Abd. Halim*

Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah sedang bersama-sama sahabat. Tiba-tiba Rasulullah bertanya,

“Tahukah kalian orang-orang bangkrut itu?”

Lantas, para sahabat menjawab dengan polos, “Orang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tak punya uang dan harta benda, Rasulullah!”

Nabi kemudian meluruskan pandangan para sahabat dengan menyatakan, “Orang-orang bangkrut itu adalah umatku besok di hari kiamat ia membawa pahala shalat, pahala puasa dan zakat. Tetapi di saat bersamaan ia pernah mencaci orang ini, pernah menuduh orang itu, pernah memekan harta orang ini, pernah melukai ini, pernah memukul orang itu. Akhirnya, kebaikan-kebaikannya diberikan kepada orang yang disakitinya. Jika kebaikan itu habis dan masih ada yang minta pertanggungjawaban, maka dosa-dosa orang yang disakitinya itu akan ditimpakan padanya kemudian dia dilemparkan ke api neraka!”

Begitulah, gambaran orang yang bangkrut yang disampaikan oleh Rasulullah. Kisah ini mengajarkan kepada kita tentang betapa penting menjaga amal perbuatan kita dari tindakan-tindakan yang akan merusak amal ibadah kita. Kesalehan secara personal seperti shalat, puasa dan zakat itu sangat bagus dan besar pahalanya. Namun, ia bisa berkurang nilainya atau bahkan bisa tidak berarti sama sekali jika dibarengi dengan apa yang disebut oleh K.Husein Muhammad sebagai kezaliman sosial.

Kezaliman sosial adalah sikap atau tindakan berlebihan dan merampas hak-hak orang lain. Orang lain yang memiliki hak untuk hidup bahagia, kita gunjing sehingga ia tidak tenang. Orang lain memiliki hak untuk hidup damai, kita fitnah sehingga hidupnya diliputi kegaduhan. Itulah contoh-contoh kezaliman sosial. Apasaja yang merugikan orang lain adalah bentuk dari kezaliman sosial yang pasti akan dibalas. Bahkan, balasan zalim ini oleh Allah disegerakan balasan di dunia sebelum menerima balasan di akhirat nanti. Begitu kira-kira pesan dari hadis Nabi.

Memahami filosofi ibadah

Pada dasarnya, hampir semua ibadah yang kita lakukan itu selain memiliki nilai ibadah secara personal juga memiliki nilai sosial. Jika kita memahami, kita akan selamat dari melakukan hal-hal di luar batas yang merugikan orang lain. Ibadah shalat, misalnya, saat berjemaah. Ia mengajarkan kepada kita tentang persatuan dan persaudaraan yang diikat dalam keimanan. Dalam shalat berjamaah, ada banyak multiple effect yang ditimbulkan semisal saling bersalaman setalah shalat, bertegur sapa, dan yang lainnya.

Puasa selain melatih seseorang untuk mensucikan diri juga berfungsi mengontrol emosi saat berhadapan orang lain. Ia juga mengajarkan rasa empati dengan merasakan rasa lapar. Sedangkan zakat, juga sudah sangat jelas, yakni untuk membersihkan harta kita dari kotoran juga bermakna pentingnya berbagi kebahagiaan kepada orang lain.

Akhirnya, tulisan ini saya akhiri dengan pernyataan dari Syaikh Imam nawawi al-Bantani yang menyatakan, Inna jamî’a awâmirillâh tarji’u ila khaslatain. Al-ta’dzîm ilallâh wa al-syafaqati likhalqihî “Sejatinya, semua perintah Allah itu akan bermuara kepada dua hal. Yakni, pengagungan terhadap Allah Swt dan welas asih terhadap mahkluknya”

Komentar