Akhir tahun ini, saya membaca buku baru terbitan Mizan hampir 800an halaman berjudul “Muhammad Saw Teladan Sempurna Umat Manusia” karya Dr. Yasir Qadhi. Buku ini adaptasi dari ceramah sirahnya di channel Youtube yang mencapai ratusan episode sejak sekitar 12 tahun lalu. Kabarnya penontonnya sudah mencapai jutaan.
Yasir Qadhi dikenal sebagai pendakwah yang tinggal di Amerika Serikat. Ia merupakan alumni Universitas Islam Madinah dan Yale University.
Buku sirahnya yang versi bahasa Inggris sudah terjual lebih dari 50.000 eksemplar di seluruh dunia. Mizan menerjemahkan dan meluncurkan ke pasaran sejak bulan lalu. Tentu bersih dari typo.
Salah satu kelebihan buku ini, ia seringkali menghubungkan narasi suatu peristiwa dengan hikmah untuk kehidupan modern secara kontekstual. Misalnya, bagaimana relasi Muslim-Non Muslim pada saat hijrah ke Habasyah dijadikan pelajaran untuk konteks kehidupan minoritas Muslim modern. Ia juga akan memanjangkan cerita yang dirasakannya membawa hikmah dan efek dramatis bagi pembaca, sebaliknya memendekkan cerita yang sekadar berisi informasi.
Sejak awal, Yasir Qadhi sudah berterus terang bahwa ia hanya menggunakan sumber-sumber internal Islam, berupa Al-Quran, hadis sahih dan kitab sirah seperti Ibn Hisyam dan Ibn Ishaq. Karenanya, terasa sekali narasi sirahnya bertaburan ayat dan riwayat. Narasinya terkesan merangkai asbabun nuzul menjadi jalinan cerita. Teks riwayat menjadi sumber utamanya yang disusun secara kronologis. Apapun kata teks ayat dan riwayat yang dianggap sahih, ia akan terima, masuk akal ataupun tidak.
Bukti bahwa Yasir Qadhi menerima apa adanya teks riwayat adalah terlihat dari sejumlah peristiwa yang disebutnya sebagai keajaiban atau kemukjizatan. Yasir sendiri menyebut sirah sebagai mukjizat, bukan hanya Al-Qur’an. Misalnya, cerita nubuat masa depan yang diramalkan oleh Nabi yang terbukti terjadi seperti Suraqah yang kelak akan mengenakan gelang kisra dan benar terjadi pada masa Umar bin Khatab; dan ucapan Nabi akan menaklukkan Suriah, ternyata sepeninggal Nabi negeri pertama yang ditaklukkan adalah Suriah.
Selain itu, banyak pula cerita-cerita ajaib, seperti intensnya interaksi Nabi dengan sosok malaikat Jibril, baik dalam wujud makhluk bersayap maupun wujud manusia; turunnya 1000 malaikat saat perang Badar; wajah Qatadah yang tertembus panah pada perang Uhud, tiba-tiba sembuh setelah dicabut Nabi (hlm. 353); roti dalam periuk mampu melayani 1000 sahabat setelah didoakan dan diludahi Nabi saat perang Khandaq; Nabi mampu memecah batu besar dengan sekali pukulan (hlm. 404); sumur Hudaibiyah yang tiba-tiba menyembur mata air setelah dimasukkan air bekas kumur-kumur Nabi (hlm. 432), mata Ali sembuh setelah diludahi Nabi (hlm. 454) dan lain-lain.
Begitupun riwayat tentang mimpi sebagai sumber kebenaran cukup banyak didapatkan, seperti saat Nabi menerima wahyu; mimpi para sahabat saat menentukan isyarat untuk panggilan salat.
