“Jangan melampaui batas, jangan memicu perpecahan-perpecahan, atas nama apa pun, termasuk atas nama iman, takwa dan Islam. Mari tetap tenang dalam menjadi manusia, yang rendah, tawadhu’, dan fana. Biarkanlah Allah Swt sebagai Tuhan Yang Maha Esa kelak memutuskan sendiri dengan keadilanNya di antara kita semua” Begitulah salah satu kutipan dari buku yang berjudul Tuhan Itu ‘Maha Santai’ Maka Selowlah besutan Edi AH Iyubenu (hlm 12).
Buku yang ditulis oleh Pendiri sekaligus Mbaurekso Diva Press ini mengulik bagaimana kemahawelasasihan Allah Swt terhadap segala ciptaanNya. Dengan menampilkan beberapa ayat Alquran, betapa santainya Allah Swt memberi petunjuk dalam penyelesaian masalah umatNya. Apabila ditelaah lagi memang benar santai sekali Tuhan kita ini, bagaimana tidak, dengan kekuasaanNya bisa saja hanya dengan kun fayakun semua manusia di bumi ini menjadi beriman kepadaNya. Namun Allah Swt seperti men-setting secara sengaja perbedaan agama, suku, bangsa dan bahasa untuk mengetahui seberapa besar iman umatNya.
Berikut ini adalah penggalan ayat suci Al-Quran yang semakin mengkokohkan tema besar dalam buku ini seperti Surat Yunus ayat 99-100:
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Maka takkan beriman seseorang kecuali dengan izin Allah Swt. Dan Allah Swt menimpakan keburukan kepada orang-orang yang tak mempergunakan akalnya.”(hlm 8)
Surat Hud ayat 118:
“ Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia Swt akan menjadikan semua manusia umat yang satu” (hlm 8)
surat Al-Baqarah ayat 256:
“ Tidak ada paksaan dalam (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat” (hlm 8)
Surat Al- Kahfi ayat 29:
“ Katakanlah: ‘kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka siapa yang hendak beriman maka berimanlah dan siapa yang hendak kufur maka kufurlah…” dan masih ada beberapa ayat yang diberikan dalam buku ini. (hlm 8)
Dalam penyebaran syiarNya, Allah Swt mengutus Nabi dan menurunkan kitab-kitab suciNya. Mereka inilah yang mengemban tugas sebagai penakwil, penjelas dan sekaligus suri tauladan umat mereka. Rasulullah Saw misalnya dalam Alquran digambarkan sebagai Uswatun Hasanah. Dalam catatan sejarah dan keterangan para ulama pun Rasulullah juga digambarkan sebagai sosok yang ‘santai’ dalam berbagai penyelesaian masalah.
Edi AH Iyubenu juga memaparkan bagaimana sikap-sikap santun serta santainya Rasulullah Saw dalam penyebaran syiar agama Islam. Salah satu contohnya bagaimana Rasulullah Saw menyikapi kunjungan Bani Najran yang notabene adalah kalangan Nasrani. Rasulullah menjamin dan menjaga kenyamanan hidup mereka. Contoh lain adalah pembelaan Rasulullah Saw kepada seorang Arab badui yang kencing sembarangan di masjid Nabi Saw. Dokumen piagam Madinah juga menunjukkan betapa santun dan tolerannya Rasulullah terhadap perbedaan dalam masyarakat.
Edi dalam buku ini berhasil membahasakan ulang Islam rahmatan lil alamin dengan bahasa kekinian dengan contoh-contoh yang dekat dengan pembaca milenial. Dengan bahasanya yang ringan dan jenaka, para pembaca diajak untuk menyelami ajaran-ajaran Islam dengan penuh kasih sayang dan welas asih, anak muda sekarang sering menyebutnya Islam santuy.
Buku ini menjadi penting di tengah kebanyakan masyarakatyang memahami Tuhan secara kaku. Pemahaman tersebut berimplikasi pada sikap keseharian yang juga kaku. Orang lain yang berbeda berarti salah; orang lain yang memahami Alquraan dengan cara berbeda dianggap sesat; padahal jika mau membuka dan membaca khazanah keilmuan Islam, perbedaan sudah terjadi sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. Dan Rasulpun santai dalam menyikapi perbedaan para sahabat.
Bukankah di dalam ajaran Islam itu kita diajarkan untuk saling menghargai, saling menebarkan kebaikan dan toleransi? Tidak ada alasan bagi kita untuk bersikap merasa paling benar bersikap kasar terhadap orang lain yang berbeda pendapat bahkan termasuk umat agama lain, dengan seolah-olah kita lah yang maha benar kemudian menentukan sahih/ tidaknya iman dan amal orang lain. Kita ini bukan Nabi dan bukan juga wali, jadi masih bisa untuk dikritik dan dibedai pendapatnya.
Tuhan dengan kebesaranNya saja bersikap santai memberikan kebebasan kepada seluruh manusia untuk memilih ingin beriman ataupun ingin kufur kepadaNya. Sudah seharusnya kita juga bersikap ‘santai saja’ terhadap segala kemajemukan hidup ini.
Buku ini—menurut hemat saya—telah berhasil menggiring pembaca ke arah keberislaman yang santun, santai dan moderat, sehingga tidak kaget saat mendengarkan sesuatu yang berbeda.
Pengutipan hadist dan ayat-ayat suci Alquran semakin memperkokoh pandangan dalam buku ini bahwa ajaran Islam itu santai, yang membikin ruwet adalah oknum penganutnya. Agama meyakinkan kita bahwa tidak ada landasan teologis dan logis untuk mendorong diri bersikap keras dan kasar dalam seluruh aspek kehidupan.
Semua pemaparan dalam buku ini dibungkus sangat rapi dalam 180 halaman, dengan 24 pembahasan yang dikemas secara santai. Ditutup dengan cover yang seolah-olah menggambarkan dua posisi antara kaum santai dan kaum keras. Setiap pembahasan pun dikulik dengan santai dan contoh permasalahan yang dihadapi baik oleh Rasulullah, para sahabat dan maupun para ulama plus disertai penyelesaiannya, yang kemudian dikontekstualisasikan dengan kehidupan saat ini.
Dengan judul Tuhan Itu ‘Maha Santai’ Maka Selowlah, buku ini cukup menarik dan menggelitik membuat penasaran banyak orang sehingga ingin mengetahui apa sebenarnya yang dibahas pakEdi dalam buku ini. Membaca buku ini ditemani hisapan rokok dan kopi merupakan kombinasi yang pass, cocok dibaca saya dan kalian-kalian yang jiwa-jiwa selow. Terimakasih Pak Edi, sudah membuat buku secantik ini.
Keterangan Buku
Judul buku : Tuhan itu ‘Maha santai maka selowlah’
Penulis : Edi Ah Iyubenu
Penerbit : DIVA Press
Tahun terbit : 2019
Tebal : 180 Halaman 14×20 cm
ISBN : 978-602-391-789-1
santun+santai=santuy