Islamsantun.org – Terdengar secara tiba-tiba. Tidak ada angin, tidak hujan. Tapi semuanya terjadi. Gatak sebagai kecamatan paling aman dan tertib di antara kecamatan lainnya, di Kabupaten Sukoharjo, selama ini, kini tercemar oleh satu orang teroris.
Dia adalah seorang penjual soto di Dusun Sanggrahan Desa Makamhaji. Kecamatan Kartasura. Kabupaten Sukoharjo. Berinisial P (50), ditangkap Densus 88 Kamis, 1 Desember 2022. Bapak ini menetap di Makamhaji, Sukoharjo.
P ini hari-harinya beraktivitas seperti kehidupan orang pada umumnya. Salat berjemaah di masjid dan sebagainya. Namun yang cukup mencolok perbedaannya dengan orang lain, dia kurang dan bahkan jarang bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
Sukoharjo Kota Teroris?
Di Sukoharjo, kajadian terorisme memang bukan hanya sekali. Bahkan banyak orang mengklaim, bahwa Sukoharjo dianggap kota teroris. Untuk klaim ini, banyak orang tidak terima. Tapi itu adalah fakta antropologisnya.
Banyak kajadian-kejadian terorisme terjadi di Sukoharjo. Bahkan orang-orangnya terlihat dari Sukoharjo itu sendiri.
Misalnya, sebuah bom pernah diledakkan di depan Pos Polisi Simpang Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Senin (4/6/2019) malam. Ternyata bom tersebut dibuat dan diledakkan oleh seorang pemuda muslim Sukoharjo.
Pemuda Teroris
Anehnya, kebanyakan yang terpapar terorisme di Sukoharjo adalah pemuda. Pemuda-pemuda ini seperti bahan empuk untuk dijadikan sebagai tumbal amaliah. Itu dilakukan terkadang hanya demi mempertontonkan bahwa teroris atau organisasi terorisme masih eksis dan ada.
Seperti contoh pemuda Sukoharjo ini. Bernama Rofik Asharuddin. Ia pernah meledakkan bom pada pukul 22.30 WIB. Ia hanya lulusan MAN dan berjualan gorengan. Rofik adalah lulusan dari MAN 2 Surakarta yang berada di Jalan Slamet Riyadi, Sriwedari.
Namun seperti kebanyakan dari masyarakat Sukoharjo, Rofik ini adalah sosok yang sopan dan tenang. Dia pria kelahiran 1997, dan bukanlah anak nakal. Rofik hanya cenderung pendiam. Sayangnya, diam-diam dia terpapar paham Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Bahkan dia menjadi pelaku bom bunuh diri.
Kasus lain, pada Jumat (2/12/2022), ada empat terduga teroris dan merupakan warga Sukoharjo. Di antaranya, teroris pertama berinisial M (49), warga Desa Parangjoro, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Dia adalah buruh serabutan dan makelar motor. Dia juga dikenal kerap menjadi Takmir Masid Al-Hidayah.
Teroris kedua DU (47), warga Laweyan, Kota Solo, yang berdomisili di Ngruki, RT01/RW16, Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Mulyadi Mulya Kusuma, dikenal warga sebagai pedagang buah di Kawasan Desa Gentan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.
Teroris ketiga adalah PH (51), warga Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. PH ini dikenal sebagai penjual soto di kawasan Stasiun Gawok, Kecamatan Gatak, Sukoharjo. Dan teroris keempat adalah warga Desa Toriyo, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo berinisial P (43). P dikenal bekerja serabutan.
Sukoharjo Bukan Kota Teroris
Artinya, seseorang yang rajin beribadah secara tertib, bukan jaminan menjadi orang yang moderat dan saleh. Sama halnya dengan orang atau keluarga yang tahan secara ekonomi, bukan tidak mungkin menjadi seorang radikal. Termasuk pula orang pintar secara agama dan ilmu pengetahuan.
Buktinya banyak di antara mereka yang bahkan malah menjadi otak dan inisioator radikalisme dan terorisme, yang paling mematikan.
Ini yang barangkali harus terus kita pikirkan. Saya kira, bukan karena agama dan ekonomi juga yang menjadi alasan menjadi teroris. Bukan pula letak geografis yang menjadikan seseorang menjadi terorisme.
Maka itu, Sukoharjo bukanlah kota teroris. Dan saya kira itulah yang perlu dan harus kita sepakati bersama bahwa Sukoharjo bukan pabrik teroris. Melainkan hanya ada beberapa oknum dan organisasi yang berkecambah di dalam bidang aktivitas terorisme di kota ini.
Dari contoh-contoh di atas, kita bisa klaim bahwa memang Sukoharjo bukanlah kota teroris. Seperti yang diklaim banyak orang. Itu.