Pandemik Covid-19 ini memaksa siapa pun untuk menyesuaikan diri dengannya. Bukan hanya di Indonesia, tetapi secara global, masyarakat dunia dipaksa menyesuaikan diri agar dapat melanjutkan kehidupannya dalam keadaan sehat. Tidak luput dari dampak pandemik ini, lembaga pendidikan pun harus merubah pola belajar-mengajarnya secara daring, belajar dari rumah dengan jarak jauh antara para guru dan murid-muridnya. Dan Pesantren sebagai bagian dari lembaga pendidikan di Indonesia dengan jumlahnya yang ribuan dan tentu jumlah santri yang belajar bisa mencapai jutaan, juga harus menyesuaikan dengan situasi pandemik ini. Pesantren diliburkan dan kegiatan belajar mengajar dilanjutkan dari rumah secara daring.
Pola belajar melalui media daring melazimkan santri untuk sering berpelukan erat dengan teknologi, handphone. Sesuatu yang tabu dan terlarang dilakukan di pesantren dalam kondisi normal sebelum badai korona menerpa dunia. Agaknya bisa ditebak, intensitas pemanfaatan gadget untuk memenuhi kepentingan pembelajaran dibandingkan ‘bonusnya’ untuk sekedar mengobati kerinduan berselancar di media social, jika diprosentasikan maka akan lebih banyak bonusnya. Semoga dugaan ini meleset adanya.
Kenyataan ini tidak bisa dilawan. Setidaknya tidak mudah. Sulit. Lalu bagaimana kita [santri] menyikapi dan menyesuaikan diri dengan situasi pandemik ini ?. Dengan keakraban dan intensitas tinggi dengan gadget yang lebih banyak dipakai sebagai pemenuhan kesengan saja ?. Kreatifitas lah yang paling logis untuk dijadikan alternatif mengisi waktu-waktu luang di luar jam belajar via gadget.
Peranan guru, pengajar, mentor, atau apalah namanya, sangat penting di sini. Supaya belajar tetap happy, tidak stress disebabkan oleh tugas-tugas yang menumpuk di grup-grup kelas yang semakin hari semakin ngeri. Pada akhirnya, guru juga harus menyesuaikan diri. Idealitas pola pengajaran ‘gaya lama’ sebelum masa pandemi harus diolah-sesuaikan. Sebagian guru di perguruan tinggi dan sekolah umum sudah ada yang menerapkan. Misalnya, mereka membuat konten video di chanel pribadinya, kemudian meminta siswa atau mahasiwanya untuk memberikan respons. Ada juga yang melakukan sebaliknya. Dan ini menurut saya justeru tak kalah menarik sekaligus menantang.
Saya jadi teringat beberapa semester lalu, ujian akhir semester di kelas mata kuliah saya, mahasiswa saya tugaskan untuk membuat konten video atau teks kemudian mengunggahnya di media sosial mereka sembari menandai saya. Apa yang saya lakukan ini, saya berharap dapat melakukan dua hal sekaligus; mengasah mental berani tampil di ruang publik; dan mengasah kreatifitas mereka. Dan Alhamdulillah, cukup berhasil.
Menurut hemat penulis, cara ini sangat tepat dan relevan di masa pandemi ini. Bahkan, secara subjektif, menurut saya lebih efektif sekaligus ekonomis daripada kelas-kelas temu wajah ala situasi normal tapi secara visual itu. Sebab, disamping menghabiskan kuota yang tidak sedikit, juga rentan membosankan. Seperti cerita yang saya dapat beberapa hari yang lalu dari kawan bahwa, anak-anaknya [siswa smp], pada jam belajar online menghidupakan salah satu gadgetnya untuk hadir di kelasnya, sedang gadget lainnya tetap menyala dengan gamenya. Fenomena ini barangkali disebabkan karena belajar online ini berlangsung cukup lama dan menyebabkan kebosanan.
Nah, di dunia pesantren, terutama yang menerapkan pola belajar online ini, harusnya tidak kalah kreatif. Tetap ambil bagian dari proses penyesuaian dengan situasi pandemik ini. Materi yang disampaikan tidak perlu berat dan sulit, yang penting kreatifitas tetap jalan. Misalnya, membuat konten video hafalan nadzam ilmu alat, baik sekedar dibaca atau dijelaskan. Atau membuat video praktek fiqih ibadah, shalat misalnya atau cara bersuci dan mensucikan. Video dengan konten seperti ini manfaatnya bukan hanya pada santri yang membuat, tetapi juga kepada masyarakat secara luas. Tentu setelah mendapat koreksi dari guru pendampingnya. Jika kontennya benar sesuai keilmuan, maka boleh [tetap] diunggah dan jika belum sesuai maka harus ditangguhkan.
Sumber gambar: https://www.facebook.com/santrionlinenet/
Pola penyesuaian dengan kreatifitas semacam ini dapat mengisi ruang-ruang edukasi keagamaan di media sosial yang sementara ini masih didominasi oleh konten hiburan yang tidak ada nilai edukasinya. Sekaligus, melatih para santri untuk turut memperkenalkan khazanah keilmuan di pesantren kepada masyarakat luas. Sehingga santri tetap terus belajar selama masa pandemi ini dan mengasah kreatifiasnya sekaligus mengisi waktu luangnya dengan kegiatan produktif dan positif.