islamsantun.org-Tradisi intelektual masyarakat pesantren dan Nahdlatul Ulama salah satunya adalah Bahtsul Masail, tradisi ini ditengarai sebagai embrio lahirnya Nahdlatul Ulama berawal dari halaqah-halaqah ilmiah para kyai pada masa silam untuk merespons problematika kompleks yang diinisiasi oleh KH.Wahab Hasbullah dalam wadah tashwirul afkar, seiring kemudian berubah menjadi nahdlah attujjar hingga puncaknya menjadi Nahdlatul Ulama .
Moh. Zainul Arif selaku Sekretaris LBM PCNU Kota Tangerang Selatan menilai bahwa Bahtsul masail ialah ruh NU dan penanda eksistensi intelektual pesantren bahkan lembaganya (Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama)sangat layak dikatakan sebagai lembaga fatwanya NU dengan corak khasnya berupa mekanisme pengambilan hukum (manahij al-bahtsi) yang berbeda dengan yang lainnya.
Untuk mengimplementasikan salah satu programnya, LBM PCNU Kota Tangerang Selatan mengadakan pelatihan bahtsul masail secara virtual berupa “Sekolah Bahtsul Masail” selama 4 sesi yang diikuti oleh delegasi pesantren berbagai daerah, LBM PWNU DKI Jakarta, LBM PWNU Banten, LBM PWNU Jawa Barat, LBM PCNU se-Jabodetabek, lembaga-lembaga NU, PCINU se-dunia, Forum Bahtsul Masail Pondok Pesantren (FBMPP) se-DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat serta undangan lain dari berbagai daerah dan unsur, baik personal maupun lembaga serta berbagai media
ungkapnya.
Pada webinar kali ini menghadirkan tokoh-tokoh dari cendekiawan islam, LBM PBNU dan pakar fikih yang proper dan mumpuni untuk menyampaikan tema utama berupa geneologi, metodologi dan kontektualisasi yang diampu langsung oleh KH.Afifuddin Muhajir, KH.Husein Muhammad, KH.Fuad Thohari, KH.Abdul Moqsith Ghazali, KH.Ahmad Ishomuddin, KH. Ulil Abshar Abdalla, KH.Azizi Hasbullah, KH.Zahro Wardi, KH.Mu’thi Ali Qusyairi, KH.Abdul Yazid Fattah dan KH.Muhammad Mirfaqo.
Sesi pertama hari ini, 18 Septermber 2021 diisi oleh KH.Husein Muhammad yang lebih membahas tentang mata rantai (geneologi) tradisi bahtsul masail yang mengadopsi dari tradisi halaqah ilmiah timur tengah abad pertengahan serta pengaruh arus syafi’iyah terutama an-Nawawi dan al-Rafi’I yang tertuang di kitab-kitab yang dianggap otoritatif (kutub al-mu’tabaroh) serta mendorong praktisi bahtsul masail untuk terus membuat rumusan teori pengambilan hukum agar tidak terkesan konservatif pada teksteks klasik dan dituntut untuk progressif serta dinamis.
Lebih lanjut KH. Abdul Moqsith Ghazali lebih membahas tentang corak pengambilan
keputusan hukum yang mengacu kepada Munas tahun 1992 di Bandar Lampung yang secara gradual diawali dari menyadur langsung dari pendapat fuqaha, baik pendapat tunggal atau berbagai temuan pendapat atas permasalahan yang dibahas (taqrir bil qaul wa taqrir jama’i), kemudian menyamakan kasus pada permasalahan yang sudah ada presedent hukumnya di kitab-kitab fikih (ilhaq al-masail binadzairiha) dengan adanya titik kesamaan (jami’) hingga penggalian hukum secara metodologis seperti istinbath bayani, istinbath qiyashi, istinbath istishlahi bahkan istinbath maqashidi serta menegaskan bahwa produk hukum bahtsul masail merupakan panduan etik moral masyarakat yang siapa saja bisa mengikatkan diri untuk mengimplementasikannya.
Dalam kesempatan lain KH.Fuad Thohari lebih mengulas tentang prinsip penetapan hukum syariat mulai era Nabi Muhammad SAW, era sahabat, tabiin, tabiut-tabiin, hingga masa mujtahid fikih, serta membahas tentang sejarah timbulnya mazhab, dan sebab terjadinya ikhtilaf di kalangan imam mazhab.
Dengan adanya webinar ‘sekolah bahtsul masail’ ini diharapkan menjadi jangkar diskusi
ilmiah baru masyarakat kota pada utamanya dan peneguhan kembali tradisi yang sudah mendarah daging di pesantren-pesantren pada umumnya dan Nahdlatul Ulama itu sendiri. KH,Mahbub Maafi selaku Wakil Sekretaris LBM PBNU dalam sambutannya berharap kegiatan ini menjadi percontohan di LBM lain dari berbagai tingkatan dan sangat mengapresiasi diselenggarakannya kegiatan ini yang merupakan formula baru di dalam mengenalkan dan mengembangkan diri dalam tradisi bahtsul
masail.