Aris Widodo*

Kemarin sore, saat mengantar si kecil untuk bermain, sambil menunggu aku gunakan untuk melihat-lihat ayat-ayat Tuhan yg tertulis di hape. “Kebetulan” mataku tertuju ke ayat 74 surat al-Baqarah. Ayat ini bertutur tentang hati yg mengeras seperti batu

ثم قست قلوبكم من بعد ذلك فهي كالحجارة، أو أشد قسوة.

Tentang batu itu, sebetulnya, aku berkesempatan untuk bertanya kepada dua orang yg aku temui. Pertama, beberapa waktu lalu, dalam travel dari Ponorogo ke Tosuro, “kebetulan” aku bareng mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta Yogyakarta, asal Semarang, jurusan Geologi, yg baru saja merampungkan penelitian lapangan di sebuah Wilayah di Ponorogo.

Kedua, setelah aku selesai baca-baca ayat Tuhan tersebut kemarin, aku diajak ngobrol seorang bapak, yg dulunya kuliah di IKIP Malang, jurusan geografi. Sayangnya, aku baru kepikiran, kenapa tidak bertanya tentang jenis-jenis batu dalam geo-grafi-logi. Yg jelas, pertemuanku dengan dua orang itu aku pahami sebagai isyarat bagiku utk nulis status tentang batu, yg disebut dalam al-Qur’an itu:

Di ayat itu, orang yg hatinya mengeras seperti batu itu disindir dengan ungkapan, bahkan batu pun ada yg memancarkan sungai yg mengalir (وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار), dan ada pula batu yg terbelah sehingga mengeluarkan air (وإن منها لما يشقق، فيخرج منه الماء). Maka, mengapa hati yg seharusnya lembut itu tdk bisa mengeluarkan “air”?

Di sini, aku sedikit memahami, mengapa dalam kitab-kitab tasawuf, misalnya al-Futuhat al-Rabbaniyyah, disebutkan, mengapa kalo berzikir itu “seolah-olah” dipukulkan, sehingga “kalimah musyarrafah” (yg baik-baik) itu bisa merasuk dalam hati. Ibaratnya, zikir adalah “tongkat Musa” untuk memukul “kerasnya hati yg mem-batu” (فقلنا اضرب بعصاك الحجر، فانفجرت منه اثنتا عشرة عينا).

Jika zikir tersebut berhasil “memukul” kerasnya hati kita yg mem-batu, maka insya-Allah akan mengalir mata-air kearifan (منبع الحكمة), sebagaimana diungkapkan oleh ayat (وأن لواستقاموا على الطريقة، لأسقيناهم ماء غدقا).

Mudah-mudahan, berbagai kegiatan kebaikan (zikir, shalat tarawih) di bulan Suci ini, bisa “memukul” kerasnya hati, dan mengalir daripadanya, mata-air kearifan hidup. []

Komentar