Hari ketiga (18 Juli 2019) program Professional Fellows on Demand on Religious Freedom and Interfaith Dialog (PFD-RFID) adalah sesi panel selected participants di George Washington University, Amerika Serikat.

Tema besar sesi panel ini adalah “Religious Tolerance 2.0; Combating Extremism and Promoting Religious Tolerance in the Digital World”. Nur Kafid, Wakil Direktur Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKPPN) IAIN Surakarta, mempresentasikan program Literasi Islam Santun dan Toleran (LISAN).

LISAN dilakukan dalam bentuk offline dan online dengan mendatangi anak muda di wilayah Soloraya dengan memberikan pelatihan dan bekal bagi mereka untuk mempromosikan nilai-nilai Islam santun di lingkungan mereka baik secara online maupun offline. Mereka dibekali literasi medsos dan kreatifitas membuat konten positif.

Program ini mendapat apresiasi yang bagus dari para peserta dan panelis lainnya, karena memang berbasiskan pada apa yang dibutuhkan oleh stake-holders, terutama yang menjadi trend anak muda sekarang. “Jadi modelnya sangat sesuai dengan apa digemari oleh generasi muda sekarang”, Ujar Fransiska Widyawati, peserta PFD-RFID dari Flores, Indonesia.

Sementara Paul Franz, iDeas Lab, CSIS, Washington D.C. memberikan penekanan pada pentingnya kreatifitas dalam menyampaikan pesan, terutama kepada masyarakat atau kelompok masyarakat di era digital. “Jika pesan Anda tidak bisa membuat para generasi melek digital ini tertarik, jangan harap pesan Anda akan dipahami, apalagi diikuti.”

Karena dampak jangka panjang dari radikalisme dan terorisme bukan semata pada saat kejadian, tetapi kondisi psikologis dan politik di masa mendatang menjadi taruhannya. Untuk itulah, Paul Turner, Senior Conclict Adviser, Creative Associates International, Washington DC, menekankan pada pentingnya proses pencegahan berbagai tindakan yang mengarah pada radikalisme dan terorisme dengan berbagai cara yang lebih kreatif.

Komentar