Islamsantun.org. Saya cukup menikmati diskusi tentang “Antara Spiritualitas Sekular dan Spiritualitas Religius” yang diadakan oleh Caknurian Urban Sufism. Sebenarnya saya sudah registrasi. Tapi karena ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan, saya tidak bisa ikut via zoom secara langsung. Jadi saya menikmati record-nya versi youtube.
Pertama, saya sangat menikmati presentasi F. Budi Hadirman. Mas Franki menyuguhkan tiga argumentasi filosofis mengapa spiritualitas sekular menjadi mungkin: argumentasi epistemologis, antropologis dan logis. Ketiga hal ini dieksplorasi dengan sangat menarik.
Kedua, presentasi dari Pak Haidar Bagir. Pak Haidar mengeksplorasi spiritualitas sekular dari perspektif sufistik/irfan. Menurut Pak Haidar, pada tataran substantif, sebenarnya ada irisan antara spiritualitas sekular dengan spiritualitas religius. Kedua orang ini menguraikan spiritualitas sekular dengan amat menarik dan membuka perspektif.
Ketiga, yang paling menarik bagi saya adalah sikap Mas Franki. Mas Franki ketika menguraikan spiritualitas sekular, beliau mendiskusikannya melalui sudut pandang kaum ateis: bahwa spiritualitas sekular itu tidak ada acuan pada dimensi transendental. Mas Franki tampak berada dalam posisi kaum ateis yang menyuguhkan argumentasi tentang spiritualitas sekular secara rasional, argumentatif dan absah keberadaannya tanpa harus dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat religius dan transenden.
Di sini sebagai seorang intelektual atau filsuf, saya melihat Mas Franki mampu berjarak dengan keberagamaannya, sehingga pembahasannya menjadi benar-benar utuh, total dan tuntas. Sebab Mas Franki seakan-akan menjadi pendukung atau pelaku spiritualitas sekular itu sendiri. Wacana yang dibahas Mas Franki memang selalu menarik. Apalagi buku-bukunya. Semua karya-karyanya mampu menampilkan argumentasi secara rasional-filosofis sekaligus disertai kedalaman reflektif-kontemplatif.
Tiba-tiba saya teringat dengan materi-materi kuliah yang disampaikan oleh Romo Haryatmoko saat kuliah S2 dan S3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Haryatmoko mengajar Filsafat Moral dan Pendekatan Penelitian Filsafat. Walaupun sebagai seorang Romo atau Pastor, tapi ketika mengajar filsafat tidak nampak sedikit pun aspek religiusnya.
Romo Haryatmoko sangat fasih menguraikan moralitas secara rasional yang bersifat otonom dari wilayah agama. Bahkan seringkali dengan menggunakan pendekatan filsafat, ia mengkritisi berbagai hipokrit religius yang dilakukan oleh kaum beragama secara dangkal. Sehingga saya dan kawan-kawan kadangkala bertanya-tanya: Romo kok bisa seperti itu ya? Haryatmoko adalah Romo yang mampu berjarak dengan ke-romo-annya, sehingga materi-materi yang disampaikannya menjadi benar-benar hidup dan menarik. Kuliah dengan Romo Haryatmoko merupakan sebuah pengalaman pencerahan yang tak terlupakan.
Sedangkan Pak Haidar, melalui pendekatan irfan justru ingin memotret spiritualitas sekular sebagai bagian dari dimensi religius atau merupakan irisan dari aspek agama yang luas. Begitu juga dengan Prof. Komar dengan komentar-komentarnya, tampaknya ingin membawa spiritualitas sekular sebagai bagian dari dimensi agama yang luas. Tentu saja pembahasan kedua intelektual ini juga amat menarik. Tapi saya melihat sikap mereka justru belum bisa berjarak dengan keberagamaan yang mereka anut.
PS: Saran sedikit untuk panitia. Kalau bisa pemateri seperti F. Budi Hadirman ketika presentasi diberi waktu yang agak luas agar bisa menyampaikan materi secara utuh dan tuntas. Karena dengan hanya dibatasi waktu 20 menit menjadi tidak tuntas beliau membahas materinya. Masih ada sebagian materi yang tidak bisa dieksplorasi karena waktu yang sangat terbatas. Sangat disayangkan. Lebih baik diberi waktu yang luas kepada beliau supaya netizen juga dapat memperoleh wawasan yang utuh. Terima kasih.
Bagi kawan-kawan yang belum menyimak, silahkan membuka link youtubenya: https://youtu.be/6N–BIwxvHw