Jelajahi labirin kata-kata dan temukan seni percakapan sejati dalam ‘Percakapan Jiwa: Mengeksplorasi Dimensi Baru Komunikasi’. Sebuah pandangan mendalam yang mengubah cara kita memahami kegagalan dan keberhasilan dalam berkomunikasi. Apakah kamu siap meredefinisi pengalaman komunikasimu?
Mari kita mulai!
Saya sering menemukan orang yang ingin pandai berbicara, sehingga mereka mengikuti kursus. Mereka belajar dan terlatih, hingga memiliki keterampilan untuk berbicara di mana pun, tentang hampir segala hal. Entah berapa banyak audiens dan panggung yang telah mereka taklukkan. Namun, pada satu titik, mereka tetap mengalami kegagalan dalam berbicara dengan pasangan, anak, dan orang-orang terdekat mereka. Mengapa ini bisa terjadi, padahal mereka telah mengikuti banyak pelatihan seni berbicara dan berbagai seminar?
Karena masih banyak dari kita yang menganggap komunikasi adalah sebuah “penaklukan.” Kita merasa berhasil jika mampu menaklukkan isi kepala orang lain. Artinya, kita begitu keras berusaha dengan kata-kata supaya orang lain menangkap apa yang kita maksudkan, supaya mereka memahami pesan di balik ucapan kita, dan mengerti tujuan kita.
Padahal, kawan! Kita lupa, bahwa sebanyak apa pun kata-kata yang kita gunakan, tidak akan pernah bisa sepenuhnya menggambarkan isi kepala dan pengalaman batin manusia. Selalu ada ruang kosong di antara kata-kata, dan itulah pemahaman. Maka, kita sadar bahwa komunikasi tidak selalu tentang menaklukkan orang lain. Justru, keberhasilan komunikasi dan percakapan terjadi ketika orang lain juga tidak sepenuhnya mengerti, ketika mereka tidak menangkap ucapan kita, tetapi tetap menyimak dalam diam, merespons dengan sikap, atau bereaksi dengan kata-kata yang mungkin tidak kita inginkan. Inilah komunikasi yang sesungguhnya, saat kita memahami bahwa ketidaksepahaman adalah seni dalam percakapan.
Bahasa itu terbatas. Bahasa juga tidak netral; ia lahir dari latar belakang setiap individu, sementara latar belakang kita semua berbeda-beda.
Dan kawan! Bahasa dan kata hanyalah alat untuk menyampaikan pengetahuan atau isi dari kepala dan batin kita. Tidak semuanya bisa diungkapkan dengan mudah. Terkadang, kita tidak menemukan kata yang tepat. Maka, diam juga merupakan bahasa, dan ia memiliki makna.
Kawan! Kata-kata bisa memperjelas maksud dari penyampaian isi kepala atau batin kita, namun bisa juga semakin menjauhkannya. Di titik inilah lahir dua dunia: kedamaian dan konflik. Jika kata-kata tepat, dunia menjadi damai. Jika tidak, kata-kata bisa menciptakan konflik, mulai dari konflik dengan pasangan, keluarga, teman, lingkungan, hingga negara.
Kata dan bahasa adalah berkah sekaligus kutukan. Terlepas dari segala kekurangannya, kita semua tetap membutuhkan kata dan bahasa untuk berkomunikasi. Namun, sekarang kita sadar bahwa semua itu terbatas. Komunikasi tidak selalu harus saling mengerti, dan ini bukanlah kegagalan atau masalah. Inilah seni percakapan yang sesungguhnya.
Bagi saya, komunikasi adalah percakapan dari jiwa ke jiwa yang sangat halus, di mana kita saling mencoba bertukar dan menangkap isi batin. Ketika kata-kata gagal, ada percakapan yang lebih tinggi dari sekadar kata, yaitu pengertian bahwa kita tahu dan merasakan. Dan itu dilakukan dengan ikhlas, apa pun bentuk komunikasinya. Karena dunia ini tidak hanya berisi kata-kata, tetapi juga perasaan, emosi, sikap, pengalaman, insting, dan banyak lagi. Gunakan semua itu sebagai alat bantu kita dalam memahami segalanya.
Namun, sekali lagi, realitas atau kenyataan ini sangat luas dan tak terbatas, sangat kompleks, sehingga tak ada seorang pun di dunia ini yang mampu memahaminya dengan sempurna. Ketika kita melihat sesuatu atau realitas, lalu kita coba masukkan ke dalam kepala, kita sebenarnya sudah mengubah bentuk asli realitas tersebut, yang tidak bisa sama persis seperti apa yang kita lihat. Apalagi ketika kita coba utarakan lewat ucapan, selalu ada yang hilang dari keasliannya. Itu sebabnya saya katakan bahwa tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa mengerti segalanya.
Jadi, berhentilah merasa berkonflik dalam diri, maupun berkonflik dengan orang lain, ketika kata-kata kita tidak sampai. Karena kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, yaitu “communis” yang berarti “sama” atau “bersama,” dan kata kerja “communicare” yang berarti “berbagi” atau “memberitahukan.” Maka, miliki kebersamaan itu, dan berbagilah sekalipun itu tidak selalu harus bisa dipahami, atau bahkan tidak selalu bisa disetujui. Tetapi memilih berkomunikasi itu artinya kita memilih kebersamaan dalam berbagai situasi