Tak banyak yang tahu mengenai kesenian yang satu ini. Apalagi kesenian bercorak Islami yang bernama Sintung ini cuma ada di Desa Tambaagung, Kecamatan Ambunten. Kesenian ini sampai sekarang diperkirakan telah memasuki generasi ke-8 atau 9.
“Konon, kesenian Sintung ini berasal dari Asia Tengah, yaitu semenanjung Arabia. Kesenian ini dibawa oleh para pedagang Gujarat (India), bersamaan dengan misi mereka yaitu menyebarkan agama Islam. Dari arah Sumatera, tepatnya Aceh, perjalanan kesenian ini terus menuju ke arah timur pulau Jawa, dan akhirnya sampai ke dataran pulau Madura,” kata Lilik Rosida Irmawati, penulis tentang kesenian ini yang dibukukan dengan judul “Berkenalan dengan Kesenian Tradisi Madura”.
Menurut Lilik, kesenian ini diperkirakan setua pesantren di kampung Parongpong, Kecamatan Rubaru. Pesantren ini diperkirakan berdiri sekitar abad XVIII. Di pesantren Parongpong, Kecamatan Rubaru inilah kesenian Sintung diajarkan kepada para santri. Diantara para santri tersebut ada yang berasal dari Desa Tambaagung Barat, yang secara kebetulan mempunyai hubungan kekerabatan.
“Dan dari generasi ke generasi, kesenian Sintung ini diajarkan dan dilestarikan. Adapun K. Ridwan dan K. Talibin, adalah penata gerak (kreografer) yang paling terkenal pada jamannya, beliau berdua yang meletakkan dasar-dasar tari pada kesenian Sintung. Kesenian ini cepat mendapat respon dari masyarakat, karena banyak membawa pesan-pesan yang Islami, ” imbuh isteri Budayawan Syaf Anton ini.
Lilik menjelaskan, kata Sintung merupakan akronim dari rangkaian kata “wang-awang sintung”, “wang-awang” mempunyai arti “mengangkat kaki”, dan kata “sin” berasal dari bahasa Arab, berarti bergembira ria. Sedangkan tung, merupakan kepanjangan dari kata settung (satu).
Secara gamblang dapat diartikan bahwa Sintung adalah refleksi jiwa, ungkapan kegembiraan yang diekspresikan dengan cara mengangkat kaki, bergembira ria sambil melompat-lompat disertai pembacaan shalawat dan barzanji. Gerak tarian dan nyanyian (shalawat dan barzanji) tersebut, hanya ditujukan pada satu Dzat yang menguasai alam semesta, yaitu Sang Khaliq, Sang Maha Pencipta dan Sang Maha Kuasa.
“Lirik dalam Syair Sintung ini sangat sulit diterjemahkan, karena hampir semua kata mengandung unsur bunyi, seperti, Tanaka tapi ashala fi arbani bishudhadi qadazam sufi abra sihata tanakalu. Salatun wataslimun, waasha tahayyadi, alaman alaila hurobbus sama salam (4 kali). Lailatul iknii lailatul ikni (2 kali) ilmu dhawam, waufin lana Allah Allah ya sayyadi (2 kali) ilmu dhawam. Sadayung kembang malati, sukarang diruang-ruang (2 kali). Dari hulu berjanji mati, sukarang diruang-ruang (2 kali). Wang wailung bae janji mati, sukarang diruang-ruang (2 kali). Ahyat dunya dul dawang aladdawang (2 kali). Maulana (4 kali) dawam, ya nabi Muhammad al-Ibnu Abdillah. Dan seterusnya, ” tutup Lilik.
Selengkapnya baca di sini I