Catatan Perjalanan Anjangsana Pancasila #8

 

Mengikuti anjangsana Pancasila BPIP, kami seperti mendatangi sumber mata air. Bertemu dengan komunitas seniman dan penggerak sosial yang aktif melakukan kegiatan menebar kebaikan; seperti menemukan sumber mata air  lecil yang mengalirkan air jernih untuk kehidupan. Air itu membasahi siapa saja dan apa saja sehingga tidak saja bisa menebar kesejukan tetapi juga menumbuhkan kehidupan. Pohon, hewan dan manusia bisa tumbuh dan berkembang dengan baik dan segar. Air tidak pernah membeda-bedakan atau memilih jenis tumbuhan, hewan dan manusia untuk dialiri. Dengan air jernih itu hewan, tumbuhan dan manusia seperti memiliki daya tahan yang kokoh untuk menghadapi serangan badai dan berbagai serangan penyakit.

Sebagaimana layaknya air yang bergerak atas inisiatifnya sendiri, para seniman ini juga bergerak atas inisiatif dan panggilan jiwanaya. Mereka tidak bergantung pada anggaran pemerintah, bantuan dermawan atau interes  popularitas. Tanpa bantuan dan perhatian publik, mereka tetap melakukan semua itu, sebagaimana air yang mengalir. Melalui seni, tradisi dan gerakan kebudayaan itulah masyarakat memiliki daya tahan untuk menangkal berbagai pengaruh ideologi dan budaya lain yang akan merusak dan menghancurkan tatanan sosial masyarakat yang sudah berjalan dengan baik dan nyaman. Dengan kata lain seni dan tradisi di sini bisa menjadi benteng ideologi Pancasila yang telah hidup di masyarakat.

Sayangnya sumber mata air itu masih kecil sehingga hanya bisa mengairi sekitarnya. Saya menbayangkan jika sumber mata air ini dikelola dan dikembangkan dengan baik maka airnya akan bisa mengalir lebih jauh, sehingga akan lebih banyak masyarakat yang bisa memanfaatkannya. Praktek hidup berkesenian dan menjalankan tradisi yang dilakukan para seniman dan penggerak sosial ini jika dikembangkan secara sistematis dan terstruktur oleh para pemangku kepentingan, terutama pemerintah, maka manfaat dan dampaknya akan semakin terasakan secara lebih luas.

Mereka memang tidak tergantung pada anggaran, dana dan perhatian negara, tetapi bukan berarti mereka menolak bantuan atau mengabaikan peran negara. Mereka siap bermitra dengan siapa saja dan menerima bantuan dari mana saja sejauh tidak bertentangan dengan idealisme dan visi yang mereka bangun. Jika para pemangku kepentingan khususnya pemerintah bisa membantu mereka memperkuat gerakan dan memperluas jangkauan sosialisasi maka dengan sendirinya benteng ideologi yang  kokoh akan semakin banyak tertanam di hati dan jiwa masyarakat.

Ada beberapa langkah dan kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk membuat sumber mata air ini bisa bermanfaat lebih luas. Pertama, memfasilitasi pembentukan jejaring antar komunitas agar bisa saling memperkuat antara satu dengan lainnya. Ibaranya pemerintah membuat bendungan yang bisa menapung berbagai sumber mata air. Dengan demikian mata air kebudayaan yang kecil-kecil itu bisa menjadi kekuatan besar seperti bendungan, sehingga akan semakin banyak lahan yang bisa diairi dan semakin banyak masyarakat yang bisa memanfaatkannya. Artinya pemerintah perlu mengkonsolidasikan seluruh komunitas yang telah aktif bergerak memperkuat ideologi kebangsaan agar bisa menjadi kekuatan yang utuh dan solid.

Kedua, pemerintah memfasilitasi terjadinya aplifikasi dan penyebaran informasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan komunitas-komunitas tersebut. Melalui cara ini, praktek baik kehidupan yang dilakukan oleh komunitas melalui berbagai kegiatan seni, budaya dan gerakan sosial yang sarat dengan nilai-nilai Pancasila itu akan diketahui dan diikuti publik.  Sebenarnya apa yang dilakukan oleh komuntas seni dan penggerak sosial ini sangat menarik. Hal ini dibuktikan dengan dukungan masyarakat yang mengerti gerakan tersebut. Setiap orang merasa tergerak hatinya untuk membantu ketika mengetahuai gerakan yang dilakukan oleh komunitas tersebut. Sayangnya orang yang mengetahui masih sedikit dan terbatas pada lingkungan yang di sekitar komunitas saja. Ini terjadi karena minimnya sosialisasi. Oleh karenanya jika pemerintah membantu mengangkat dan menginformasikan kegiatan dan gerakan tersebut ke publik secara massif dan sistematis, sehingga makin banyak masyarakat yang mengetahui,  maka akan semakin banyak orang yang tertarik dan membantu kegiatan tersebut. Dengan demikian kerja kebudayaan menanamkan nilai-nilai Pancasila akan semakin mudah dan cepat dilakukan.

