“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Q. S. Al-Nahl : 125)
Salah satu metode dakwah yang diajarkan al-Qur’an melalui ayat ke-125 dari surat al-Nahl di atas adalah dengan “mau’izhah hasanah”. Al-Baghawi menjelaskan dalam tafsirnya, Ma’alim al-Tanzil fi Tafsir al-Qur’an bahwa makna “mau’izhah hasanah” adalah ucapan yang lembut dan halus, bukan kasar dan menyakitkan. Dalam istilah lain, al-Qur’an menghendaki cara yang santun ketika kita hendak menyampaikan sebuah dakwah.
“Mau’izhah hasanah” bisa juga dimaknai dengan petuah yang menyejukkan, nasehat yang baik, ucapan yang mendamaikan, tutur kata yang menenteramkan.
Mari kita lihat kondisi saat ini. Tidak jarang kita jumpai para dai menyampaikan dakwahnya dengan cara-cara, yang alih-alih menghadirkan kesejukan, justru menampakkan permusuhan dan kebencian. Mereka begitu mudahnya menghakimi yang tidak sepaham dengan mereka sebagai orang-orang yang sesat. Dakwah mereka hanya menebar kebencian, menyemai permusuhan, dan menghadirkan suasana yang tidak kondusif bagi keberlangsungan ukhuwah umat. Jika demikian kenyataannya, lantas di manakah ruh dakwah itu? Jika dakwah hanya merasa benar sendiri, sembari menyalahkan yang berbeda, lantas di manakah sikap tasamuh itu berada?
Ada baiknya para dai itu merenungi kembali makna yang terkandung di dalam ayat ke-125 surat al-Nahl ini. Di dalamnya ada rangkaian metode dakwah yang diajarkan al-Qur’an, dari mulai dengan cara “hikmah”, “mau’izhah hasanah”, hingga “jidal” yang “ahsan”.
Sejatinya, dakwah itu mengajak bukan mengejek, membina bukan menghina, mendamaikan bukan memicu pertikaian, menyejukkan bukan memanaskan suasana.
Lihatlah bagaimana cara Rasulullah Saw. menyampaikan dakwahnya. Beliau selalu bertutur dengan santun, lembut, penuh kasih sayang. Petuah-petuah yang beliau sampaikan selalu menghadirkan kesejukan bagi siapa saja yang mendengarkannya. Beliau tidak pernah berdakwah dengan menebar kebencian, menghujat yang berbeda pendapat, memprovokasi umat. Kehadiran beliau selalu dinanti. Petuah-petuah beliau selalu ditunggu. Akhlak beliau sangat terpuji. Sikap lemah lembut beliau diakui, tidak hanya oleh para sahabat setia beliau, tetapi bahkan oleh para pembenci dan musuh-musuh beliau.
Begitu istimewanya Rasulullah di mata orang lain, tidak lain dan tidak bukan karena kemuliaan akhlaknya, keluhuran budi pekertinya, keramahan sikapnya, kelembutan tutur katanya, kesejukan petuah-petuahnya.
So, mari kita sampaikan dakwah dengan cara-cara santun, dengan akhlak mulia, dengan petuah-petuah yang menyejukkan.
*Ruang Inspirasi, Kamis, 6 Mei 2021 / 24 Ramadan 1442 H.