“People can bear to be poor, but people can not bear to be treated unjustly” Dr. Margaret Chan.
Apa yang disampaikan Dr Chan, mantan Direktur Jenderal WHO di atas kira-kira artinya begini “Rakyat akan mampu bertahan (walau harus hidup) dalam kondisi miskin, tetapi rakyat tidak akan mampu bertahan (akan berontak) apabila diperlakukan tidak adil”. Statement Dr Chan ini kayaknya tepat menggambarkan situasi yang terjadi di Amerika Serikat saat ini (akhir Mei 2020).
Dalam masa pandemic Covid 19 ini, di USA, sudah lebih dari 100.000 orang meninggal karena virus corona, jutaan orang kehilangan pekerjaan dan pengangguran semakin membengkak, banyak bisnis yang kolaps, dan kondisi ekonomi menurun drastis menuju resisi. Namun demikian, masyarakat masih mencoba bertahan dan bersabar untuk menunggu situasi ‘pulih’ kembali. Akan tetapi, ketika terjadi suatu peristiwa yang dipersepsi oleh publik sebagai suatu tindakan kesewenang-wenangan dan ketidakadilan, maka situasipun menjadi berubah, masyarakat marah, demonstrasi terjadi di mana-mana, bahkan kemarahan itu dilampiaskan dengan pembakaran gedung-gedung dan penjarahan.
Peristiwa itu dipicu oleh oleh ditangkapnya George Floyd oleh polisi, dan perlakuan polisi yang berlebihan menyebabkan kematian Floyd. Hal itu tampak dalam video yang diunggah warga yang sempat merekam kejadian itu. Kebetulan Floyd adalah warga Afro-Amerika yang berkulit hitam, sedangkan polisi yang terlibat penangkapan itu berkulit putih. Meski akhirnya semua polisi yang terlibat itu dipecat dari kesatuannya, tapi mereka dibiarkan bebas dan tidak atau belum ditahan. Inilah yang memicu perasaan ketidakadilan itu, sehingga melahirkan demonstrasi di berbagai tempat di USA itu.
Memang ada kesan bahwa presiden USA saat ini, Donald Trump, adalah seorang yang ‘rasialis’. Selain dia itu anti imigran, dia juga terkesan lebih ‘mengutamakan’ warga kulit putih. Lebih-lebih dalam kasus Covid 19 ini, diinformasikan bahwa warga yang meninggal kebetulan lebih banyak warga yang berkulit hitam. Ini sebenarnya lebih menggambarkan bahwa warga miskin lebih rentan terhadap serangan virus corona ini, dan mayoritas warga miskin Amerika itu adalah mereka yang berkulit hitam.
Peristiwa kematian Floyd itu hanya pemantik saja. Tampaknya sudah ada masalah akut yang dirasakan oleh masyarakat Amerika. Ada persolan rasialisme, kesenjangan yang menganga antara miskin dan kaya, pengangguran yang bertambah, adanya ketidakpuasan terhadap pemerintah dalam mengatasi pandemic covid 19, dan ditambah oleh dilukainya rasa keadilan masyarakat oleh cara pemerintah dalam menangani kasus Floyd itu. Inilah yang saat ini memicu terjadinya kerusuhan di negara adidaya itu.
Hal ini harus menjadi pelajaran bagi kita bangsa Indonesia. Mungkin kita tidak memiliki masalah serius berkaitan dengan rasialisme itu. Kalau toh ada, tidak sebesar dan sekompleks yang ada di Amerika. Akan tetapi, kita memiliki masalah kesenjangan yang cukup serius, dan hal ini sangat berbahaya kalau diiringi atau dibarengi oleh perasaan ketidakadilan masyarakat. Kita juga sedang menghadapi pandemi corona yang kalau tidak hati-hati mengelolanya akan menimbulkan masalah sosial baru. Maka, meski kita belum sepenuhnya sejahtera, jangan sekali-kali melukai rasa keadilan masyarakat itu. Amerika saja yang masyarakatnya lebih sejahtera, ketika rasa keadilannya terlukai, mereka bisa marah dan bahkan destruktif. Apalagi suatu masyarakat yang kondisinya belum sejahtera, apabila rasa keadilan mereka dilukai, maka yang akan terjadi adalah chaos dan ‘ketidakpuasan’ publik. Inilah yang harus kita hindari.