“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Q.S.Al Baqarah : 183). Kalam indah dari Al-Quran yang merujuk kepada bulan suci yang dinanti-nantikan umat Islam. Momen satu bulan yang sangat spesial dan harus diistimewakan bagi setiap muslim.
Sudah berapa kali Ramadan bertemu dalam hidup kita? Sudah seberapa sering kita mengucap hal yang sama setiap tahunnya? Setiap ia mulai menunjukkan hilalnya, selalu saja muncul ekspektasi yang sama bukan? Harapan yang kuat untuk merubah diri menuju kebaikan yang dilipatgandakan, serta keinginan yang lebih dari sebuah angan.
Mungkin sebagian orang beranggapan bahwasannya Ramadan merupakan ajang untuk berlomba-lomba menabung amal, tetapi juga ada yang berasumsi sebagai suntikan riya’ kepada masyarakat agar dipandang saleh oleh sebagian orang. Namun, berbanding terbalik dengan seorang pecundang yang selalu mengulang-ulang keinginan setiap tahunnya. “Kali ini timbunan amal akan menjulang! Semangat ibadah berlari lebih kencang! Ribuan ayat suci terlantun teratur sebulan! Bismillah Ramadan!” ucapku penuh tekad yang kuat demi menyambut bulan suci Ramadan.
Namun, puluhan rotasi hari pun berlalu seiring berdentingnya waktu. Dan nyatanya semua menjadi halusinasi. Kalau diingat-ingat lucu, diri ini payahnya tidak berubah dari dulu. Berharap bisa mendapatkan titik terang tapi hasilnya selalu saja kelam. Rasanya memang benar-benar pecundang.
Tapi, memangnya kenapa kalau jadi pecundang? Meskipun puluhan kali tekad yang kubuat banyak, tetapi nyatanya realita suka membuat hari-hariku sesak. Terkadang malah kepleset lagi ke lubang maksiat, hari ini khilaf besoknya tobat. Meskipun begitu, diri ini tidak pernah putus harap. Terus bangkit walaupun dengan amal yang sedikit.
Mungkin sekarang belum mampu bersaing dengan orang saleh dalam hal taat. Namun mari, mati-matian bersaing dengan pendosa dalam bertobat. Bersabar demi proses yang nantinya akan menuai tangan keberhasilan itu akan lebih mengasah kemampuan intrinsik kita.
Semoga Allah memberi hidayah untuk kuat dalam taat. Mungkin saja besok, lusa, bulan depan, atau bahkan tahun depan. Entahlah kapan pun itu, permohonan ampunan tak akan pernah berhenti dilantunkan. Memang bukan malaikat yang terang benderang. Namun tunggu dan ingat, pecundang yang tak pernah angkat tangan!
*Pemuatan tulisan ini merupakan kerja sama antara UKM LPM Dinamika dengan media islamsantun.org.
Utari Refina Nur Hidayah, Mahasiswi prodi Pendidikan Agama Islam UIN Raden Mas Said Surakarta