Ketiga, memberikan bantuan  teknis, non teknis dan material yang bisa meningkatkan kapasitas komunitas. Ibaratnya memperbesar kapasitas sumber mata air agar airnya makin melimpah, sehingga makin banyak bisa mengairi lingkungan. Bantuan teknis adalah meningkatan keterampilan pada para pengelola dan penggerak komunitas misanya memberi pelatihan pengelolaan IT, manajemen kelembagaan dan pertunjukan atau workshop berkesenian. Hal seperti ini sangat diperlukan untuk komunitas seni yang ada di Magelang dan kampung Seruni Wonosobo.

Bantuan non teknis adalah membuka jaringan dan akses yang bisa memperkuat dan menambah modal sosial komunitas. Misalnya Rumah Pancasila di Semarang, komunitas Bhinneka dan pecinta Merah Putih di Solo akan berkembang dengan cepat jika pemerintah membukakan akses jaringan kepada mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan menciptakan beberapa event-event strategis yang bisa menjadi momentum mereka untuk melakukan gerakan, seperti festival, perayaan hari besar agama dan nasional dan sejenisnya. Momen-momen itu bisa menjadi ruang ekspresi dan medan perjumpaan warga yang bisa menumbukan jejaring untuk bisa saling memperkuat di antara mereka.

Saya membayangkan, kalau pemerintah melalui ororitas yang dimiliki bisa membangun balai budaya di Desa Buntu maka potensi kultural yang sarat dengan nilai-nilai toleransi dan solidaritas akan semakin mudah tergali dan tertanam di kalangan generasi muda. Untuk melakukan hal itu, sebenarnya tidak harus menggunakan APBN/ABPBD, pemerintah bisa menggunakan kewenangannya untuk mengarahkan dana CSR atau dana swasta lainnya. Jika pemerintah bisa memfasilitasi pembukaan akses dan jaringan maka hal-hal seperti ini akan bisa dilakukan.

Akan lebih menarik jika diselenggrakan festival toleransi beragama di Wonosobo yang ditempatkan di desa Buntu. Hal ini sangat  mungkin dilakukan karena sumber daya kultural, sosial dan manusia sudah sangat tersedia. Festival ini akan menjadi jendela Indonesia untuk menunjukkan kehidupan beragama yang harmonis dan toleran kepada masyrakat dunia. Jika ditangani serius, festival ini akan bisa menarik perhatian dunia, karena akan menjadi satu-satunya festival yang bernuansa religi sehingga akan menjadi momentum penggalangan gerakan perdamaian dunia berbasis religi sekaligus media pendidikan sikap toleransi kepada umat beragama di dunia. Event akan menimbulkan dampak ikutan (luty flayer effect) yang luas, terutama di bidang pariwisata yang bisa meningkatkan ekonomi rakyat.

Keempat, melakukan langkah debirokratisasi terhadap gerakan kebudayaan yang dilakukan masyarkat. Secara faktual terlihat, berbagai komunitas tersebut bisa hidup, bergerak dan eksis meski tanpa bantuan dan fasilitas dari pemerintah atau campur tangan birokrasi negara. Menurut pengalaman mereka, sistem birokrasi justru membuat mereka ribet dan terhambat, hingga akhirnya mereka enggan berurusan dengan persoalan adminstrasi birokrasi. Bagi mereka adminstrasi harus bisa mendorong dan mempermudah kerja kebudayaan. Sebagaimana dijelaskan di atas, banyak penggerak seni budaya tradisional yang tidak bisa mengakses bantuan pemerintah, baik dalam bentuk dana, peralatan maupun infrastruktur,  karena tidak bisa memenusi persyaratan administratif yang ditentukan beirokrasi. Dalam konteks inilah kebijakan debirokratisasi perlu dilakukan pemerintah sebagai upaya fasilitasi dan pembinaan yang bisa mempercepat gerak dan memperluas dampak dari kerja kebudayaan yang telah mereka lakukan.

Akhirnya, dari data-data ini kita bisa melihat bahwa sebenarnya masyarakat memiliki sistem pertahanan  diri (self defence mechanism) secara kultural untuk melawan berbagai tekanan ideologi dan budaya. Pemerintah tinggal mendorong dan memfasilitasi dengan berbagai kebijakan dan tindakan advokatif agar sistem pertahanan kultural itu menjadi semakin kuat dan menyebar kemasyarakat secara lebih luas dan lebih cepat. (Tamat..) ****

 

 

 

Komentar