al-Zastrouw*

Muhasabah Kebangsaan
(Catatan Perjalanan Ki Ageng Ganjur Ke Hongkong #6)

Ada puluhan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) di Hongkong. Berdasarkan catatan Labor and Walfare Brerau Hongkong, pada tahun 2019 ada sekitar 165an ribu TKI yang bekerja di Hongkong. Menurut Chief of Secretaries for Labor and Walfare Bereau, Law Chi-Kwong, selain mendapat gaji yang relatif tinggi, mereka juga mendapat hak yang sama dengan warga negara Hongkong. Para TKI memiliki waktu libur di hari Minggu, jam kerja yang jelas meskipun bekerja di sektor domestik, menjadi pembantu rumah tangga.

Jaminan kesamaan hak ini membuat para TKI memiliki waktu luang terutama di hari minggu. Kesempatan ini digunakan para TKI beraktifitas dalam berbagai organisasi/kelompok, mulai yang bersifat kedaerahan, hoby sampai organisasi keagamaan seperti majlis dzikir, shalawat dan pengajian.

Menurut penjelasan Mahmud ketua Persatuan Organisasi Muslim Indonesia Hongkong (POSMIH) ada ratusan organisasi Islam yang tergabung di Posmih. Data ini dperkuat oleh Icha aktifis NU Hongkong yang menyatakan bahwa ada sekitar 200an organisasi/kelompok pengajian san sholawat yang menjadi binaan PCI NU Hongkong. Biasanya mereka berkelompok sesuai kedaerahan, lokasi kerja atau komunitas seperti IMSA (Indonesia Muslim Student Assosiation) dan KMNU (Keluarga Mahasiswa NU) organisasi yang berbasis pelajar dan mahasiswa.

Hampir semua kelompok pengajian ini aktif melakukan kegiatan. Mereka aktif mendatangkan para ustadz, kyai dan muballigh dari Indonesia, khususnya Jakarta untuk berceramah mengisi pengajian. Biasanya mereka memanggil ustadz2 yang sudah terkenal yang sering muncul di TV. Ada juga usbtadz yang terkenal di derah, meski tidak pernah masuk TV. Ustadz yang seperti ini biasanya diundang atas rekomendasi komunitas daerah.

Banyaknya kelompok pengajian di Hongkong ini menjadi medan kontestasi dari para dai dengan berbagai latar pemahaman keagamaan. Paling tidak ada tiga corak aliran yang berkontestasi di Hongkong; pertama pemikiran yang bercorak fundamentalis-politis. Pemikiran ini bercorak radikal, intoleran dan politis. Biasanya disampaikan oleh para dai yang berafiliasi dengan gerakan Islam politik seperti HTI, Wahabi, Ikhwanul Muslim dan sejenisnya. Pada kelompok ini biasanya materi yang dibahas terkait dengan masalah politik dan ideologi. Disampaikan secara agitatif, ideologis dan doktriner meski kadang dikemas dalam bentuk dialog. Corak pemikiran kompok ini aangat eksklusif dan politis.

Kedua corak pemikiran puritan-simbolik-formal. Pemikiran ini berupaya melakukan pemurnian Islam dengan menentang praktek peribadatan yang dianggap bid’ah. Mendengungkan issu penerapan syariah secara formal dan penggunaan simbil-simbol Islam secara massif di ruang publik. Cenderung pada pemikiran Salafi/Wahabi namun tidak sekeras kelompok yang pertama. Meski agak lebih terbuka dari kelompok perrama, namun tetap saja eksklusif karena orientasinya yang simbolik-formal.

Ketiga, corak pemikiran kultural-moderat. Pada kelompok ini materi dakwah lebih menekankan pada aspek moral etik dan akhlak. Persoalan syariah benar-benar didudukkan pada upaya membangun kemaslahatan. Dengan demikian kelompok ini lebih mengedepankan nilai universal Islam dan subatansi ajaran Islam. Pendeknya corak pemikiran yang ketiga ini lebih berorientasi pada penerapan ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin dan makarimal ahlak. Dengan corak pemikiran yang seperti ini, maka kelompok ini lebih inklusif dan toleran

Ketiga corak pemikiran inilah yang sekarang melakukan kontestasi untuk menanamkan pengaruhnya dengan berusaha merebut simpati komunitas muslim Hongkong, khususnya kalangan TKI. Menurut informasi yang kami terima gerakan kelompok pertama dan kedua lebih agresif dan sistematis. Mereka memiliki perangkat yang kuat, baik aecara management, institusi, SDM, tehnologi sampai dukungan financial. Dengan dukungan sistem, jaringan dan financial yang kuat dan solid inilah mereka bisa membuat gerakan yang intens dan agresif

Agresifitas kelompok fundamentalis puritan yang menanamkan pola pikir eksklusif dan radikal ini bisa menimbulkan maraknya gerakan Islam eksklusif yang mengancam keberagaman. Jika kelompok kultural-moderat lemah dalam berkontestasi maka bukan tidak mungkin kegiatan pengajian di Hongkong akan menjadi ajang penyebaran dan ladang menyemai ideologi Islam fundamentamentalis-puritan yang eksklusif, intoleran dan radikal.

Meskipun pemerintah Hongkong sangat anti dengan faham keagamaan yang radikal, eksklusif dan intoleran namun bukan berarti bisa melarang gerakan kaum radikal dalam berkontestasi. Sistem politik liberal sekuler yang diterapkan di Hongkong memungkinkan semuat corak pemikiran keagamaan berkontestasi secara fair. Pemerintah baru bertindak jik ada tindakan yang nyata-nyata menggangu ketertiban umum dan mengancam kedaulatan negara.

Keberadaan kaum migran Muslim Hongkong merupakan ladang dakwah potensial, namun sekaligus juga medan kontestasi pemikiran keislaman dengan derajad kompetisi yang ketat dan sengit. Dalam bahasa anak gaul, berdakwah di Hongkong itu ngeri-ngeri sedap.

*Budayawan

Komentar