Dalam rangka mewujudkan komitmen bersama
untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan, Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKPPN) IAIN Surakarta menghadiri konferensi internasional di Amerika Serikat.
Konferensi bertajuk kebebasan beragama dan inter-religious dialog ini berlangsung selama 2 hari (16-17 Juli 2019) di gedung U.S. Department of State’s Harry S. Truman, Washington D.C.
Konferensi ini dihadiri oleh para tamu undangan yang datang dari berbagai belahan dunia, Asia (termasuk Indonesia), Eropa, Amerika, Afrika. Mereka yang hadir tidak hanya para pengambil kebijakan di level negara, tetapi juga para aktifis NGO, akademisi, praktisi, pemuka agama dan media.
Dari Indonesia, Nur Kafid selaku wakil direktur Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKPPN) IAIN Surakarta beserta 4 orang lainnya yang menjadi peserta Professional Fellows on Demand on Religious Freedom and Interfaith Dialog di Amerika Serikat ikut hadir dalam konferensi ini.
Sesi awal konferensi diisi dengan sharing pengalaman para korban kekerasan yang mengatasnamakan agama. Ada dari Timur Tengah, Sri Lanka, Cina, dan Selandia Baru.
Meski setiap ‘korban’ memiliki pengalaman yang berbeda-beda, dan tentu saja menimbulkan kesedihan mendalam tersendiri, tetapi secara garis besar mereka menyatakan bahwa seluruh tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama adalah perbuatan yang “terkutuk” dan bertentangan dengan nilai-nilai dari ajaran agama itu sendiri.
Para korban memberikan pesan bahwa hidup harus tetap berjalan dan harus dihadapi dengan optimis. “Agama harus ditampilkan sebagai penebar kedamaian, bukan alat penebar kebencian dan kejahatan”, ujar Imam Masjid di Selandia Baru yang menjadi salah satu korban Bom pada Maret 2019.
Namun demikian, Yamini Ravindran dari Sri Lanka menyatakan bahwa untuk menghilangkan berbagai tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama, pemerintah harus pro-aktif dalam mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Pemerintah harus bersinergi dan memberikan support kepada masyarakat agar lebih responsif dan aktif dalam mempromosikan berbagai informasi yang berkonten positif ke publik.
Ambassador at Large Sam Brownback, dalam closing remaks-nya menyatakan bahwa USAID memiliki komitmen tinggi dalam mendukung jaminan kebebasan beragama bagi setiap umat manusia.