al-Zastrouw*
Muhasabah Kebangsaan
(Catatan Perjalanan Ki Ageng Ganjur ke Hongkong #10)
Meski sudah 35 tahun tinggal di Hingkong dan fasih berbahasa Kanton (bahasa Hongkong), namun dia masih lancar berbahasa Jawa logat Suroboyo yang medhok. Penampilannya sederhana namun gesit dan cekatan saat bekerja. Meski terlihat lembut dan halus namun sebenarnya dia bermental baja. Dia bisa melabrak siapa saja yang menghalangi perjuangannya.
Itulah sosok bu Hj. Siti Fatimah Angelina, perempuan yang menjadi orang tua asuh dan pelindung para TKI. Perempuan yang menjabat sebagai Ketua PCI Muslimat NU ini menjadi tempat curhat dan berlindung para TKI yang sedang mengalami masalah. Dia juga menjadi langganan pemerintah Hongkong untuk dimintai tolong menangani TKI bermasalah, mulai TKI yang sakit, stress sampai yang meninggal dunia atau berurusan dengan hukum di Hongkong.
Karena perilakunya yang ringan tangan ini banyak TKI yang memganggapnya sebagai ibu asuh. Beliau tak hanya memberikan bantuan materiil dan fisik, tetapi juga merawat yang sakit dan meninggal. Seringkali mengantar jenazah sampai ke kampung halaman di tanah air, jika jenazah tersebut bermasalah, terutama yang terkait dg persoalan dokumen adminiatrasi sehingga instansi pemerintah tidak bisa menjangkaunya.
Selama lima hari kunjungan ki Ageng Ganjur di Hongkong, bu Hj. Fatimah selalu mendampingi kami dan rombongan. Dari sini kami bisa melihat kepedulian beliau pada sesama warga bangsa Indonesia. Di sela-sela mendampingi kami beliau masih sempat memberikan arahan dan melayani konsultasi para TKI. Berbagai pengalaman unik dan menarik, mulai yang sedih, haru, jengkel sampai yang lucu, konyol dan menyenangkan semua pernah dia alami.
Dia bercerita, pernah di telp seorang majikan karena pembantunya stres dan mau loncat dari apartemen. Saat itu juga bu Fatimah mendatangi sang pembantu, membujuk dan merawatnya kemudian mengantar pulang kembali ke kampung halaman. Pernah juga ditelpon pihak rumah sakit di tengah malam karena ada pekerja Indonesia yang sedang sakaratul.maut. Beliau datang mentalkin, membimbing sampai orang tersebut menjemput ajal.
Bu Fatimah juga sering ditelpon pihak kepolisian Hongkong jika ada TKI yang tersangkut masalah hukum. Jika sudah demikian biasanya beliau memberikan pendampingan. Kalau ada yang dipenjara beliau menjenguk dan sering kirim makanan. “Mereka tak punya saudara, jauh dari orang tua. Kasihan mereka kalau harus sendirian di penjara” demikian ucapnya pada penulis.
Sikapnya yang ringan tangan menolong sesama membuat bu Hj. Fatimah dikenal banyak pihak. Dia memiliki jaringan kuat di berbagai kelompok, mulai polisi, pemerintah Hongkong, para pejabat, berbagai komunitas TKI bahkan para preman jalanan. Berbagai jaringan dan akses inilah yang dipakai untuk menolong, membela dan memberikan perlindungan terhadap para TKI yang bermasalah.
Bu Fatimah adalah seorang muallaf, tapi dia tidak pernah menghujat dan mencaci agama yang pernah dipeluknya. Tidak seperti muallaf lain yang mendadak ustadz dengan mengobral kesalahan agama sebelumnya di mimbar pengajian. Dia ingin mengabdikan sisa hidupnya untuk kemanusian dan agama dengan menebar kasih sayang pada sesama. Ketika penulis tanya apa yang mendorongnya bersikap demikian, dengan tegas beliau menjawab dia ingin didoakan banyak orang saat meninggal. “Saya ingin didoakan banyak orang karena tak mungkin berharap doa dari anak2 saya yang masih non Muslim” jawabnya lirih.
Ketika penulis bertanya apa cita2nya ke depan? “Saya ingin membangun masjid di Hongkong. Saya ingin ada masjid Indonesia di sini. Kita negara yang mayoritas Muslim tapi belum punya masjid dan Islamic centre Indonesia di sini” jawabnya tegas penuh semangat. Dan dia serius mewujudkan cita-citanya teesebit. Dibuktikan dengan upayanya meloby pemerintah Hingkong untuk mendapatkan tanah dan izin.
Cita-cita membangun masjid dan islamic centre di Hongkong juga pernah disampaikan langsung ke presiden Jokowi saat menghadap. Pak Jokowi merespon positif cita2 bu Fatimah dan berjanji akan membuat surat kepada pemerintah Hongkong agar membantu merealisasikan gagasan tersebut.
Selain mendirikan masjid dia juga ingin mengembangkan pesantren al-Fatimah yang dipimpinnya. Pesantren ini menyelenggarakan pendidikan dan pengajian. Selain itu juga menjadi tempat penampungan atau semacam shalter bagi TKI bermaslah. Setiap hati Bu Fatimah berusaha mencari uang untuk memenuhi kebutuhan pesantren.
Hj. Siti Fatimah Anggelina adalah sosok perempuan yang memiliki tekad baja. Dia gihih membela siapa saja yang mebutuhkan dengan melawan dan melabrak orang2 yang berbuat aniaya. Namun dibalik sikapnya yang lugas dan tegas, sebetulnya dia adalah sosok yang berhati lembut bagai sutra. Sehingga mudah tersentuh oleh penderitaan dan kesusahan sesama. Dan kepada kami dan rombongan ki Ageng Ganjur beliau telah memberi pelajaran yang amat berharga.
Setelah lima hari menjelajah hongkong dengan segala romantikanya, rombangan Ganjur kembali ke Indonesia dengan membawa kenangan dan pelajaran yang sarat makna.
Atas pelaksanaan roadshow Ki Ageng Ganjur ke Hongkong, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membatu missi kebudayaan ini terutama kepada mas Mentri Hanif Dakhiri, mas Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid dan Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, mas Najamuddin, mas Indra kemen PUPR, Sekjen Kemendestrans mas Anwar Sanusi, pak Yan dan pak Hendri Djarum, dan mas Pamungkas. Kepada bu Hj. Siti Fatimah Anggelina yang telah mengundang dan medampingi Ganjur selama di Hongkong kami ucapkan terima kasih. Semoga semua berkah dan manfaat.*** (Tamat)