Tahun ini tahun kedua masyarakat Indonesia menjalankan ibadah puasa di tengah merabaknya virus korona. Virus yang sudah lebih dari satu tahun mendiami Indonesia ini sudah banyak membuat keresahan masyarakat Indonesia. Keresahan itu berlangsung lama mulai dari virus korona itu handir sampai sekarang pada bulan Ramadan ini atau bulan di mana masyarakat muslim menjalankan ibadah puasa. Namun hal tersebut tidak membuat patah semangat masyarakat untuk menjalankan ibadah puasa.
Sebelum memasuki bulan Ramadan biasanya masyarakat Jawa memiliki tradisi nyadran atau dalam arti bahasa Indonesia ialah tradisi pembersihan makam yang biasa dilakukan oleh masyarakat pedesaan secara bersama-sama. Namun adanya korona ini menyebabkan tradisi nyadran ini tak seramai dulu. Banyak masyarakat memilih untuk membersihkan sendiri makam-makam saudaranya tanpa menunggu adanya kegiatan pembersihan makam secara bersama-sama atau gotong royong.
Mereka takut untuk bergerombol dalam jumlah banyak. Selain pembersihan makam tradisi nyadran juga identik dengan adanya kenduri atau pembacaan Al-Quran, zikir, tahlil, dan doa, kemudian ditutup dengan makan bersama. Kegiatan tersebut juga berbeda di tahun-tahun sebelumnya sebelum adanya wabah virus korona. Jika dahulu kenduri dilakukan secara bersama-sama dengan membacakan doa atau zikir lain halnya sekarang. Sekarang lebih memilih untuk membagikan sepenak nasi ke rumah-rumah secara langsung dan tidak mengumpulkan dalam satu rumah.
Setelah adanya tradisi nyadran maka menjadi bukti bahwa bulan Ramadan yang selalu dinanti oleh masyarakat dengan segala pernak-pernik yang mewarnai indahnya bulan suci Ramadan kini tak lagi semeriah dulu. Kemeriahan yang pudar ini disebabkan oleh adanya virus yang enggan pergi. Kemeriahan tersebut seperti masyarakat berlomba-lomba untuk membeli takjil untuk berbuka puasa, menjalankan ibadah salat terawih secara berjamaah di masjid, menyalakan petasan pada malam hari, berbuka bersama dengan sanak saudara di luar rumah, dan masih banyak lagi.
Masyarakat Indonesia salah satu masyarakat di dunia yang tingkat konsumtifnya sangatlah tinggi. Salah satunya dalam membeli takjil untuk menu berbuka puasa. Namun adanya wabah virus ini membuat pergeseran yang signifikan dalam hal pembelian takjil. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti banyaknya pedagang kaki lima yang dilarang berjualan untuk mengurangi mobilitas masyarakat, lalu faktor ekonomi yang berkurang karena banyak masyarakat yang terpaksa berhenti bekerja dan lain sebagainya.
Selanjutnya mengenai salat terawih sebagai salah satu ibadah yang identik dengan bulan suci ramadan. Di tengah merabaknya virus corona maka sholat terawih dilaksanakan di rumah saja, namun mungkin ada beberapa daerah yang sudah menjalankan secara berjamaah di masjid dengan menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak pada shaf-shaf salat, lalu juga ada yang menganjurkan untuk memakai masker saat sholat.
Mungkin hal tersebut membuat sedikit perubahan pada salat terawih pada umumnya, di mana salat terawih sebelum adanya virus korona dijalankan dengan penuh kegembiraan dan kekhusyukan kini berubah dengan ketakutan karena waspada untuk terhindar dari tertularnya virus korona.
Permasalahan selanjutnya yaitu tentang dilarangnya berbuka di luar rumah bersama sanak saudara atau teman sebaya. Kegiatan tersebut dinilai dapat beresiko tinggi terkena paparan virus corona akibat tertular oleh orang lain. Dalam hal ini pemerintah Indonesia memberikan solusi yaitu dengan mengurangi atau membatasi tempat-tempat makan dengan hanya menyediakan tempat duduk 50% dari kapasitas sebelumnya dan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Permasalahan-permasalahan yang timbul di tengah bulan suci Ramadan yang diakibatkan oleh virus Korona yang enggan pergi dari Indonesia membuat masyarakat tidak menikmati sepenuhnya bulan yang penuh berkah. Semoga dengan adanya virus korona di tahun kedua bulan suci Ramadan ini dapat memberikan hikmah tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Semoga.