Muhammad Alfatih Suryadilaga*

Buanglah sampah pada tempatnya adalah slogan yang sudah lama terdengar di beragam tempat fasilitas umum. Hal ini setidaknya dijumpai dalam bandara, terminal, stasiun, rumah sakit dan tempat lainnya. Setidaknya melalui kebiasaan ini menjadikan sampah mudah diklasifikasikan saja namun belum menjadi sebuah upaya meminimalkan sampah. Dengan demikian diperlukan upaya serius di antara manusia untuk berbuat dalam meminimkan sampah.

Kenyataan di atas menjadikan sampah tidak berkurang dan bahkan cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dalam kebiasaan keseharian dalam kehidupan manusia yang sangat tergantung dengan beragam sampah plastik. Setidaknya, sampah hanya beralih tempat saja dari rumah tangga atau kantor atau tempat lainnya ke TPA. Dengan demikian, sampah dari hari ke hari semakin banyak dan meningkat dengan.

Bersih di tempat yang hunian manusia akan menjadi masalah di tempat lain. Adanya sampah itu pada dasarnya tidak ada dengan sendirinya jika masih dalam proses konsumsi oleh manusia. Seorang minum air mineral dari sebuah produk AMDK Air Mineral dalam Kemasan akan menjadi sampah manakala seseorang selesai meminumnya dan membuang sampah kemasan AMDK tersebut. Dengan demikian, adanya sampah adalah setelah proses konsumsi terjadi.

Beragam persoalan dalam TPA sering terjadi. Hal ini seperti dalam TPA Supit Urang Malang yang pada tahun 2018 mengalami longsor. Sehingga dalam kejadian tersebut menjadikan seorang pemulung tewas tertimbun material sampah yabg terus menggunung. Setidaknya, sampah yang masuk dalam tempat tersebut sebanyak 500 ton sampah. Kondisi yang sama juga terjadi di TPA lain seperti TPA Leuwi Gajah dan tempat lainnya. Dengan demikian, sampah di lingkungan bersih akan menjadilan di tempat lain menumpuk terutama di area TPA.

Kesadaran akan sampah dan akibatnya sering tidak disadari oleh manusia. Hal ini menjadikan makhluk lain di belahan bumi mengalami sakit bahkan mati. Kenyataan ini terjadi di lautan yang mengakibatkan banyaknya habitat laut meninggal dan rusak. Dengan demikian, perlu kesadaran mendalam dalam pengelolaan sampah ini.

Sampah menjadi pesoalan jika proses terurainya dengan cepat. Hal ini jarang terjadi akibat adanya teknologi dan industri yang berkembang menjadikan sampah buatan manusia banyak akibat inovasi. Sedangkan sebaliknya pola uraian kehidupan dalam ciptaan Allah swt. dapat dengan mudahnya terurai semua.

Hal di atas merupakan perbedaan ciptaan yang maha agung dengan manusia yang serba terbatas. Hasil teknologi yang menghasilkan beragam produk seperti botol plastik, kantong plastik, sikat gigi plastik, tissu kering dan baaah, kaleng bekas, sandal jepit dan lainnya adalah membutuhkan waktu yang sangat lama. Rata waktu yang dapat digunakan paling rendah adalah kertas yang memakan waktu 2-5 bulan. Kenyataan tersebut akan memakan waktu yang lama jika bahannya seperti botol kaca yang dapat terurai selama satu juta tahun. Dengan demikian, sebagai seorang yang peduli lingkungan diharapkan mampu secara bijak mengurangi sampah.

Bulan Ramadan adalah identik dengan makanan. Hal ini setidaknya dapat terlihat dalam kegiatan sahur dan buka puasa. Kedua kegiatan ini menjadikan sampah menjadi meningkat di atas 40% dari hari-hari selain bulan puasa. Trend makanan ini sudah menjadi sebuah rutin tahunan dan terjadi terus menerus. Sehingga, setiap manusia tidak sadar dalam melaksanakan dua kegiatan menimbulkan persoalan. Dengan demikian, kesadaran tidak saja melalui gerakan zerowaste melainkan juga melalui kegiatan lainnya melalui kearifan lokal dalam memahami persoalan sampah.

