Di tengah gentingnya suasana akibat penyebaran wabah Corona, berbagai wilayah di Indonesia menetapkan status Kondisi Luar Biasa (KLB). Di Solo kondisi luar biasa ini ditetapkan selama dua minggu terhitung sejak tanggal 15 maret 2020 hingga tanggal 29 Maret 2020. Sedangkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan KLB nasional diperpanjang hingga 29 mei 2020. Menyikapi hal tersebut pemerintah pun bertindak cepat dengan mengeluarkan kebijakan social distancing dan karantina mandiri, larangan mudik hingga isolasi diri vagi ODP.

Pasca dipublikasikannya kebijakan ini, keresahan semakin menyeruak di masyarakat. Panic buying, anxiety, dan stres mewarnai sebagian besar masyarakat kita yang tidak siap menghadapi situasi ini. Merebaknya wabah ini bukan hanya menyerang fisik biologis seseorang, tetapi juga menyerang kondisi psikisnya.

Bagi mahasiswa, kondisi ini tentu memunculkan konflik psikis tersendiri. Di beberapa perguruan tinggi kuliah online yang semula dijadwalkan akan berlangsung selama 2 minggu akhirnya diperpanjang hingga akhir semester membuat mahasiswa kelabakan. Mereka terpaksa tidak dapat pergi ke kampus dan harus melaksanakan kuliah online di rumah masing-masing. Tak hanya itu, seminar proposal/munaqosyah pun harus online dan wisuda ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan.

Dua pekan sudah kuliah online berlangsung, termasuk di IAIN Surakarta. Perkuliahan online dilakukan melalui beberapa aplikasi seperti Google Classroom, WhatsApp, E-learning, Zoom, dan lain sebagainya.

Bagi sebagian mahasiswa mungkin kuliah online dinilai menyenangkan karena mereka tidak perlu lagi bangun pagi dan berangkat ke kampus. Cukup kuliah menatap layar sambil rebahan atau makan mie instan, begitu kira-kira.

Namun bagi sebagian besar mahasiswa kebijakan kuliah online justru menuai masalah baru. Bagaimana tidak? Di tengah proses adaptasi dengan social distancing dan upaya coping stress menghadapi pemberitaan terkait Corona yang kian menambah kecemasan mereka harus melakukan kuliah online.

Kehadiran kuliah online saya rasa belum sepenuhnya efektif. Mengapa demikian? Kuliah online seharusnya dapat dilaksanakan dengan menyenangkan tetapi faktanya kuliah online malah memicu stres pada mahasiswa.

Belum usai mahasiswa mengatasi anxiety atau kecemasan menghadapi wabah Corona merekapun dijejali dengan setumpuk tugas dari dosen yang dinilai sangat memberatkan. Alih-alih membantu menjaga kesehatan mental mahasiswanya beberapa dosen justru meningkatkan stresor pada mahasiswa. Bahkan beberapa dosen yang kurang aktif mengajar di kelas begitu kuliah online langsung membebani mahasiswa dengan lebih dari satu tugas. Saya kira hal ini kurang bijak dilakukan dalam suasana yang kurang kondusif seperti sekarang.

Serap aspirasi online pun gencar disuarakan melalui ormawa dari tingkat prodi hingga institut sebagai bentuk upaya mahasiswa yang dapat mengevaluasi keberlangsungan kuliah online.

Bagaimanapun juga tuntutan akademik hendaknya mampu disesuaikan dengan keadaan saat ini. Dosen pun seharusnya berusaha untuk mencari cara bagaimana dapat memahamkan mahasiswa terkait materi yang diampunya dengan cara yang kreatif dan mudah dicerna bukan sekedar memindahkan tulisan dari PPT ke kolom diskusi. Saya kira mahasiswa akan lebih antusias bila kuliah online diperbanyak dengan diskusi ringan tentang fenomena terupdate dan dikaji dengan materi kuliah yang dipelajari.

Tidak hanya melulu dengan PPT, perkuliahan dapat menggunakan media lain seperti Youtube, podcast, atau media lain yang dapat memantik antusiasme mahasiswa. Semoga satu semester ke depan perkuliahan online menjadi lebih menyenangkan dan mahasiswa tidak lagi merasa tertekan.

Komentar