“مَنْ لَّمْ يَتَفَقَّهْ فِيْ مَقَاصِدِ الشَّرِيْعَةِ فَهِمَهَا عَلَى غَيْرِ وَجْهِهَا” (الإمام أبو إسحق إبراهيم الشاطبي، الإعتصام)

 

“Barang siapa yang tidak memperdalam pemahaman dalam Maqāshid asy-Syarī’ah, maka ia akan memahami syari’at tidak sesuai dengan wajahnya.” (Imam Abu Ishaq Ibrahim asy-Syathibi, al-I’tisham)

Maqāshid asy-Syarī’ah, maksud atau tujuan di balik setiap ketentuan syari’at, merupakan tema yang sangat menarik untuk dikaji, melintasi batas-batas ruang dan waktu. Dengan mengkaji Maqāshid asy-Syarī’ah, teks-teks keagamaan yang terbatas (an-nushūsh ad-dīniyyah al-mutanāhiyah) akan mampu terus hidup dan berdialektika dengan problematika kekinian yang terus berkembang dan tidak terbatas (al-waqāi’ allā mutanāhiyah). Karena mengkaji teks dengan mengabaikan aspek Maqāshid, akan mengantarkan kepada stagnasi atau kejumudan yang besar dalam diskursus keilmuan Islam, sehingga akan semakin memperlebar jarak kesenjangan antara teks dengan konteks, sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh Maqāshid kontemporer Syekh Thāhir Ibn ‘Āsyūr dalam Kitabnya “Alaisa ash-Shubhu bi Qarīb”.

Menurut Syekh Ahmad ar-Raisūni di dalam Kitabnya “al-Bahts fī maqāshid asy-syarī’ah: nasy’atuhu wa tathawwuruhu wa mustaqbaluhu”, kajian mengenai Maqāshid asy-Syarī’ah telah dilakukan berabad-abad yang lalu oleh para ulama terdahulu, dan mengalami perkembangan besar dalam diskursus Ushūl Fiqh, melalui tiga tokoh utama, yaitu: Imām al-Harāmain al-Juwaini dengan konsep maslahat primer (dharūriyyāt), sekunder (hājiyyāt), dan tersiernya (tahsīniyyāt); kemudian Imam Abū Hāmid Muhammad al-Ghazālī melengkapinya dengan konsep lima maslahat primernya (adh-dharūriyyāt al-khams), yaitu: perlindungan terhadap agama (hifdz ad-dīn), jiwa (hifdz an-nafs), akal (hifdz al-‘aql), keturunan (hifdz an-nasl), dan harta (hifdz al-māl); kemudian Imam Abū Ishaq asy-Syāthibī menyempurnakan konsep Maqāshid asy-Syarī’ah dan meletakkan dasar-dasarnya di dalam Kitabnya “al-Muwāfaqāt”.

Kajian tentang Maqāshid asy-Syarī’ah di era kontemporer semakin berkembang, dengan munculnya para tokoh Maqāshid, seperti: Syekh Muhammad Thāhir Ibn ‘Āsyūr, Syekh ‘Allāl al-Fāsī, Syekh Ahmad ar-Raisūnī, Professor Jasser Auda, Syekh Nūruddīn Mukhtār al-Khādimī dan lain-lain. Kemudian Maqāshid asy-Syarī’ah sebagai pendekatan pun merambah ke dalam berbagai bidang keilmuan lain, salah satunya masuk dalam diskursus Ilmu Tafsir Al-Qur’an.

Salah satu tokoh Indonesia yang menggunakan Maqāshid asy-Syarī’ah sebagai pendekatan dalam kajian Ilmu Tafsir adalah Profesor Abdul Mustaqim, Guru Besar Ulumul Qur’an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pengasuh Pondok Pesantren LSQ (Lingkar Studi Al-Qur’an) Ar-Rohmah Bantul Yogyakarta. Prof Mustaqim menyebut kajian Tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan Maqāshid asy-Syarī’ah ini dengan istilah Tafsīr Maqāshidī, yang kemudian istilah tersebut dijadikan nama Kitab beliau yaitu “at-Tafsīr al-Maqāshidī: al-Qadhāyā al-Mu’āshirah fī Dhau’i al-Qur’ān wa as-Sunnah an-Nabawiyyah”.

