Catatan Perjalanan Roadshow Ki Ageng Ganjur ke Belanda dan Aljazair #8

Ada terobosan menarik yang dilakukan oleh Duta Besar RI untuk Aljazair, Ibu Dubes Safira “Rosa” Machrusah dalam mempererat hubungan Indonesia-Aljazair dan mempromosikan potensi ekonomi dan budaya Indonesia di kalangan masyarakat Aljazair. Yaitu dengan cara kultural yang sering dikenal dengan istilah diplomasi budaya. Melalui diplomasi budaya ini komunikasi menjadi lebih cair, akrab dan terbuka. Tidak seperti diplomasi formal  yang kadang terasa kaku dan berjarak.

Salah satu bentuk diplomasi budaya yang dilakukan bu Dubes Rosa adalah even Turnamen Pencak Silat “Safira Cup” yang diselenggarakan pada 20-21 September 2019. Turnamen yang menperebutkan piala Dubes RI untuk Aljazair ini diselenggarakan di GOR Harcha Hacene, Place de 1er Mei, Aljirr

Selain turnamen, pada event ini juga dilaksanakan eksebisi pencak silat dan pertandingan persahabatan antara pesilat Pagar Nusa Indonesia dengan pesilat Aljazair. Yang lebih menarik dalam turnamen ini juga dilaksanakan pentas musik Ki Ageng Ganjur, suatu perpaduan yang harmonis antara olah raga dan seni.

Even ini mendapat sambutan hangat dari publik Aljazair. Meski baru pertama kali diselenggarakan namun sudah ada 300an peserta yang ikut dalam turnamen ini. Ini menunjukkan tingginya animo masyarakat Aljazair terhadap olahraga bela diri khas Indonesia ini.

Menurut ketua federasi pencaksilat Aljazair, Lahcene Sekfane, pencak silat baru di kenal masyarakat Aljazair tiga tahun terakhir. Dan dalam waktu tiga tahun ini sudah berdiri federasi pencak silat Aljazair dan sudah memiliki cabang di 14 provinsi dengan jumlah anggota 3000an pesilat. Lahcene berharap melalui event turnamen yang baru pertama kali diselenggarakan ini bisa mengembangkan pencaksilat di Aljazair dan kawasan Afrika yang lain. Selama ini baru perguruan silat Tapak Suci yang ada di Aljazair, semoga dengan adanya turnamen ini ke depan akan banyak perguruan silat lain membuka perguruan di Aljazair.

Harapan yang sama juga datang dari pihak Kementrian Pemuda dan Olahraga Aljazair  yang diwakili oleh Mr. Amroni. Dalam sambutannya Mr. Amroni menyampaikan bahwa turnamen ini merupakan langkah baik untuk memperkenalkan pencak silat pada publik Aljazair dan bisa meningkatkan hubungan baik kedua negara. Sementara itu Chairman Martial Art of Aljazair, Tazibt Djamel menyampaikan bahwa pencak silat adalah olah raga yang unik karena merupakan penggabungan antara olah raga dan seni.

Sambutan hangat even turnamen pencaksilat “Safira Cup” ini tidak hanya dari para pejabat negara dan pengurus federasi tapi juga dari masyarakat Aljazair. Mereka datang berbondong bondong menyaksikan turnamen ini dengan membawa tambur dan darbuka (perkusi khas Aljazair) layaknya penonton sepak bola, untuk memberikan dukungan pada peserta yang sedang bertanding. Suasana stadion benar-benar meriah dan gaduh.

Menurut Dubes Rosa, even turnamen pencaksilat ini memang atas inisiasi Federasi Pencaksilat Aljazair. Karena merupakan apresiasi terhadap khazanah budaya Indonesia pihak KBRI segera merespons dengan memfasilitasi penyelenggaraan even tersebut. Selain menyelenggarakan turnamen, pihak KBRI juga mendatangkan pelatih, pengurus federasi  dan dewan juri dari Indonesia untuk memberikan coaching clinic kepada para juri dan pelatih pencaksilat Aljazair. Rombongan ini dipimpin langsung oleh Asdep Peningkatan Tenaga Keolahragaan Kemenpora, Herman Chaniago, didampingi Wakil Ketua Pagar Nusa Atho’illah (Gus Atho’)

Terobosan diplomasi budaya Dubes Rosa  tidak hanya melalui turnamen pencaksilat “Safira Cup”, tetapi juga even bisnis meeting “Forum d’Affaires Indonesie-Algerie” yang di selenggarakan di hotel Novotel Konstantin 19 September. Meski even bisnis, namun dikemas dengan sentuhan seni budaya melalui penampilan musik Ki Ageng Ganjur. Dengan cara ini suasana meeting menjadi lebih santai, rileks dan akrab. Sehingga pembicaraan bisnis bisa berjalan lebih terbuka dan penuh persahabatan.

Kegiatan lain yang menjadi bagian dari diplomasi budaya di Aljazair kali ini adalah pameran foto Konferensi Asia Afrika (KAA) di Univ. Emir Abdelkader, Konstantin tanggal 18-19 September. Dalam pameran ini ditampilkan 30 foto dokumen yang mencerminkan peran Indonesia dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Aljazair melalui forum KAA. Pameran ini cukup menarik perhatian mahasiswa dan dosen sehingga tercetus keinginan mendirikan pusat studi Indonesia, Soekarno dan Pancasila Centre di universitas tersebut, yang diungkapkan saat diskusi.

Apa yang terjadi mencerminkan bahwa kebudayaan dan seni bisa menjadi cara yang efektif dalam berdiplomasi. Karena seni lebih menyentuh rasa dan hati. Bravo Bu Dubes Rosa. (Bersambung)

Komentar