPPN IAIN Surakarta (13/03/2019) berlangsung meriah tidak saja karena antusiasme mahasiswa namun juga moderatornya yang berhasil memandu acara dengan baik.

Mahasiswa yang diberikan kesempatan tampil di podium tidak hanya untuk bertanya kepada pembicara melainkan juga diarahkan untuk berkampanye di hadapan ratusan mahasiswa, ramai-ramai menolak informasi hoaks yang beredar di tengah-tengah mereka. “Informasi hoaks harus berhenti di saya.” Demikian pernyataan tegas salah satu mahasiswa yang berorasi.

Tidak ketinggalan, di tengah-tengah penjelasannya tentang alasan penulisan dan isi buku, Prof. Nadirsyah Hosen menegaskan perlunya cerdik cendekia untuk turun tangan terlibat menyelamatkan ruang publik dari gempuran hoaks. Civitas akademika IAIN Surakarta, terutama para dosen, diharapkan aktif menulis di media massa online untuk mengimbangi bacaan yang menyehatkan bagi publik.

Jika dinalar sederhana, ajakan untuk menulis bukanlah beban intelektual yang perlu dikeluhkan; ini sudah keniscayaan intelektual memberi sumbangsih nyata bagi masyarakat. Prof. Nadir mengakui naskah buku “Saring Sebelum Sharing” juga lahir dari pertanyaan para netizen yang seringkali terlalu pendek dijawab jika dalam platform semacam Twitter atau Facebook dan dirasa terbatas dari sisi jejaringnya. Dibutuhkan media massa online yang dapat menjangkau lebih banyak pembaca sambil berharap memiliki efek yang luas juga.

Dengan beragamnya latar belakang mahasiswa IAIN Surakarta, celah untuk mengisi ruang publik dengan bacaan pendek yang mencerahkan sangat terbuka. Dr. Islah Gusmian, pembicara kedua pada bedah buku tersebut menyarankan bacaan bagi generasi milenial harus pendek namun padat, mengingat daya fokus muda mudi milenial berkisar 3 hingga 5 menit saja. Jika dalam rentang waktu itu tulisan tidak sanggup menarik perhatian atau terlalu panjang, maka pesan utama tulisan kemungkinan gagal tersampaikan. Nah, untuk menulis yang memuat pesan padat dalam jumlah karakter terbatas, menurut Dr. Islah ini menjadi tantangan para cerdik cendekia masa kini.

Satu dekade lalu, tahun 2000-an, Dr. Islah mengaku pernah berkutat dalam dunia penulisan populer dan direspon publik dengan antusias. Buku “Doa Menghadapi Kematian: Cara Indah Menghadapi Husnul Khatimah” menjadi best selling book saat itu dengan naik cetak hingga 4 kali. Apa yang tampak di sini adalah bahwa seorang akademisi merespon kebutuhan publik dengan menyesuaikan konteksnya, baik pembaca maupun topik yang diangkat.

Pentingnya bacaan jelas berpengaruh bagi sikap para pembacanya. Ini tersurat dari hasil penelitian Prof. Noorhaidi, dkk. (2018) saat menelusuri literatur keislaman yang dikonsumsi generasi milenial. Riset yang dilakukan di banyak kota tersebut menyebut pentingnya peran bacaan bagi para pembaca-mudanya. Apa yang kini muncul di permukaan sebagai sebuah sikap dan pilihan muda-mudi kerap kali merupakan hasil pembacaan mereka atas naskah literatur yang disajikan kepada mereka.

Karena itu, ajakan Prof. Nadir untuk cerdik cendekia turun gunung mengisi ruang publik dengan bacaan yang siap saji mendesak dan merupakan ijtihad intelektual yang perlu digelorakan bersama. Jika tidak, bahaya persebaran hoaks, yang salah satunya akibat kerakusan segelintir manusia di bidang politik, akan mengintai kita semua. Riset Aprinus Salam (2018), menunjukkan hoaks dalam bentuk apapun yang tersebar di masyarakat merupakan gejala postmodern dalam struktur masyarakat modern yang ternyata bertujuan untuk mencapai kekuasaan sesaat.

Keterlibatan cerdik cendekia sangat krusial bagi masa depan publik Indonesia untuk jangka panjang. Jangan sampai anak cucu kita hidup dalam kubangan informasi hoaks yang tiada berakhir ujungnya. Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk terus berkontribusi bagi masyarakat melalui tulisan yang mencerahkan. Wallahualam.

*Dosen Tafsir Fakultas Syariah IAIN Surakarta

Komentar