Yogyakarta – Solo raya sejatinya wilayah yang damai, santun dan toleran. Tetapi, munculnya beberapa kelompok muda yang menyuarakan isu-isu anti toleran membuat citra Solo menjadi kota yang dianggap menjadi basis aksi dan gerakan radikalisme ekstrim. Dalam situasi tersebut, inisiasi tentang gerakan Islam yang santun dan toleran menjadi sangat penting dan harus dirawat secara terus menerus. Uniknya, gerakan ini merupakan aktivitas nir kekerasan sebagai respons atas berbagai peristiwa radikal ekstrem yang biasanya dilakukan dengan kekerasan.
Hal ini disampaikan Nur Kafid, M.Sc Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta dan Peneliti Pusat Pengkajian Masyarakat dan Pendidikan Islam Nusantara (PPM PIN) dalam diskusi buku secara virtual pada Rabo (23/3) siang. Hadir dalam diskusi buku ini akademisi dari UIN Raden Mas Said Surakarta, STAI Yogyakarta dan beberapa aktivis keagamaan di Solo raya.
Acara diskusi buku bertajuk “Indonesia, Pancasila dan Moderasi Beragama : Gerakan Literasi Islam Santun dan Toleran di Solo Raya” ini terselenggara atas kerjasama Pusat Publikasi Ilmiah dan Penerbitan LPPM UIN Raden Mas Said Surakarta, Pusat Studi Islam Nusantara STAI Yogyakarta, Pusat Pengkajian Masyarakat dan Pendidikan Islam Nusantara (PPM PIN) UIN Raden Mas Said Surakarta dan islamsantun.org. Hadir dalam pembukaan ini Dr. Zainul Abas, Ketua LPPM UIN Raden Mas Said Surakarta dan Diah Mintasih, M.Pd., Ketua STAI Yogyakarta.
Nur Kafid yang juga menjadi editor buku ini menerangkan bahwa munculnya gerakan Literasi Islam Santun dan Toleran yang dipromosikan akademisi muda UIN Raden Mas Said Surakarta ini untuk mendorong anak muda agar berani bersuara dan menggaungkan aspek moderat dan santun dalam beragama. “Anak muda yang moderat dan toleran perlu berani bersuara untuk mengimbangi suara intoleran dan radikal ekstrem,” ujar lelaki yang sedang mengambil program doktoral di UIN Jakarta.
Gerakan Islam yang santun dan toleran ini menempatkan literasi beragama sebagai aspek penting agar generasi milenial berani speak up. “Literasi adalah kunci. Apalagi dalam konteks kampanye moderasi beragama, maka generasi milenial perlu paham hal ihwal moderasi sehingga bisa ikut serta dalam kampanye moderasi,” imbuh Hudan Mudaris, Direktur Pusat Studi Islam Nusantara STAI Yogyakarta.
Karena pentingnya gerakan Islam santun dan toleran ini, maka perlu didokumentasi agar bisa menjadi inspirasi dan bisa dibaca oleh banyak pihak. “Dalam bahasa pesantren, pengetahuan itu perlu diikat dengan tulisan. Terbitnya buku Indonesia, Pancasila dan Moderasi Beragama yang merekam kegiatan kampanya LISAN yakni Literasi Islam Santun dan Toleran menjadi sangat penting. Tidak hanya menjadi inspirasi, buku ini menjadi bukti bahwa di Solo raya juga ada gerakan kampanye moderasi yang melibatkan generasi milenial,” kata M. Zainal Anwar, Ketua Pusat Publikasi Ilmiah dan Penerbitan LPPM UIN Raden Mas Said Surakarta.