Bulan Ramadan merupakan bulan suci yang penuh dengan rahmat, berkah, dan maghfirah. Di sinilah umat muslim dapat memanfaatkan bulan ini dengan baik yakni rahmat yang berkah harus dimanfaatkan oleh manusia. Bulan suci inilah sebagai wadah manusia yang diberikan oleh Allah Swt yang harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Contohnya dengan memanfaatkan tubuh untuk senantiasa beribadah kepada Allah.
Pertama, otak di bulan yang penuh maghfirah ini manusia bisa menggunakannya dengan baik agar tidak terjerumus dalam pikiran yang kotor. Otak tempatnya berpikir, mari kita gunakan sebaik mungkin dengan mencurahkan pikiran kita berupa gagasan untuk perubahan diri yang lebih baik.
Kedua, hati tempatnya perasaan, di sinilah kita harus mempertimbangkan segala perbuatan dan perkatan dengan baik, agar tidak menyakiti perasaan orang lain. Ketiga, perut tempatnya nafsu, orang yang berpuasa harus bisa melawannya agar tidak merusak pahala puasa ramadan.
Keempat, kelamin tempatnya syahwat, salah satu hal yang membatalkan puasa adalah jima’, maka di bulan Ramadan ini syahwat yang berkaitan dengan seks harus dikendalikan agar tidak menjadi salah satu penghalang mendapatkan pahala puasa.
Bulan suci Ramadan menjadi momentum yang ditunggu-tunggu umat muslim, khususnya pada masyarakat di pedesaan salah satunya untuk menjalin silahturahmi. Salah satu contohnya yaitu kebiasaan orang desa menghidangkan secangkir teh dan secuil gula jawa. Kebiasaan ini juga dilakukan dengan sebuah diskusi baik berkaitan dengan dunia maupun akhirat. Sehingga, kebiasaan ini akan mengundang perkumpulan jemaah setelah shalat Tarawih baik dari kalangan tua maupun muda. Hidangan yang disajikan kepada jemaah yaitu secangkir teh yang mempunya ciri khas warna merah kecoklatan yang bercampur dengan sedikit batang teh dan disajikan dalam keadaan hangat sehingga menghasilkan uap yang beraroma harum.
Tidak kalah eksisistensinya dengan secangkir teh, secuil gula jawa ini merupakan hidangan yang wajib ada sebagai teman secangkir teh. Gula jawa ini dibuat dengan tangan sendiri dan menghasilkan sebuah kenikmata. Dan hidangan ini disempurnakan dengan lintingan rokok yang dikemas sesuai keinginan, dari rasa yang sangat pahit, pahit, ataupun sedang.
Secangkir teh ini tidak hanya sekedar teh, biasanya teh bermerek dandanglah yang menjadi favorit di kalangan jemaah Tarawih. Cara meminum teh antara kalangan muda dan tua berbeda. Biasanya kalangan tua lah yang sangat menikmati minuman secangkir teh dan secuil gula jawa ini, dengan meminumnya sambil menutup mata dan dicampur dengan sedikit gigitan gula jawa yang dirasakan penuh dengan rasa syukur. Lain halnya di kalangan muda yang seringkali menjadi penyebab cepat habisnya stok gula jawa maupun minuman teh, karena tidak menggedepankan kenikmatannya melainkan nafsunya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa secangkir teh dan secuil gula jawa ini, juga menjadi hidangan favorit bagi kalangan tua ketika sahur maupun berbuka. Bahkan hidangan sederhana tersebut dapat mengalahkan hidangan lain seperti halnya susu dan jus buah. Menurut bapak Mardi, hidangan sederhana ini sudah menjadi kebutuhan utama di dalam tubuhnya dan juga sebagai mengungkapkan rasa syukur orang jawa kepada Allah Swt.
Kebiasaan sederhana ini sebagai ungkapan rasa syukur yang sangat mengesankan bagi diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, kita harus bisa menikmati kesederhanaan itu menjadi sebuah rasa syukur kepada-Nya. Semoga di bulan suci ini kita dapat meningkatkan hubungan dengan Allah, manusia yang lain dan alam serta senantiasa selalu diberikan keistikamahan dalam menjalankan puasa dan amalan lainnya di bulan Ramadan.
Tulisan ini merupakan kerja sama antara UKM LPM Dinamika dengan media Islam Santun.
Achfan Aziz, Mahasiswa prodi Pendidikan Agama Islam UIN Raden Mas Said Surakarta. Dia salah satu pegiat literasi di Unit Kegiatan Mahasiswa LPM Dinamika.