KH. Darmawi Acil merupakan putra pertama dari Acil, sedangkan adiknya bernama Ahmad Khairin. Acil merupakan keturunan Banjar Kalimantan Selatan yang berhijrah ke Indragiri menggunakan kapal “Pankobuan”. Beliau ini masih memiliki hubungan darah dengan keluarga Indal, keluarga Banjar yang mula-mula bermigrasi ke Indragiri.

KH. Darmawi Acil dilahirkan di Mumpa, sebuah desa yang berada di tepian sungai Indragiri. Beliau lahir pada tanggal 3 Agustus 1943 M / 1 Sya’ban 1362 H. Masa kecilnya dihabiskan di Mumpa. Di tempat ini ia belajar agama kepada Tuan Guru Syekh Abdul Fattah bin Abdul Rasyid al-Banjari. Pelajaran agama yang diterima dari gurunya ini berupa dasar-dasar ilmu alat dan dasar-dasar ibadah.

Ada banyak murid-murid Syekh Fattah Mumpa yang melanjutkan Pendidikan, terutama ke Madrasah Nurul Iman Jambi. Karena madrasah ini sangat terkenal ketika itu, dan diyakini memiliki kekeramatan dan nilai historis. Pengajar-pengajar di Nurul Iman ada yang berasal dari Mekkah, Mesir, Yaman dan tentu juga dari Jambi. KH. Darmawi Acil dan sahabatnya Drs. H. Mukhtar Awang belajar di Madrasah ini dari tingkat Tsanawiyah hingga tamat Aliyah dalam rentang waktu 1960-1970-an.

Selain di Pesantren Nurul Iman, beliau sempat pula masuk di Fakultas Syariah, persiapan IAIN di Tembilahan, lokasinya tepat di sekitar Gedung Madrasah Sa’adah el-Islamiyah sekarang. Di tempat ini ia sempat belajar kepada KH. Abdul Hamid Sulaiman dan Sulaiman Uras, sayangnya pendidikan ini tidak sampai selesai beliau tempuh sebagaimana sehabat dekatnya Drs. H. Mukhtar Awang dan H. Maslan AS, B.A.

Setelah selesai belajar di Nurul Iman, sekitar tahun 1970-an KH. Darmawi Acil kembali ke Mumpa. Di tahun yang sama beliau menikah untuk pertama kalinya dengan Halimatussa’diyah. Pernikahan ini dikarunia tiga orang anak, H. Khairuddin, Hardawani, dan Muhammad Khaidir. H. Khairuddin bekerja di kantor Kementerian Agama Indragiri Hilir, sementara kedua adiknya Hardawani meninggal ketika berusia 6 bulan dan M. Khaidir meninggal ketika berusia 2 tahun. Istri pertamanya ini meninggal karena mengidap penyakit asma pada tahun 1973.

Tahun 1975, KH. Darmawi Acil pindah ke Tembilahan dan menikah untuk kedua kalinya dengan Zulaikha. Pernikahan ini dianugerahi enam orang anak: 1). Muhammad Yamin, Guru PNS di MTsN Tembilahan; 2). Muhammad Khaidir, Satpol PP; 3). Helmiyah, guru PNS di SMA 1 Rokan Hilir; 4). Mardiyah, developer di Pekanbaru, 5). Ruslaini, Guru PNS di MAN Tembilahan, dan 6). Muhammad Rifani, sedang studi S2 di UIN Suska Pekanbaru.

KH. Darmawi Acil pernah melaksanakan ibadah haji sebanyak dua kali. Pertama sebagai TPHD pada tahun 1998 dan kedua secara mandiri pada tahun 2000. Ia diamanahi sebagai Plt Kapala KUA Enok, kemudian staff KUA Kuala Enok, terakhir sekitar tahun 1984 beliau menjabat sebagai Kasubsi Urais di Kantor Departemen Agama Indragiri Hilir hingga pensiun. Beliau juga berkiprah di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Indragiri Hilir sebagai anggota di bidang Fatwa.

KH. Darmawi Acil juga aktif mengisi pengajian akidah dan fiqih di rumahnya dan di beberapa masjid di Tembilahan. Pengajian yang berlangsung dirumahnya yang beralamat di Jl. Hasan Ghani diberi nama Majelis Taklim Al-Zikra. Beberapa kitab yang pernah beliau ajarkan antara lain kitab Fathul Mu’in karya Imam Zainuddin al-Malibari, Al-Azkar karya Imam al-Nawawi, dan karya-karya Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari seperti Asrar al-Shalah untuk kajian di kalangan awam.

Di bidang Pendidikan, KH. Darmawi Acil menjadi salah satu dari empat muassis atau Kyai Pendiri Pondok Pesantren Al-Baqiyattussa’diyah Parit 6 Tembilahan. Tiga Kyai lainnya adalah KH. Abdul Muis Kurnain, almarhum KH. Sa’dullah Hudhari, dan KH. Rusli Kurnain. Mirip dalam pemberian nama, pesantren ini berafiliasi dengan Pondok Pesantren Al-Baqiyatushshalihat Kuala Tungkal Jambi yang didirikan oleh KH. Muhammad Ali Wahhab. Begitu pula dengan Majelis Taklim al-Hidayah dan memiliki hubungan dengan Tarekat Qadariyah wa Naqsyabandiyah (TQN).

KH. Darmawi Acil selalu menganjurkan agar anak-anak dan keturunannya untuk menuntut ilmu agama di pesantren. Beliau memiliki prinsip dan ketekunan di bidang agama, sehingga ia tidak terlibat politik praktis. Kendati demikian, suara dan nasehatnya selalu di dengar oleh berbagai lapisan masyarakat terutama di Depertemen Agama.

Di akhir usianya, KH. Darmawi Acil mengidap gejala stroke ringan sehingga pernah dirawat di rumah sakit dan dirawat di rumah. Beliau wafat pada pagi Jum’at pukul 06.00 pada tanggal 17 April 2015 M bersamaan 27 Jumadil Akhir 1436 H. Jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman Pondok Pesantren Al-Baqiyattussa’diyah Tembilahan berdampingan dengan makam KH. Sa’dullah Hudhari.

Komentar