Kesadaran kolektif dalam hal ini menjadi sebuah gerakan yang sangat penting. Hal ini setidaknya setiap individu memiliki kesadaran akan menjadikan persoalan ini dapat membudaya, dimulai dari diri sendiri kemudian meningkat menjadi kebiasaan banyak orang dalam beragam komunitas dan selanjutnya dapat menjadi habit serta kebiasaan. Sehingga kajian beragam ajaran Islam akan terus berkembang dengan baik.

Islam mengajarkan akan kebersihan dan keindahan. Hal ini cenderung berhenti pada slogan saja jika tanpa didukung perilaku manusia di dalamnya. Lihat saja seperti di kota Makkah walaupun di area Masjid al-Haram nampak indah dan bersih dengan petugas yang bersiaga penuh 24 jam, namun di daerah sekitar menuju area masjid masih cenderung kotor banyak sampah walaupun banyak himbauan akan kepedulian kebersihan dan keindahan tersebut.

Apalagi dalam pelaksanaan puncak haji yang dilakukan oleh berjuta orang di Armina dan minimnya operasional petugas kebersihan menjadikan daerah tersebut menjadi kumuh dengan smpah dadakan akibat kegiatan tersebut. Demikian juga di saat buka puasa penggunaan plastik dan turunannya semakin banyak juga seiring banyaknya dermawan yang menjadikan puasa Ramadhan sebagai sarana berbagi dengan yang lain baik dilakukan individu maupun pemerintah setempat.

Fenomena yang sama ditemukan di Indonesia yang mayoritas bergama Islam penduduknya. Hal ini menjadikan beragam sampah menjadi lebih banyak ditemukan baik di rumah, masjid, restoran, dan sebagainya. Demikian juga pada mereka yang berjualan di jalan raya yang dapat sangat potensial mendatangkan sampah. Dengan demikian, sampah menjadi barang yang meningkat keberadaannya.

Budaya minim sampah dalam bulan Ramadan merupakan sebuah keniscayaan. Untuk pelaksanannya di lapangan tidaklah mudah. Namun hal teesebut bukan menjadi sesuatu yang mustahil dapat terwujud. Oleh karenanya kesadaran akan Ramadan yang minim sampah ini harus dijadikan pijakan bahwa keberadaan sampah tidak datang dengan sendirinya melainkan kehadiran ya bersama manusia. Keberadaan sampah akan berpindah ke tempat lain jika di rumah yang dihuni manusia itu bersih. Kepindahan inilah menjadikan TPA selalu meningkat dari bari ke hari dan dari bulan ke bulan serta dari tahun ke tahun. Dengan tanpa adanya perubahan budaya menjadikan sampah sebuah problem serius oleh manusia baik diperkotaan maupun perdesaan.

Kegiatan di atas bukan merupakan sebuah upaya menjadikan manusia seperti malaikat yang tidak pernah menghasilkan sampah. Hal ini dapat dilakukan manusia siapapun orangnya menjadikan sosok manusia lebih peduli dalam menjaga lingkungan atas kerusakannya. Islam melalui al-Qur’an sudah menjelaskan sejak 14 abad lamanya akan adanya kerusakan alam semesta bumi dan lingkungannya sebagai akibat ulah tangan manusia. Kegiatan zerowaste ini merupakan ajaran Islam yang ada sudah lama namun belum banyak diperaktekkan manusia.

Gaya hidup yang selama ini menghasilkan sampah harus segera diubah. Setidaknya dengan kesadaran melakukan gerakan 5 R kepanjangan dari Refuse, Reduce, Reuse, dan Recycle atau 5 M kepanjangan dari Menolak, Mengurangi, Menggunakan Kembali, Mendaur Ulang dan Membusukkan. Namun, kegiatan tersebut seharusnya tidak dimulai dari daur ulang melainkan dimulai dengan menolak (refuse) kemudian mengurangi (reduce) dan menggunakan kembali (reuse). Dengan demikian, sampah yang selalu menumpuk menjadi lebih sedikit.

*Ketua Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA)

Komentar