Setiap akhir bulan Desember biasanya ada isu yang terus dimunculkan terkait boleh tidaknya seorang Muslim mengucapkan selamat Natal. Tentu saja beragam dalil dimunculkan baik oleh pihak pro maupun kontra. Perdebatan kita umat Islam selalu dalam dimensi itu sehingga melupakan substansi lain yang lebih penting. Bagaimana sebenarnya ajaran dan teladan Nabi Isa yang direkam dan ditulis dalam Alquran dan literatur-literatur Islam klasik.

Menjawab pertanyaan tersebut, Tarif Khalidi dalam bukunya The Muslim Jesus: Saying and Stories in Islamic Literature –yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia- memaparkan penjelasannya secara komprehensif. Dengan menyebut ‘Injil Muslim’, ia menghimpun narasi-narasi kisah kehidupan Nabi Isa yang tersebar dalam berbagai karya ulama tradisional dari abad 2-12 H/8—18 M.

Setidaknya ada tiga poin kelebihan buku ini sehingga layak dibaca bagi siapa pun yang ingin belajar dan mengikuti teladan Isa ibn Maryam. Pertama, buku ini berupaya merekonstruksi bagaimana sosok Isa dalam khazanah intelektual Islam. Ini penting untuk mengingatkan umat Islam sendiri bahwa Nabi Isa alaihissalam itu tidak hanya untuk umat Kristiani, tetapi juga inheren atau menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam itu sendiri.

Kedua, diskursif yang lebih mendalam, buku ini juga dapat menjadi pembanding untuk melihat bagaimana Isa/Yesus dinarasikan dalam tradisi Muslim dan Kristiani. Bukan untuk menyalahkan apalagi menegasikan keragaman, justru hal ini dapat menjadi kekayaan perspektif. Bahwa dari satu sosok yang sama, dua komunitas agama terbesar ini melihatnya secara beragam.

Ketiga, Tarif Khalidi juga terbuka dan secara jujur menampilkan rujukan-rujukannya yang diambil dari turats klasik. Seperti dari Kitab al-Zuhd wa al-Raqaiq Abdullah ibn al-Mubarak, Kitab al-Zuhd Imam Ahmad bin Hanbal, hingga Ihya ‘Ulum al-Din karya Imam al-Ghazali. Ini menandakan bahwa ulama-ulama terdahulu banyak belajar keteladanan dari Nabi Isa. Para ulama tidak mungkin dapat menuliskan nasihat-nasihat tersebut, tanpa belajar seputar perjalanan kehidupan Isa ibn Maryam.

Melihat dari karakteristik kitab-kitab yang menjadi rujukan, nampak jelas bahwa figur Nabi Isa dalam literatur klasik digambarkan sebagai seorang sufi nan zuhud dan tidak terpaut dengan dimensi material duniawi. Kehidupan Nabi Isa telah melampaui urusan dunia, menuju kematangan spiritual menyongsong kehidupan akhirat. Sebagaimana yang dinasihatkan oleh Nabi Isa yang dikutip oleh Tarif Khalidi berikut:

Yesus berkata kepada murid-muridnya, “Sungguh kukatakan kepadamu sekalian” -dan dia memang sering menggunakan kalimat ini- orang yang terlalu bersedih ketika ditimpa kesusahan adalah mereka yang begitu terpaut pada dunia ini.”

Dalam pernyataan tersebut, Nabi Isa mengajarkan kita untuk bersikap qana’ah dan tidak mencintai dunia (hubb al-dunya). Contoh lain ungkapan dari Nabi Isa alaihissalam misalnya:

Yesus bertemu dengan seseorang dan bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan?” “Aku sedang membaktikan diri kepada Tuhan,” jawab orang itu. Yesus bertanya lagi, “Lalu siapa yang akan mengurusmu?” “Saudaraku,” orang itu menjawab. Yesus berkata, “Saudaramu lebih taat kepada Tuhan ketimbang dirimu.”

Belajar dari nasihat tersebut, Nabi Isa menggarisbawahi bahwa ibadah sosial lebih utama dibanding waktu dihabiskan hanya untuk ibadah ritual. Maka yang perlu direnungkan adalah ibadah yang kita lakukan kepada Tuhan tetap harus didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, Tuhan tidak butuh pembelaan apalagi pertolongan dari kita. Tetapi, manusia yang lemah, terlantar dan terpinggirkan justru membutuhkan uluran tangan kita.

Dari sini dapat dilihat dimensi spiritual yang dibangun oleh Nabi Isa bukanlah sufi yang menyendiri dan tidak berinteraksi. Justru ia mengajarkan kita untuk keluar dari zona nyaman kita, membantu orang-orang yang selama ini terpinggirkan. Persis seperti apa yang diperjuangkan oleh almarhum Gus Dur yang haul-nya diperingati bulan ini.

Semangat ini yang perlu kita galakkan saat ini. Karenanya, alih-alih terjebak pada perdebatan teologis terkait boleh tidaknya mengucapkan selamat Natal. Lebih baik lagi, kita melangkah lebih jauh untuk meneladani Nabi Isa ‘alaihissalam.

Memang dalam konteks teologis, ada perbedaan mendasar antara umat Kristiani dan umat Islam dalam melihat sosok Isa Al-Masih, sebagai Tuhan ataukah sebagai manusia?. Meski demikian, dua komunitas agama ini juga sepakat bahwa Isa merupakan manusia teladan penuh kemuliaan.

Maka dari kesamaan ini, mari hadirkan sosok Isa yang penuh keteladanan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri kita. Di tengah keserakahan, ketamakan dan kesombongan modernitas, kita butuh spirit Isa ibn Maryam yang kelahirannya diperingati bulan ini. “Keselamatan dan kesejahteraan bagimu, Nabi Isa, saat engkau dilahirkan, diwafatkan, dan dibangkitkan kembali.

 

Informasi Buku

Judul                : The Muslim Jesus: Kisah dan Sabda Yesus dalam Literatur Islam

Penulis             : Tarif Khalidi

Penerbit          : Serambi

Penerjemah    : Iyoh S. Muniroh

Cetak               : 2005

Tebal               : 246 halaman

ISBN                 : 9 789793 335223

Komentar