Klaten – Selasa, 22 November 2022, forum 17-an bulan ini, Gusdurian Klaten mengisinya dengan diskusi dan nonton film. Film yang ditonton ialah “Reresik” garapan dari teman-teman Islamsantun.
Kak Agus Wedi sebagai sutradara turut terlibat selaku pembedah dalam forum ini. Sementara Sapto Boedi sebagai pembanding berhalangan hadir, yang kemudian digantikan oleh Purnawan Kristanto (FKUB Klaten).
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pedan dipilih sebagai tempat acara. Lebih kurang 30 peserta hadir dari berbagai agama.
Film berdurasi sekitar lima menit itu memiliki satu sorotan bahwa bagaimana umat beragama menyikapi kerukunan dari letak tempat ibadahnya. Digambarkan di sana bahwa gereja dan masjid bisa berdampingan tanpa hambatan apapun.
Begitupun di lingkungan gereja tempat forum ini diselenggarakan. Tepat di depan GKJ Pedan terdapat sebuah masjid bernama Al-Islam berdiri. Persis bak pesan dalam film “Reresik”, bahwa kedua tempat ibadah itu bisa saling berdampingan tanpa harus memunculkan gesekan-gesekan.
GKJ Pedan dan Masjid Al-Islam menjadi bukti nyata bahwa perbedaan tak selalu harus diperdebatkan. Rona perbedaan itu bias oleh satu warna persatuan kemanusiaan.
Pendeta Garu, seorang pendeta di GKJ Pedan, bercerita bahwa koster atau marbot GKJ Pedan adalah orang Islam. Namanya Pak Wardoyo. Pak Wardoyo itu adalah jamaah Masjid Al-Islam yang berdampingan dengan gereja tempat ia bekerja. Bahkan tak jarang, selepas jamaah salat Subuh di masjid Al-Islam, Pak Wardoyo langsung pergi ke gereja untuk bekerja; bersih-bersih.
Pun, beliau selalu menyiapkan minuman dan makanan setiap Minggu (jadwal ibadah) di GKJ Pedan. “Kalau tidak ada Pak Wardoyo, kita semua kelaparan dan tidak bisa beribadah. Karena beliau yang selalu membersihkan gereja, menyiapkan makanan, dan minuman” jelasnya.
Pada akhirnya, sebuah film bisa dijadikan sebagai satu sarana kampanye toleransi di era digital saat ini (Baha’)