Pada bulan Dzulhijjah sebelum pelaksanaan ibadah Shalat Idul Adha dan kurban terdapat ajaran Islam yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Ibadah tersebut adalah puasa Tarwiyah dan Arafah. Kedua puasa tersebut jatuh pada 29 dan 30 Juli 2020 karena tanggal 1 Dzulhijjah dimulai pada tanggal 21 Juli 2020. Puasa sunnah ini merupakan puasa tahunan atas bulan tertentu dalam momentum tertentu pula. Atas hal ini,  Nabi saw. selalu menjalankan puasa dan ulama memaknainya dengan sunnah muakkad yang mendekati wajib sebagaimana puasa di bulan Ramadan.

Puasa Arafah identik dengan pelaksanaan ibadah Haji dan sejarah pelaksanaan qurban di mana Nabi Ibrahim a.s. mendapatkan wahyu untuk menyembih puteranya Ismail a.s. Momentum awal penerimaan wahyu lewat mimpi dari keraguan menjadi kepastian dengan adanya perintah penyembelihan atas anaknya. Peristiwa tersebut terjadi di dalam tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah. Momentum tersebut dijadikan sebagai bagian napak tilas keagamaan dengan menjalanakan puasa.

Tulisan ini menjelaskan tradisi puasa di dalam Islam khsusnya puasa Arafah dan hikmahnya. Selain itu, menjelaskan tentang mengapa puasa Arafah sebagai salah satu puasa sunnah yang dianjurkan dan transformasi puasa sunnah di era sekarang. Ketiga kajian ini membingkai geneologi pelaksanaan ibadah puasa di bulan Dzulhijjah dan perkembangan pelaksanaanya di era sekarang yang tetap terjaga bahkan berkembang dengan tradisi lain dengan mengharap kemuliaan sepuluh hari di bulan Dzulhijjah.

 

Puasa Arafah sebagai Puasa Sunnah

Sebagaimana ajaran-ajaran lain dalam Islam, puasa merupakan sebuah ajaran yang ada karena dijelaskan pelaksanaannya dalam al-Qur’an maupun Hadis. Hal ini melahirkan bentuk puasa menjadi dua hal yakni puasa wajib dan puasa sunnah. Wajibnya puasa disampaikan dalam Q.S. al-Baqarah (2): 186 dan hanya selama sebulan lamanya dalam setiap tahunnya. Bentuk puasa wajib seperti ini terdapat setahun sekali di bulan Ramadan yang nilai pahalanya dijelaskan oleh Hadis dengan pahala yang sesuai dengan pemberian Allah swt. sehingga setiap individu tidak sama jumlah pahala yang digapainya. Namun, dalam hadis lain diibarakan dosa-dosa yang diperbuat diampuni Allah swt. laksana bayi yang dilahirkan dengan tanpa adanya dosa apapun.

Puasa Sunnah adalah bentuk puasa yang sesuai petunjuk Nabi saw. dalam hadis. Ragam bentuk puasa dalam hadis dapat dilakukan  mingguan, bulanan, bulan tertentu dan momentum tertentu dan bentuk lain selang seling. Bentuk pertama adalah puasa sunnah setiap hari senin dan kamis dalam setiap seminggu. Bentuk kedua adalah puasa ayyamul bidh atau pertengahan bulan yakni ketika tanggal 13-15 dalam setiap bulannya. Bentuk ketiga puasa tahunan sekali dalam bulan tertentu dengan momentum tertentu pula. Contoh bentuk ketiga ini adalah puasa sunnah Tarwiyah dan Arafah yang hanya ada di Bulan Dzulhijjah; Puasa Tasu’a dan Asyura hanya pada tanggal 9 dan 10 Muharram sedangkan Puasa Syawal untuk 6 hari di bulan setelah Ramadhan. Tradisi lain adalah puasa mengikuti Nabi Dawud a.s. dengan puasa sehari dan buka sehari.

Dari beragam jenis puasa di atas, Islam melanjutkan tradisi sebelumnya. Tradisi tersebut kemudian dilanjutkan dengan memberikan pembeda dengan tradisi sebelumnya. Tradisi Asyura zaman Jahiliyah dimulai di awal, Islam memberikan kelonggaran sebagaimana beberapa hadis yang menunjukkan puasa di bulan tersebut. Jenis puasa sunnah merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh Nabi saw. Namun, berbeda dengan puasa wajib Nabi saw. dalam prakteknya tidak pernah meninggalkannya. Sedangkan, puasa sunnah tertentu terkadang Nabi saw. sering melakukan seakan seperti wajib namun tidak wajib. Jenis puasa seperti ini sunnah muakkad. Para ulama  menjelaskan bahwa sunnah muakkadah itu mendekati wajib karena hampir dalam hidupnya Nabi saw. selalu menjalankannya.

