Merah marun atau Menyemai Ramah Merajut Rukun merupakan gerakan moderatif yang dipelopori oleh kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Jawa Tengah. Melalui Gerakan merah marun diharapakan pegawai kementerian terutama Penyuluh Agama dapat mempelopori terciptanya kerukunan umat.
Dalam gerakan Merah Marun, kerukunan umat merupakan hal yang paling utama dalam melaksanakan pembangunan menuju masyarakat sejahtera. Kerukunan merupakan modal utama untuk motivasi masyarakat melakukan kerja sama, gotong-royong, saling bersinergi dalam berbagai bidang pekerjaan dan usaha produktif.
Menilik Sejarah
Dalam sejarah bangsa Indonesia telah banyak diceritakan bahwa kemajuan dan kesejahteraan yang pernah diperoleh dari masa ke masa diawali dan ditandai dengan gotong royong dan kerukunan dari berbagai pihak. Masa Kutai, Kalingga, Sriwijaya, Majapahit, Mataram dan seterusnya kesejahteraan terwujud oleh kesadaran penguasa dan rakyat yang mengedepankan gotong royong dan kerukunan.
Pada masa penjajahan pun dalam perjuangan kebebasan dan kemerdekaan bisa diraih karena persatuan dan kerukunan seluruh rakyat di negeri ini. Berawal dari perjuangan yang bersifat kedaerahan dan kelompok yang kurang berhasil memenangkan perlawanan dengan penjajah, terjawab berikutnya dengan keberhasilan melalui perjuangan bersama sama, bersatu hingga bisa mennggapai kemenangan.
Sifat dan sikap kerukunan, gotong royong, serta bersatunya rakyat juga mendasari percepatan pengisian kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para tokoh pun rukun bersatu merumuskan Dasar Negara Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 dan berbagi instrumen Negara yang lain yang bernuansa Bhineka Tunggal Ika.
Pilar-pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didesain dengan nafas kerukunan itu menjadi acuan pembangunan peradaban bangsa selanjutnya. Kemajuan dan perkembangan kesejahteraan rakyat pada masa Orde Lama hingga Orde Baru pun senantiasa meningkat karena kerukunan dan semangat kegotong-royongan.
Kerukunan Kunci
Kerukunan bangsa mulai luntur bahkan terkoyak justru ketika kebebasan berpendapat, bersikap, berpolitik dan bersosial lepas landaskan seluas luasnya. Kebebasan berekspresi awalnya menjadikan kelompok-kelompok berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Akan tetapi selanjutnya justru berkembang menjadi persaingan keangkuhan. Truth claim, merasa benar sendiri ditampilkan sebagai kegagahan untuk menohok kelompok lain yang berbeda paham. Fanatisme suku, agama, ras dan aliran menjadi pemicu perselisihan dan perpecahan.
Fanatisme kelompok yang ekstrim bahkan menimbulkan teror dan ketegangan di antara kelompok. Lebih jauh teror terhadap pemerintahan dan masyarakat secara umum. Dampak yang sangat parah adalah timbulnya kurban jiwa manusia tak mengerti apa-apa.
Perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang sangat pesat pun selain berdampak positif, juga menambah fasilitas bagi para pembenci makin bergairah menebar kebencian. Berita hoax, kabar bohong makin masiv tampil di berbagai media untuk saling menyerang antar pihak yang berbeda.
Kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan. Karena jika berlanjut dan berkembang terus-menerus kebencian, maka tentu negeri ini akan cepat mengalami kehancuran. Kedamaian dan kesejahteraan pun semakin jauh dari harapan. Negara makmur gemah ripah tinggal kenangan.
Bagi Kementerian Agama, kerukunan umat beragama adalah keniscayaan yang paling fundamental dalam mencegah kehancuran bangsa ini. Untuk itulah Kementerian Agama mencanangkan program utama Moderasi Beragama.
Salah satu kekuatan terjaganya NKRI, adalah Kerukunan Umat Beragama (KUB). Kerukunan antar umat beragama Ruh Persatuan Indonesia. KUB merupakan kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama. Spirit beragama yang baik akan mendorong setiap pemeluk agama hidup rukun dan damai.
Merah Marun
Dalam upaya untuk menjaga dan merawat KUB, Kanwil Kemenag Prov. Jateng membuat satu langkah besar untuk memberikan kontribusi terbaik di masa depan yang dinamai dengan Gerakan Merah Marun (Menyemai Ramah Merajut Rukun). Hal ini sekaligus untuk memperkuat pelaksanaan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 37 Tahun 2022 dalam membangun masyarakat Jawa Tengah yang religius, toleran, dan guyub untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Gerakan yang dinamai Merah Marun itu telah dilaksanakan pada masyarakat Jawa Tengah hingga tingkat paling bawah dalam struktur sosial kemasyarakatan (RT/RW) khususnya di semua Desa Sadar Kerukunan.
Saat Pengukuhan Gugus Tugas Merah Marun, Kakanwil Kemenag Prov. Jateng Musta’in Ahmad menjelaskan bahwa “Merah marun adalah simbol atau slogan gerakan Kerukunan Umat Beragama di Jateng, ini bukan bicara tentang satu warna, tetapi justru bicara tentang bagaimana dalam banyak “warna” di tengah masyarakat kita konsisten terus menyemai ramah untuk masyarakat rukun. Ujudnya ketika kita mungkin berbeda pandangan, berbeda kelompok namun dalam dialektika sosial selalu mengedepankan keramahan dalam semangat persaudaraan agar tetap terjalin kerukunan.”
Jika kerukunan kembali terwujud dalam kehidupan masyarakat, maka tentu kerja sama, gotong royong, saling bersinergi akan mewarnai. Kedamaian akan tercipta. Kemajuan akan mudah diraih karena warga Negara akan nyaman melakukan usaha dan produksi. Jika masyakat lebih produktif maka kesejahteraan pun meningkat. Citanya negeri yang maju damai sejahtera, gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur pun akan tercapai.
*Asfari, Penyuluh Agama Kab. Wonogiri.