Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKPPN) IAIN Surakarta melaunching Program Unggulan LISAN (Literasi Islam Santun dan Toleran). Acara lauching ini dihadiri oleh Dr. H. Mudofir (Rektor IAIN Surakarta), Prof. Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph.D. (Kepala Balitbang Kementerian Agama R.I), Drs. K.H. Dian Nafi’, M.Pd. (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad-Surakarta) dan sekitar 500-an peserta dari 350 peserta yang ditargetkan.
LISAN (Literasi Islam Santun dan Toleran) adalah program kerjasama antara Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKPPN) IAIN Surakarta yang didukung oleh Wahid Foundation di bawah program Innovation Challenge Fund Tolak Ujaran Kebencian (ICF Toleran). Program ini bertujuan mengkampanyekan nilai-nilai kesantunan dan toleransi yang merujuk pada kitab-kitab klasik. Kampanye ini dilakukan melalui media sosial dan media massa. Selain itu, kegiatan ini berikhtiyar menyambungkan sumber klasik dengan generasi mellenial saat ini yang salah satunya terepresentasi pada santri muda.
Dalam acara ini, Rektor secara resmi membuka acara launching LISAN yang kemudian dilanjutkan dengan public lecture dengan tema Pesantren, Perguruan Tinggi Islam, dan Tantangan Generasi Millenial. Mudofir menyampaikan apresiasinya kepada team LISAN yang sudah mengundang tokoh nasional untuk memberikan pencerahan bagi peserta public lecture. Menurutnya, tema seminar sangat penting untuk diperhatikan karena berkenaan dengan generasi millennial yang sedang menjadi trend. setidaknya ada tiga hal yang mencirikan masyarakat millennial yakni; speed (kecepatan), surprise (keterkejutan) dan suddent change (perubahan yang tiba-tiba). Dengan memahami dan mengenal tantangan generasi millennial, diharapkan para mahasiswa bisa cepat dalam merespon tantangan dan peluang tersebut dengan baik.
Pemateri pertama Drs. K.H. Dian Nafi menjelaskan tentang tantangan generasi millennial dalam perspektif pesantren. Salah satu yang menjadi fokus kajiannya adalah proses pendidikan Islam di pesantren. Di pesantren, santri ditanamkan aspek spiritual melalui kepemimpinan pengasuh yang mencerahkan, mengilhamkan, menyemangatkan, dan menguatkan. Proses pendidikan ditempuh dengan melalui dua hal yakni; dengan tarbiyyah ta’limiyyah (pengajaran ilmu pengetahuan) dan tarbiyyah sulukiyyah (pengajaran berupa karakter). Keduanya harus berjalan selaras agar santri menjadi pribadi berkarakter yang kokoh dan tidak mudah terbawa arus.
Prof. Abdurrahman Mas’ud menceritakan pengalamannya yang berasal dari pesantren tetapi berhasil meraih beasiswa ke Amerika Serikat. Beliau juga menceritakan tentang puterinya yang setelah lulus Madrasah mendapatkan beasiswa di Jepang. Dari kisah tersebut beliau menyampaikan pesan kepada peserta seminar bahwa prestasi tersebut diperoleh karena adanya motivasi belajar yang tinggi, dorongan dan doa dari orang tua. Untuk menyemangati peserta, beliau berkisah tentang ulama tersohor Imam al-Bukhari yang berusaha mencari hadis selama empat belas tahun sehingga memperoleh kisaran 70.000 hadis. setelah itu, hadis yang terkumpul diedit dan tersisa sekitar 7000-an dalam Shahih Bukhari. Beliau menyatakan bahwa hal ini dilakukan oleh Imam al-Bukhari pada waktu belum ada teknologi canggih seperti sekarang.
Prof. Abdurrahman melanjutkan penjelasannya dengan mengutip Q.S al-‘Alaq 1-5. Beliau menyatakan bahwa alasan ayat ini diwahyukan pertama kali adalah karena peran besar pena, yang berkenaan dengan membaca dan menulis (reading and writing) dalam membentuk peradaban. Beliau menyampaikan apresiasinya kepada Team LISAN yang menggagas program literasi yang merupakan pengejawantahan dari Q.S. al-Alaq ini, yakni proses membaca dan menulis dalam bentuknya yang beragam. Beliau menutup penjelasanya dengan pernyataan bahwa masalah yang paling utama bagi generasi millennial adalah persoalan membaca!