Dalam dunia pesantren, para santri dalam belajar Al-Quran diajari bagaimana seharusnya menghargai perbedaan pendapat. Sejak belajar Bismillah pun sudah disuguhi keragaman dalam penafsiran.

Guru-guru saya dulu dalam menafsiri bismillahirrahmanirrahim berbeda-beda. Di antaranya:

1. Dengan menyebut nama Allah yang mengasihi di dunia dan akhirat dan di akhirat saja (kelawan nyebut asmone Allah kang Moho Welas Asih ingdalem dunyo lan akhirat lan ingdalem akhirat bloko).

2. Dengan menyebut nama Allah yang mengasihi seluruh umat manusia, baik muslim maupun non muslim, dan yang mengasihi umat muslim saja.

3. Dengan menyebut nama Allah yang memberi nikmat-nikmat agung dan nikmat-nikmat lembut.

4. Dengan menyebut nama Allah yang agung nikmat kebaikannya dan yang langgeng nikmat kebaikannya.

5. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Masing-masing pendapat harus dihargai dan tidak perlu saling mengkafirkan, karena kita ibarat orang-orang buta yang meraba-raba kebenaran yang nisbi, sedangkan kebenaran hakiki hanya Allah yang tahu.

Pengajian selalu ditutup dengan rendah hati sembari mengucapkan “Wallahu a’lam bishshawab” (Allahlah yang Maha Mengetahui kebenaran sejati). Ungkapan ini adalah ungkapan rendah hati para guru. Mereka menyandarkan pemahamannya kepada Allah tanpa pernah merasa paling benar sendiri. Wallahu a’lam.

Komentar