Syawal memiliki makna agung bagi kehidupan umat Islam. Ia adalah momen hari-hari yang menyimpan kemuliaan besar. Karena kemuliaan itulah, banyak umat Islam melaksanakan ibadah puasa sunnah enam hari, pasca Ramadan.

Puasa sunnah syawal dimaksudkan untuk menyucikan diri dan meningkatkan kualitas diri seseorang. Jika puasa Wajib adalah kewajiban yang harus dipenuhi bagi setiap muslim/ah, maka puasa sunnah adalah dimaksudkan untuk penyucian diri untuk kembali ke asal manusia: fitrah kemanusiaan.

Mengembalikan Fitrah Manusia

Kembalinya pada fitrah kemanusiaan, menuntut seseorang berbuat baik dan saling mendamaikan. Artinya, Syawal adalah ritus kedirian, yang akan berdampak pada ritus kehidupan sosial, dan kehidupan publik.

Ada banyak ritus diri ini yang berefek kepada publik luas, salah satunya adalah silaturrahim. Silaturrahim membuktikan dapat menjalin kedamaian ampuh antarsesama umat manusia yang bertikai. Di sana bisa membuka kotak Pandora yang sublime.

Silaturrahim dapat memberikan jalan anternatif solusi menuju kepada kebangkitan bersama untuk sama-sama meraih kedamaian di dalam keberagaman.

Koneksi kedamaian bersaling erat antarkerabat dan handai-taulan. Habitus sosial menjadi damai dengan pesan sombolik yang menjadi juru kunci kehidupan: jati diri kemanusiaan. Praktik ini bisa membangkitkan kelembaban harmonisnya sosial. Saling maaf dalam arti rekonsiliasi sosial menjadi pemompa diri dari toleransi yang semaput.

Penangkal Radikalisme

Toleransi semaput ini kita lihat dengan bangkitnya provokasi sosial yang nilainya adalah perpecahan. Virus kebencian antarmuslim dan golongan meningkat. Virus itu merebak dan menjadi habitus sosial saat ini, dan sialnya ini makin diproduksi sehingga meruskan tatanan sosial dan kedamaian keagamaan muslim.

Untuk itu, saya rasa kemuliaan syawal ini dengan beribu ritus kulturalnya menjadi sarana afektif untuk menanggulangi dinamika tersebut. Syawal bisa menjadi vaksin sosial di dalam infiltrasi kebencian yang meningkat di tengah kehidupan umat Indonesia.

Untuk menghanguskan anasir radikalisme di dalam kelompok masyarakat, infiltrasi kebencian harus diganti dengan kasih sayang. Di arena ini, Islam Cinta harus diproduksi lebih sebagai modal mengikis nalar kebencian dan membangun solidaritas persaudaraan. Infiltrasi kebencian hanya bisa distrerilkan oleh sikap cinta.

Ingat, di tengah masyarakat yang multireliji, multikultural, multietnis, dan multikepentingan, kasih sayang hanya yang cocok dibumikembangkan. Pengembangan ini selaras dengan arti penting kepercayaan banyak orang, yaitu rasa persaudaraan cinta jadi mercusuar dan kembali menjadi penerang arah jalan hidup manusia.

Beragam perbedaan yang ada dalam kehidupan sosial maupun beragama, satu kunci yang terus digelorakan adalah Islam cinta. Islam cinta berdasar kepada kecintaan-kecintaan antarpemeluk agama, bukan pada perbedaa bahkan klaim kesalahan antarmereka.

Dari sini, jika itu terus kita jaga, maka rasa kebencian, intoleransi, radikalisme, dan terorisme akan mengikis dengan sendirinya. Karena lahirnya dari sifat-sikap ini, adalah hilangnya rasa kecintaan pada kemanusiaan itu sendiri. Momentum syawal ini rasanya tepat untuk memupuk Islam cinta tersebut. Agar selain lebih menyatukan sesame umat Islam, ia juga bisa menjadi vaksin intoleransi dan radikalisme kita di Indonesia.

Selengkapnya baca di sini I

Komentar