Alfin Miftahul Khoiri*
Anda pasti familiar dengan Iklan permen relaxa di televisi? Kalau belum, coba saya jelaskan sedikit saja. Dalam iklan tersebut digambarkan seorang laki-laki yang mengunyah permen relaxa, tanpa harus menunggu waktu yang lama tiba-tiba suasana menjadi dingin seketika. Sedingin salju. Hembusan nafasnya membuat perempuan yang berada di dekatnya kini hanya berjarak 5 cm saja. Sungguh iklan yang membuat orang yang melihat begitu bahagia bak mau berbuka puasa. Apalagi laki-laki. Tentu menjadi resep mujarab untuk menarik perhatian lawan jenisnya (mungkin). Bagi saya, fakta berkata sebaliknya.
Saat saya menempuh magister di Semarang. Tidak terhitung berapa kali bolak-balik Jateng-Jatim dengan menaiki bus. Bus Sinar Mandiri dan Indonesia adalah salah satunya. Menaiki keduanya, Anda akan merasakan sensasi yang sama dengan Sugeng Rahayu (eks Sumber Kencono). Bak naik Roller Coster di Dufan. Kurang lebih rasanya seperti itu. Mak tratap. Meski kita lebih sering beristighfar saat berada di dalamnya.
Menurut saya, senyum relaxa adalah senyuman termanis yang kita lihat. Entah dari laki-laki atau perempuan. Kebetulan saat di Bus, ada perempuan cantik yang duduk tepat di belakang kursi saya. Saat itu bus dalam perjalanan ke Semarang. Karena akhir pekan, bus sesak dengan penumpang. Ditambah banyaknya warga Pantura (Rembang, Pati, Kudus, Demak) yang bekerja di Semarang. Bus serasa milik keluarga besar yang lagi mau piknik. Ramai.
Jam menunjukan pukul 05.00 WIB pagi. Bus yang kami tumpangi baru sampai di Sayung. Kecamatan terakhir sebelum sampai di Semarang. Masih masuk wilayah Demak. Karena masih letih, mata saya terasa berat untuk melek. Nyawapun terkumpul baru sepertiganya. Sudah menjadi kebiasaan, jika menaiki bus saya pasti duduk di dekat jendela. Entah kenapa, saat terbangun saya mencium aroma non-surgawi menusuk hidung. Nyawa yang baru sepertiga tadi mendadak full charged. Saya tiba-tiba tidak mengantuk sama sekali. Aroma itu masih saja menempel di hidung bak kena Alteco.
Setelah ditelusuri, aromanya berasal dari arah belakang saya. Berhembus pelan menelusuri kaca bus hingga terhirup oleh hidung. Karena posisi kepala saya yang menempel di kaca bus saat tidur tadi membuat hembusannya terhirup sempurna. Sudah pasti dan tanpa ragu sama sekali, ternyata perempuan cantik yang duduk di belakang saya menguap, baru bangun tidur juga. Kita berdua menyapa matahari bersama tapi dengan udara yang berbeda.
Senyum dan Sedekah
Tidak berselang lama, bus sampai juga di Terboyo. Penumpang pun turun bergantian. Secara tidak sengaja, saya melihat perempuan tadi tersenyum. Akan tetapi maknanya bagi saya berbeda. Tidak semanis di awal. Entah sekarang rasanya jadi nano-nano. Cantiknya hilang diterpa udara pagi berganti bayangan semu. Senyuman memang membuat bahagia, tapi jika diikuti dengan bau tidak sedap. Ceritanya akan berbeda.
Sedekah paling ringan adalah senyuman. Seperti sabda Nabi:
عن أبي ذر، قال: قال رَسُولُ اللَّهِ : «تَبَسُّمُكَ في وَجْهِ أَخِيكَ صَدَقَةٌ
Senyumanmu ketika bertemu dengan saudaramu adalah sedekah (HR Ibnu Hibban).
Di bulan Ramadan, pahala kita dilipatgandakan. Tidak terkecuali dengan senyuman yang kita berikan kepada orang lain. Seyogyanya kita juga memperhatikan kebersihan mulut. Jangan sampai lawan bicara kita tiba-tiba menjauh karena aroma non-surgawi itu. Idealnya, setelah santap sahur kita langsung menggosok gigi. Jangan lebih dari waktu itu karena menggosok gigi saat berpuasa hukumnya berbeda-beda menurut para ulama.
Pertama, hukumnya mubah. Dasarnya adalah sabda Nabi Muhamad saw: “Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.” (HR. Bukhori dan Muslim). Kita dianjurkan untuk selalu bersiwak (mengosok gigi), sebagaimana yang kita ketahui bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Jadi, tidak ada salahnya kita concern kepada kebersihan mulut.
Kedua, hukumnya makruh. Beberapa ulama lain mengatakan bahwa menggosok gigi saat puasa itu makruh atau sebaiknya dihindari. Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menjelaskan bahwa: “Hal yang makruh dalam puasa ada tiga belas. Salah satunya bersiwak setelah dhuhur,” (Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtadi’in, cetakan Al-Maarif, halaman 195). Bukan tanpa sebab, kemungkinan terburuk dari menggosok gigi adalah adanya sisa air yang menempel di rongga mulut. Jika tertelan, maka puasa kita otomatis batal.
Saat berpuasa, kita harus lebih mawas diri. Kendala non-teknis seperti yang saya sebutkan di atas tadi jangan sampai terjadi. Semoga puasa kali ini, kita bisa menyiapkan segala sesuatunya dengan maksimal. Baik lahiriah maupun bathiniah. Selamat berpuasa di hari kedua Ramadan. Mari kita jalani dengan senyuman.
*Dosen Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Surakarta