 

Hikmah Puasa Arafah

Puasa Arafah dan sebelumnya yakni Tarwiyah merupakan ajaran dari Nabi saw.  Sahabat Abu Qatadah menjelaskan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud dan Imam Ahmad. Isi pesan Rasulullah saw. adalah pahala puasa Arafah dua tahun dan Tarwiyah setahun. Arafah pahala menghapus di tahun lampau dan yang akan datang. Adapun puasa Tarwiyah menghapus tahun yang akan datang. Dengan hadis tersebut, kebanyakan umat Islam melakukan puasa sunnah untuk memperbanyak amalan dan pahala yang didapatkannya.

Hikmah di atas juga didukung oleh mementun pelaksanaan wukuf di Arafah dan sejarah kurban di saat Nabi Ibrahim a.s. menerima wahyu untuk kurban. Wahyu Tuhan lewat mimpi Ibrahim a.s. tersebut terjadi tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah. Di mana dalam wahyu tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Saffat untuk menyembelih putera semata wayangnya Ismail a.s. Keraguan itu datang di awalnya pada tanggal 8 Dzulhijjah dan sehari berikutnya menjadi kenyataann bahwa perintah itu adalah perintah Tuhan yakni di tanggal 9 Dzulhijjah. Keyakinan tersebut menjadikannya dikenal dengan arafah. Sehingga, tanggal 10 Dzulhijjah Nabi Ibrahim a.s. melaksanakan perintah untuk berkurban.

Ragam bentuk puasa di atas menunjukkan bahwa puasa menjadi bagian tradisi sebelum Islam datang. Islam memberikan nuansa religious dan membedakan dengan pelaksanaan tradisi sebelumnya dengan pemberian pahala yang nilai kadarnya tertentu. Atas dasar inilah, puasa wajib dan sunnah memiliki perbedaan dengan tradisi sebelumnya dan menjadi bagian ajaran Islam.

 

Transformasi Pemahaman Puasa Arafah

 

Puasa Arafah ini menjadi sebuah pelaksanaan rutin di kalangan umat Islam khususnya mereka yang tidak melaksanakan haji. Hal ini sebagaimana dilakukan umat Islam dalam meraih keutamaan yang ada pada bulan Dzulhijjah. Sedangkan bagi mereka yang melaksanakan haji tidak disunnahkan melaksanakannya. Mereka yang berhaji melaksanakan wukuf di Arafah yang memakan tenaga dan pikiran dalam melaksanakan puncak haji yang menjadi rukun di dalamnya. kebiasaan Nabi saw. ketika menjalankan haji tidak melakukan puasa Arafah.

Perayaan keagamaan dalam Islam sering dirayakan dengan menjalankan ajaran tertentu termasuk di dalamnya puasa. Puasa Dzulhijjah selama dua hari dalam hadis dengan diganjar dengan pahala yang cukup banyak yakni penghapusan dosa selama dua tahun untuk Arafah baik setahun yang berlalu maupun tahun berikutnya dan puasa Tarwiyah dengan pahala setahun sesudahnya.

Sebagian ulama mengambil hikmah melalui pemahaman mereka terhadap al-Qur’an. Berdasarkan Q.S. al-Fajr (89): 1-2, puasa di Dzulhijjah tidak terbatas pada puasa dua hari saja di hari Tarwiyah dan Arafah melainkan sepuluh hari dengan mendahulukan sehari sebelum jatuhnya bulan Dzulhijjah. Pelaksanaan puasa baik puasa wajib di bulan Ramadan maupun puasa sunnah dengan ragamnya menyisakan ragam kearifan lokal di dalamnya. Hal tersebut baik jenis puasa dan pelaksanaan di dalamnya untuk mengambil hikmah yang lebih dalam menjalankan ajaran Islam.

Tradisi puasa sebagaimana di atas telah berlangsung lama di kalangan pesantren dan kyai-kiyai sepuh. Adalah KH. Miftahul Fattah Amin Pengasuh PP Al-Amin Tunggul Paciran Lamongan  melakukan tradisi tersebut dan diikuti santri-santrinya. Hal ini juga dilakukan oleh para alumni Tebuireng lainnya di mana Kiyai Miftah melakukan tradisi tersebut sejak di pesantren tersebut termasuk almarhum Kiyai Ali Mustafa Ya’qub pengasuh Darus Sunnah Ciputat Jakarta. Setidaknya, tradisi tersebut dapat dilakukan beragam santri lain termasuk di PP Nurul Jadid Probolinggo berdasarkan penelitian Mahasiswa Ilha UIN Sunan Kalijaga dalam sebuah karya skripsinya.

Komentar