Karena Yasir menetapkan teks riwayat sebagai sumber utama, maka ia secara terus terang menentang pandangan kaum revisionis, misalnya tentang reinterpretasi usia Aisyah saat dinikahi Nabi jadi 18 tahun. Ia percaya riwayat bahwa Aisyah dinikahi saat usia 6 tahun dan berhubungan intim saat usia 9 tahun (hlm. 190). Sekali riwayat tetap riwayat.
Tidak sembarang riwayat yang ia terima. Beberapa riwayat yang tidak sahih ditolaknya, misalnya adanya sarang laba-laba dan sarang burung merpati di depan gua Tsur ditolaknya (hlm. 234) dan hadis gharaniq atau ayat-ayat setan dalam bahasa William Muir (hlm. 150). Yasir juga tidak mengutip cerita-cerita aneh yang mengiringi peristiwa Isra Miraj.
Namun, kadang Yasir juga tidak konsisten dalam menerima riwayat. Misalnya, tentang hadis wabah penyakit tidak akan pernah menjangkiti Madinah. Ia mengelak bahwa COVID-19 bukan wabah seperti dimaksudkan hadis itu (hlm. 245).
Karena riwayat sahih sebagai acuan, ia secara jujur menceritakan cerita apa adanya. Misalnya, Nabi mengeksekusi mati dua orang tawanan Badar yang dianggapnya sebagai musuh Allah, Uqbah bin Abi Mu’aith dan Nadhr bin Harits (hlm. 312); Nabi juga membenarkan pembunuhan Ka’ab bin Asyraf di rumahnya secara terencana oleh para sahabat (hlm. 330); membenarkan eksekusi mati atas semua laki-laki dewasa Bani Quraizhah yang dianggap berkhianat kecuali perempuan dan anak-anak (hlm. 422) dan sejumlah kisah pemaafan Nabi atas musuh-musuhnya. Ada juga cerita umpatan kasar Abu Bakar “Isap klitoris Lata” (umshush bazhr al-Lata) pada utusan Quraisy sebelum perjanjian Hudaibiyah (hlm. 435).
Karena itu, membaca buku ini akan sangat terasa narasi tradisionalisnya yang sangat dominan. Buku ini boleh jadi cocok bagi pembaca beriman yang mengagumi sosok Nabi yang dipenuhi kemukjizatan dan keajaiban. Tetapi, bagi pembaca kritis, narasi semacam ini menjadi kurang menonjolkan narasi historis yang menampilkan sisi kemanusiaan Nabi. Bila dibandingkan dengan buku sirah lain seperti karangan Husain Haikal, buku ini terasa banyak kehilangan sisi kemanusiaan sosok Nabi itu. Bahkan terasa kesenjangan, bila dibandingkan dengan membaca narasi sirah dengan pendekatan materialisme historis seperti pernah dilakukan Asghar Ali Engineer.
Yasir Qadhi juga boleh jadi banyak dipengaruhi ajaran Salafi dalam menuturkan sirah ini. Misalnya, sebagaimana pendapat Ibn Taimiyah, Nabi tidak melihat Allah secara langsung melainkan diliputi tabir; Nabi juga seumur hidupnya tidak pernah bersentuhan dengan perempuan yang bukan mahram (hlm. 224) terasa aroma Salafismenya di sini. Padahal terdapat pendapat berbeda yang disandarkan pada riwayat lain. Coba simak juga pernyataannya ini: “Kaum Muslim tidak percaya akan kesucian material bangunan Kabah, karena itu hanya sekadar batu bata dan tanah liat. Tetapi, kaum Muslim percaya akan kesucian lokasi tersebut. Lantai marmer, struktur tanah liat, atau kiswah sutra tidak mengandung nilai sakral dalam Islam” (hlm. 56).
Bagaimanapun membaca buku sirah itu penting. Ia tidak hanya menggambarkan sosok yang dikagumi, tetapi menyiratkan ragam posisi penulis sirah itu dalam menarasikan kisahnya. Walaupun sosok yang dikaguminya sama, tetapi karakter dan paham keagamaan para penulisnya berbeda-beda. Anda suka yang mana?