Catatan Perjalanan Roadshow Ki Ageng Ganjur ke Belanda dan Aljazair #7
Untuk mengisi waktu luang, pihak Kedutaan RI mengajak rombongan Ganjur mengunjungi situs kota tua Djemila yang terletak di Provinsi Setif, sekitar dua jam perjalanan dari Konstantin. Saat memasuki area situs Djemila, kita seperti memasuki lorong waktu yang berputar balik ke abad pertama. Reruntuhan bangunan yang menyisakan jejak-jejak peradaban masa lalu membawa kami berselancar menikmati keindahan menembus waktu.
Bedasar data sejarah yang kami peroleh, situs kota tua Djemila dulunya bernama Cuicul. Kota ini dibangun abad pertama masehi (53-117) oleh Kaisar Nerva Tarjan. Kota ini dibangun oleh Kekaisaran Romawi untuk para veteran perang dan para prajurit yang bertugas mengawasi petani, namun lama2 menjadi kota perdagangan yang besar. Secara geografis Cuicul memang merupakan daerah pertanian yang subur dan terletak di lebah dan cekungan yang dikelilingi bukit yang indah. Kota Cuicul merubah menjadi Djemilah setelah masuknya kekuasaan Isam di Aljazair.
Memasuki pintu gerbang situs mata kita sudah dimanjakan oleh keindahan sisa-sisa bangunan gedung gymnastic yang dilengkapi dengan ruang pemandian setelah olah raga. Kemudian ada bangunan untuk fasilitas publik lainnya; Capitaleum Curia, Basilika Sipil, Basilika Julia, kuil Venus Genetrix, dan rumah para aristokrat, pasar, toko dan tempat hiburan. Diantaran panggung teather berkapasitas 3.000 penonton.
Yang menarik adalah tehnik audio yang diterapkan dipanggung teather ini. Meski tanpa bantuan mikrophone, semua pengunjung bisa mendengarkan suara para dari panggung secara jelas meski mereka berada di tribune yang paling atas dan paling jauh. Tehnis ini menggunakan cekungan yang diletakkan di depan bawah panggung utama yang mampu memantulkan gombang suara karena terbentur dinding bukit yang ada di sekitar panggung. Kami sempat mempraktekkan olah vocal ini dan terbukti bisa tergengar secara jelas. Suatu tehnik akustik yang canggih yang ditemukan pada saat itu.
Menurut catatan sejarah bangunan-bangunan-bangunan ini dibangun abad ke 2 dan 4 M di masa kejayaan pemerintahan Romawi. Pada puncak kejayaannya kota ini dihuni oleh 20.000 penduduk dengan taraf kesekahteraan dan peradaban yang tinggi.
Selain fasilitas hiburan, ekonomi, pemerintahan dan agama, di kota ini juga dilengkapi dengan bangunan infra struktur politik dan hukum. Di situs ini ada bangunan ruang pengadilan yang menunjukkan posisi hakim, jaksa, pengacara, terdakwa dan pengunjung saat pengadilan berlangsung. Ada juga ruang parlemen, podium tempat menyampaikan orasi politik dan ruang eksekusi terhadap terpidanan yang telah divonis. Dirempat lain ada juga ukuran-ukuran dan takaran untuk transaksi perdagangan.w
Semua bangunan ini tertata dalam suatu lanskap yang teratur rapi. Artinya, kota Cuicul dibangun dengan perencanaan dan tata kota yang canggih. Jalan-jalan diatur secara simetris dan artisitk, dibedakan antata trotoar tempat pejalan kaki dengan jalan utama yang dilalui kendaraan kuda atau kereta. Demikian juga letak toko-toko dan pasar. Semua bangunan ini berada dalam satu zona yang dikelilingi oleh sungai dan lembah bukit dengan bangunan gerbang gapura yang indah sebagai pintu masuk. Misalnya Arch of Caracalla yang dibangun pada 216M merupakan pintu masuk kota. Semua dibangun dengan tata artistik yang tinggi.
Tidak hanya nilai artistiknya yang tinggi situs Djemila juga mencerminkan adanya tehnik ekologi dan tata kelola air yang canggih. Hampir di setiap bangunan itu ada drainase dan saluran air yang menghubungkan antara satu bangunan dengan bangunan lain seperti urat yang yang menjadi saluran peredaran darah dalam tubuh. Dan semua saluran air itu tertutup rapat. Yang lebih canggih, ada pemisahan antara air limbah dengan air bersih dalam saluran tersebut.
Ada jejak peradaban yang menarik di situs ini yaituadanya situs rumah bordir yang ditandai dengan logo spt kelamin lelaki. Letak situs ini berdekatan dengan sotus pertokoan dan bar. Situs ini menunjukkan, pada saat itu prostitusi sudah ada dan dilegalkan oleh negara. Adanya situs rumah bordir mencerminkan bahwa prostitusi menjadi oagian kehidupan yang perlu dikelola oleh negara, selain agama. Artinya prostitusi merupakan bagian dari leburuhan masyararakat kota yang perlu dikelola negara agar dampaknya bisa dikontrol.
Berdasarkan informasi sejarah Wikipedia, situs ini mula-mula ditemukan oleh Ferdinand Philippe putra raja Prancis Louis Philippe yang menjadi Komando ekspedisi militer untuk wilayah Timur Aljazair pada tahun 1839. Namun penggalian situs baru bisa dilakukan secara pada tahun 1905-1957, sekitar 52 tahun. Dan situs ini ditetapkan oleh Unesco sebagai cagar budaya dunia pada tahun 1982.
Rasanya tidak cukup menjelajahi situs Djemila, kota tua peninggal peradaban Romawi, hanya dengan beberapa jam, karena luasnya lokasi dan indahnya artefak. Hampir setiap jengkal lokasi adalah tempat yang indah untuk berfoto. Tiang batu berukir, lengkung pintu bangunan dan reruntuhan batu sisa bangunan adalah obyek foto yang sangat menarik dan sayang jika dilewatkan. Rasanya perlu waktu beberapa hari untuk bisa menjelajah situs ini secara detail.
Selain situs kota tua Djemilah banyak peninggalan Romawi di Aljazair. Diantaranya kota tua Tipaza yang terletak di bagian utara Aljazair. Situs peradaban Romawi di kota ini ada di pantai Mediteranian khususnya di kawasan Sherchell. Ada lagi situs Roman Theater of Guelma yang berada di Provinsi Guelma. Suatu tempat pertunjukan peninggalam Romawi dan Byzantium dengan struktur bangunan yang antik. Ada juga bangunan seperti phiramid tapi bulat seperti kubah yang diyakini sebagai makam putra Cleopatra yang ada di Aljazair. Alhamdulillah kami sempat mengunjungi tempat-tempat tersebut.
Situs-situs ini merupakan warisan sejarah yang sangat berharga. Tapi sayang kelihatannya pemerintah Aljazair masih belum berminat untuk mengeksplorasi lebih jauh, baik sebagai obyek penelitian ilmu pegetahuan maupun obyek wisata yang bisa mendatangkan devisa. Semua situs ini seolah dibiarkan biegitu saja dan hanya dirawat alakadarnya. Akibatnya situs-situs ini rawan terhadap vandalisme, penjarahan, konsttuksi ilegal dan faktor alam.
Terima kasih Bu Dubes yang telah memfasilitasi kami menciatahi masa silam dengan mengunjungu kota tua Djamela, Tipaza dan Roman Theater. Suatu perjalnan yang tidak saja menaril tapi juga penuh makna.** (Bersambung)