Islam yang dibawa Baginda Rasulullah Saw mengedepankan sikap santun. Rasulullah pun sangat diterima masyarakat pada saat itu karena sifat dan sikap santun beliau. Istilah santun sendiri dapat dimaknai dengan berkata lemah lembut dan bertingkah laku halus dan baik. Pengertian ini jika dikaitkan dengan Islam, maka setiap orang yang memeluk agama Islam adalah orang yang perkataan lemah lembut dan tingkah lakunya halus dan baik, tidak lemah gemulai. Dalam hal ini santun mencakup dua hal, yakni santun dalam ucapan dan santun dalam tingkah laku. Saat bersikap santun kepada orang lain, maka orang lain akan menghargai dan merasa nyaman dengan kehadiran kita. Lalu, bagaimana Islam memandang sifat santun?. Mari kita merujuk kepada dua sumber ajaran Islam tentang sikap mulia ini.

Dalam banyak ayat, Allah menjelaskan bagaimana kita harus bertutur kata lemah lembut/santun kepada siapapun, khususnya santun dalam berbicara. Perintah berbicara santun ini diuraikan dalam berbagai bentuk komunikasi, misalnya qaulan karima yakni menyampaikan pesan mulia dan berharga (Qs. al-Isra ayat 23), qaulan sadida yakni menyampaikan pesan yang benar dan tepat sesuai kondisi riil (Qs. al-Nisa ayat 9), qaulan ma’rufa yakni menyampaikan pesan yang baik dan tidak kasar (Qs. an-Nisa ayat 8), qaulan layyina yakni menyampaikan pesan yang lemah lembut tapi tidak lemah gemulai (Qs. Taha ayat 44), qaulan maisura  yakni menyampaikan pesan yang pantas (Qs. al-Isra ayat 11), qaulan tsaqila yakni menyampaiakn pesan berbobot dan penuh makna (Qs. al-Muzammil ayat 5), dan qaulan baligha yakni menyampaikan pesan yang berpengaruh dan membekas pada jiwa (Qs. al-Nisa ayat 63).  Semua bentuk komunikasi yang digambarkan al-Qur’an ini merujuk pada satu sifat dan sikap yakni santun dalam perkataan dan tingkah laku.

Santun dalam perkataan dan tingkah laku ini dapat diterapkan zaman sekarang dalam berdakwah, sebab dasar dari dakwah adalah santun. Dalam keseharian seringkali kita tidak dapat mengendalikan otak saat melihat berbagai kemungkaran dan fenomena ini seringkali berbuah kekerasan (radikal), nah santun ini harus menjadi alternatif sebagai dasar dakwah. Sehingga dakwah yang dilakukan diterima tanpa ada perlawanan, hal ini selaras dengan firman Tuhan, “Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” (QS Ali Imran ayat 159)

Rasulullah memberikan contoh sikap ini dalam kata (qaul) dan perbuatan (fi’il). Dalam konteks kata (qaul)/sabda, beliau pernah menyampaikan, “sesungguhnya dalam dirimu ada dua sikap yang dicintai Allah, yakni sifat santun dan malu.” (Hr. Ibnu Majah). Dalam konteks perbuatan, sudah jelas dapat kita rujuk apa yang dikatakan oleh Aisyah bahwa akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an. Pesan Rasulullah Saw ini menjadi motivasi untuk selalu berbuat baik dengan menunjukkan bahwa naluri dalam setiap diri kita ada potensi sifat/sikap santun dan malu. Jika mampu menerapkan potensi ini maka kemuliaan itu akan selalu hadir dalam derap langkah kehidupan, sebaliknya jika tidak mampu memaksimalkan dua potensi ini maka kehinaan akan menjadi haknya. Karena itu, sikap dan sifat santun sangat dibutuhkan, tidak saja memperkenalkan Islam yang santun, lebih jauh untuk mewujudkan hubungan harmonis dan virus kedamaian di muka bumi ini. Wa Allahu A’lam Bisshowab.

 

Komentar