Kitab at-Tafsīr al-Maqāshidī merupakan buku pegangan kajian tafsir tematik kontemporer, yang menggunakan Maqāshid asy-Syarī’ah sebagai filsafat tafsir (as philosophy), sebagai metodologi tafsir (as methodology), dan sebagai produk tafsir (as a product). Kitab ini muncul sebagai jawaban dan solusi atas munculnya beragam problem yang lahir dari dua arus besar pemikiran Islam, baik dari golongan tekstualis-skriptualis yang sangat menuhankan teks (ya’budūn an-nushūsh) dan mengabaikan konteks, maupun dari golongan liberalis-substansialis yang seolah-olah melakukan desakralisasi terhadap teks (yu’aththilūn an-nushūsh) dan sangat menuhankan akal. Maka jalan moderasi atau Wasathī lah yang dipilih, dimana teks sebagai wahyu Ilahi tetap dihormati, namun dengan tidak terjebak dalam belenggu harfiyyah teks. Di sisi yang lain, substansi daripada teks yang terkandung dalam Maqāshid asy-Syarī’ah selalu terus digali dan dikaji, sebagai upaya kontekstualisasi agar teks selalu relevan dalam setiap ruang dan waktu, shālihun likulli zamān wa makān.

Secara metodologis, Kitab at-Tafsīr al-Maqāshidī mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabawiyyah dengan menggunakan pendekatan Maqāshid asy-Syarī’ah secara tematik, sesuai dengan persoalan-persoalan kontemporer yang sering terjadi. Adapun tema-tema yang dikaji dalam kitab ini, antara lain tentang: moderasi Islam dalam hal akidah, ibadah dan mu’amalah (wasathiyyat al-islām fi al-‘aqīdah wa al-‘ibādah wa al-mu’āmalah), pentingnya amar makruf nahi mungkar dengan tanpa kekerasan (ahammiyyat al-amr bi al-ma’rūf wa an-nahy ‘an al-munkar bidūn al-‘unf), persoalan kepemimpinan perempuan (qadhiyyat imāmah al-mar’ah), bermuamalah dengan orang non muslim dan bersikap toleran terhadap mereka (al-mu’āmalah ma’a ghair al-muslimīn wa at-tasāmuh ma’ahum), peduli terhadap lingkungan dan upaya merawat dari kerusakan (al-mu’āmalah ma’a al-bī’ah wa ri’āyatihā ‘an al-fasād), pakaian perempuan: khimar, jilbab, niqab (libās al-mar’ah: al-khimār wa al-jilbāb wa an-niqāb), fenomena hoax (dhāhirāt asy-syāi’āt wa intisyār al-akhbār al-kādzibah), dan persoalan-persoalan kekinian lain yang sering diperdebatkan.

Kitab at-Tafsīr al-Maqāshidī ini meskipun dengan ketebalan hanya 114 halaman, namun padat isi dan substansi. Utamanya, dalam kajian Tafsir kontemporer dengan menggunakan pendekatan Maqāshid asy-Syarī’ah. Sehingga kitab ini patut dijadikan pegangan kajian Tafsir kontemporer, yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangan Islam moderat atau wasathī di Indonesia.

 

Informasi Buku

Penulis              : Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim

Judul Buku        : At-Tafsīr al-Maqāshidī al-Qadhāyā al-Muā’shirah fi Dhauil Qurān wa as-Sunnah an-Nabawiyyah

Penerbit             : Idea Press, Yogyakarta

tahun Terbit       : 2019

ISBN                   : 878-979-8446-06-1

Komentar