Muhasabah Kebangsaan:

Saya baru dapat kabar dari teman dan baca di medsos bahwa upacara Odalan (peringatan) Maha Lingga Padma Buana, di dusun Mangir Lor, Desa Mangir, Kec. Pajangan, Kab Bantul terpaksa dihentikan pkl 15.57 kemarin (12 November 2019) karena desakan beberapa orang warga. Polisi dari polsek pajangan meminta agar upacara tidak dilanjutkan meskipun Ida Begawan Manuaba baru tiba. Gerombolan yang mendesak pembubaran upacara tersebut beralasan bahwa acara tersebut dilakukan di rumah, bukan di tempat ibadah dan belum ada izin.

Saya melihat alasan ini mengada-ada dan memcerminkan sikap arogansi mayoritas. UU no. 9 tahum 1998 tentang Kemerdekaan Memyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 10 ayat 4 secara tegas menyebutkan bahwa pelaksanaan kegiatan keagamaan pada dasarnya tidak memerlukan pemberitahuan kepada pihak kepolisian. Ini artinya juga tidak perlu ada izin dari kepolisian. Dengan demikian, pembubaran upacara Odalan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan alasan tidak ada izin jelas mengada-ada.

Memang ada aturan yang melarang penggunaan tempat tanpa izin pemilik, sebagimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (“Perppu 51/1960”). Pasal 2 Perppu 51/1960 menerangkan bahwa: “Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah”. Pasal ini menyiratkan penggunaan tanah (lokasi/tempat) untuk pelaksanaan kegiatan harus seizin yang punya tanah (tempat). Ini artinya izin perlu didapatkan dari yang punya tempat, bukan dari kepolisian. Jika kegiatan tersebut dilakukan di rumah dan yang penya rumah mengizinkan maka sebenarnya tidak ada alasan untuk membubarkan kegiatan tersebut.

Alasan bahwa kegiatan tersebut dilakukan tidak di tempat ibadah merupakan cermin arogansi kelompok. Ada dua alasan yang mendasari hal ini. Pertama, kegiatan tersebut bukan ritual agama, tetapi lebih merupakan tradisi keagamaan untuk mendoakan para leluhur, keselamatan dan kesejahteraan nusa dan bangsa. Dalam Islam, kegiatan ini setara dengan peringatan maulid, yasinan, tahlil atau istighotsah. Bukan ritual formal seperti sholat atau haji. Sebagai upacara tradisi yang bukan merupakan ritual formal maka sudah semestinya bisa dilakukan dimana saja, tidak harus di tempat ibadah.

Kedua, jika ritual ibadah agama harus dilakukan di tempat ibadah, maka umat Islam yang shalat di rumah, di kantor, pertokoan dan tempat lain mestinya juga dilarang dan harus dibubarkan. Karena tempat-tempat tersebut bukan tempat ibadah. Semua umat Islam hanya boleh sholat dan beribadah di masjid dan musala yang menjadi tempat ibadah umat Islam. Tapi ternyata umat Islam bebas beribadah di mana saja, bahkan sampai di jalanan dan lapangan Monas yang sebenarnya bukan tempat ibadah.

Melihat kenyataan ini, jelas para pelaku pembubaran upacara Odalan adalah orang-orang yang perpikiran picik, sempit dan arogan. Mereka tidak konsisten atas argumen yang diucapkan sendiri karena mereka tidak membubarkan umat Islam yang beribadah bukan di tempat ibadah. Merasa diri sebagai mayoritas yang memiliki kekuatan kemudian menggunakan kekuatan tersebut intuk menindas sesamanya. Sikap seperti ini jelas membahayan bagi eksistensi dan kedaulatan NKRI yang beragam karena bisa memancing perpecahan dan merusak kedamaian.

Tidak ada salahnya setiap pemeluk agama berusaha menjaga dan melindungi keimanan saudara seagama. Tetapi jika hal itu dilakukan dengan cara-cara seperti ini maka justru menimbulkan kontra produktif karena bisa memancing kemadaratan yang lebih besar. Alih-alih bisa menujukkan kebesaran dan kehebatan agama yang diyakini, yang terjadi justru memperkuat stigma negatif agama yang dipeluk sang pelaku.

Menurut saya, cara terbaik menjaga dan melindungi iman saudara seagama adalah dengan meningkatkan kualitas diri, menciptakan kesejahteraan, kemakmuran dan kecerdasan. Menunjukkan prestasi yang bisa dibanggakan dan akhlak mulia yang bisa menarik simpati semua orang. Dengan cara ini maka kualitas iman seseorang akan lebih mudah terjaga. Bukankah Nabi sudah bersabda: “Kemiskinan mendekatkan pada kekufuran (kadzal faqru an yakuunal kufra), bukan bersekusi dan arogansi.

Saya membayangkan jika kelompok yang membubarkan upacara Odalan ini tidak melakukan tindakan tersebut, tapi justru mempersilahkan pelaku upacara melakukan kegiatan secara bebas, damai. Bisa menciptakan suasana yang kondusif dengan sikap yang ramah dan berakhlakul karimah, maka saya yakin akan bisa menarik simpati semua orang. Dan agama orang tersebut akan semakin dipandang mulia oleh orang lain.

Kasus pembubaran upacara Odolan di Mangir, Pajangan, Bantul bisa disebut sebagai tragedi kebudayaan dan kemanusiaan. Tragegi Odalan adalah bukti nyata bahayanya beragama hanya bermodal semangat tanpa akal dan nalar, memgabaikan rasa dan kearifan. Beragama seperti ini bisa membuat manusia menjadi pemarah, arogan, penuh prasangka dan mudah curiga pada kompok lain yang berbeda. Jika sudah demikian, mereka tidak segan menista sesama manusia.

Menghadapi tragedi Odolan, negara harus hadir dan bersikap tegas. Jika tidak, maka kelompok arogan yang merasa besar, kuat dan mau menang sendiri ini akan semakin ngelunjak. Sedah terlalu lama orang-orang yang menjadi korban arogansi bersabar dan mengalah. Mereka dilarang beribadah di rumah atau di tempat lain yang bukan tempat ibadah tapi setiap hari mereka menyaksikan orang lain bisa beribadah di mana saja. Mereka diharuskan beribadah di tempat ibadah, tapi sangat sulit mendirikan tempat ibadah. Jika negara tidak bersikap tegas dan kesabaran orang-orang yang merasa terzalimi mencapai ambang batas, maka negeri ini akan terjebak pada konflik horizontal yang sulit dipadamkan.

Melihat kejadian ini, saya jadi teringat Sysiphus yang terus menaikkan batu ke atas bukit meski setelah sampai di atas batu itu kembali menggelinding ke bawah namun kembali dia menaikkan ke atas. Begitu sererusnya. Setiap saat orang-orang tulus di negeri ini berusaha merajut keutuhan bangsa, namun selalu saja ada yang berusaha merobeknya kembali sebagaimana yang terjadi dalam tragedi Odolan. Saya berempati pada orang-orang yang terus berusaha merajut keutuhan bangsa dan berdoa agar mereka diberi kekuatan dan kesabaran karena terlalu banyak orang bodoh yang terus merusaha merobek dan merusak rajutan bangsa ini.*

Komentar