Resepsi 1 Abad NU di Sidoarjo sangat fenomenal dan spirualistik. Ngalap berkah raksasa masyayikh NU, mulai dari muassis hingga penerusnya saat ini. Kira-kira itu yang terpatri dalam diri dan jiwa jamaah nahdliyyin yang hadir sejak pukul 00.00 dalam rangkaian resepsi. Peristiwa yang kusaksikan dini hari itu adalah ijazah kubro.

Seperti sudah ditakdirkan, tetiba sahabat Fawaizul Umam mengajakku untuk ikutan ijazah kubro di Sidoarjo dalam rangkaian resepsi 1 abad NU. Saat itu, saya baru tiba di hotel yg berada di Surabaya setelah mendampingi isteri Ala’i Nadjib utk makan malam, kebetulan kita berdua punya acara yang berbeda, begitu juga hotelnya beda. Sahabatku ternyata bersama keluarganya yang juga pengasuh pesantren besar di Banyuwangi.

Sekitar pukul 00.30 meluncur ke Sidoarjo. Berbagai informasi tersebar kepadatan, kemacetan di mana-mans nuju GOR Delta. Terberitakan harus jalan kaki nuju GOR berkilo-kilo meter. Akhirnya rombongan sepakat mencari jalan alternatif yg tidak macet dan mendekati arena. Sekira pukul 02.00 kita sampe di tujuan. Mulailah perjalanan dini hari dinulai, 3 KM menurut map, kata Sahabatku yang habis isya tadi menjadi narasumber acara Direktorat PD Pontren di Surabaya.

Sahabatku yg menganggap NU sudah seperti “agama”, berkali-kali menyampaikan dan menyakinkan langkah kaki kita, “Hanya ingin diaku sebagai santri Hadlrotusy Syaikh Hasyim Asy’ari kita harus kuat terus jalan, “pek”. Begitu katanya, sapaan akrab kita. Lalu, aku timpali, rasanya memang begitu “pek”. Ini hanya terjadi 100 tahun sekali.” Untuk saling beri semangat dan kekuatan, kita saling kelakar. Salah satunya, ternyata godaan di tengah jalan ini luar biasa. Bayangkan, ketika suara gelegar dzikir terdengar sejak di parkiran, orang-orang sudah bilang, jalan sudah penuh, ga bisa dilewati, udah di sini saja: ga cape, bisa ngopi, ngemi. Itu kita dengar hampir di setiap belokan yang ada layar besarnya.

Setiap melihat layar besar itu, jelas terpampang wajah para kyai yg sedang berdzikir dan tetiba dawuh: Ijazah dzikir Syaikhona akan segera dimulai, tolong ikuti bersama. Rasanya ingin berhenti sejenak duduk khusyuk utk mengikuti dawuh Lora Azaim saat itu. Tetapi, lagi-lagi Sahabatku yg seakan menjadi penunjuk jalan itu bilang, jalan saja “pek”, sebelum tertutup sama sekali jalan ke pusat acara. Akhirnya sambil menyusuri jalan setapak di tengah kerumunan massa nahdliyyin yg ingin berkah raksasa masyayikh NU, kita jawab, “Qobiltu”, usai ijazah disampaikan.

Dalam hati berkecamuk, apakah mengikuti ijazah kubro sambil jalan itu maqbul atau tidak. Yang pasti, sedapat mungkin kita ikuti urutannya sambil tahan nafas. Hebatnya kita berdua tidak merasa lelah sama sekali. Jalan terus, tiada henti. Mungkin yg memberi semangat kita, selain ingin diakui sbg santri Mbah Hasyim juga karena begitu banyak deretan jamaah nahdliyyin memadati dan penuhi jalan raya menjadi lautan manusia. Tidak jarang kita jumpai mereka tertidur di tengah jalan. Akhirnya, sekira pukul 02.50 kita sampai di depan GOR Delta yg juga sudah dikerumuni nahdliyyin utk masuk pintu gerbang. Alhamdulillah. Semoga ijazah kubro sambil jalan ini terterima dan dapat diamalkan. So, semoga kita berdua diaku menjadi santri Hadlrotusy Syaikh Mbah Hasyim Asy’ari. Amiin

Komentar