Rukun islam yang limaa… syahadat, sholat, puasaa

Zakat untuk si papa, haji bagi yang mampuuuuu

 

Suara cempreng khas anak-anak berpadu satu sama lain, menciptakan harmoni yang berantakan namun menyenangkan untuk didengar. Sekelompok anak lainnya asik berlari kesana kemari dengan seorang pengajar yang tampak lelah melihat tingkah anak-anak itu. Sebagian lagi remaja tanggung tampak asyik membahas persoalan fikih sehari-hari. Suasana yang syahdu dan hangat di sebuah sore menjelang waktu berbuka.

Bulan ramadhan adalah bulan dimana segala perbuatan baik akan mendapat pahala, bulan dimana hampir semua orang berlomba-lomba mengumpulkan pahala dan melakukan kebaikan. Mulai dari bangun tidur hingga waktunya kembali ke peraduan semua akan mendapat ganjaran baik. Hadirnya bulan ramadhan biasa ditandai oleh  munculnya berbagai program untuk mengisi waktu dengan kebaikan, mulai dari kajian yang bisa diikuti oleh semua kalangan, berbagai kegiatan santunan, hingga hadirnya pesantren kilat dan taman pendidikan al-qur’an (TPA) dadakan.

Sore itu saya kembali datang ke sebuah masjid di kawasan Gentan, Sukoharjo. Bersama beberapa kawan, saya membantu pihak DKM untuk mengajar anak-anak sekitar di sore hari menjelang waktu berbuka. Senyum saya terkembang melihat riuhnya peserta TPA yang sedang bercengkrama satu sama lain, ramai sekali. Kegiatan TPA biasa dibuka dengan pembacaan doa bersama sekaligus membaca beberapa surah pendek dari juz 30, baru setelahnya peserta TPA dibagi sesuai kelompok umur.

Namun, sore itu ada yang berbeda, seorang anak perempuan berkerudung coklat tampak diam sambil berkali-kali menggigiti kukunya. Merasa ada yang janggal, saya hampiri dan mulai melayangkan pertanyaan umum “Ada apa?”, akan tetapi yang ditanya justru menangis keras. Mau tak mau saya dan beberapa kawan pun berusaha meredakan tangisnya.

Kembali saya tanyakan, kali ini dengan nada yang lebih halus dan bersahabat. Jawaban yang keluar dari mulut gadis kecil itu ternyata cukup membuat saya merasa gemas.

“Aku tadi jajan coklat, tapi inget aku lagi puasa jadi nggak boleh makan. Jadi coklatnya aku simpen di kantong celana. Tapi, coklatnya sekarang ilang… Huaaaaaaaa”, gadis kecil itu berujar dan kembali mengeluarkan tangisnya.

Mengingat kami hanya pengajar yang perlu mengurusi banyak anak, maka kawan saya mencoba untuk menghibur bocah kecil ini dengan mengajaknya membeli coklat yang sama. Sayangnya, gadis kecil ini terus menolak. Merasa heran, akhirnya ia kudekati dan perlahan membujuknya untuk berhenti menangis. Perlahan, tangis bocah itu mereda, menyisakan dirinya yang masih sibuk sesegukan. Lantas kembali kutanyakan perihal coklatnya, ia menjawab pelan sambil asik mengelap ingusnya. “Kata umi kalo aku masih mampu beli sendiri jangan minta sama orang lain, coklat aku ilang mungkin ditemuin sama yang lebih butuh coklat. Kan aku masih bisa minta ke umi, hehe”, bocah itu menyuarakan tawa tak bersalahnya.

Senyum kecil akhirnya saya berikan, sambil kemudian saya mengelus pelan kepala anak itu. Dalam hati saya menangis, bagaimana hebatnya gadis kecil ini bisa memahami pelajaran hidup yang diajarkan oleh keluarganya. Meskipun pemahaman yang dimilikinya terbatas, akan tetapi saya merasa sangat malu jika masih berlagak sangat marah jika kehilangan suatu benda, meski hanya benda kecil.

Kejadian ini hanyalah satu dari sekian banyak cerita yang biasa ditemukan di TPA ramadhan. Beragam anak dari berbagai latar belakang yang juga berbeda-beda membuat kami para pengajar juga merasa harus bisa menyesuaikan diri dengan mereka. Saya termasuk salah satunya, sebagai seorang perantau yang selain harus menyesuaikan diri dengan bahasa setempat juga harus menyesuaikan diri dengan anak-anak di TPA ramadhan ini.

Tidak hanya mengaji, TPA ramadhan juga memfasilitasi anak-anak masyarakat sekitar dengan berbagai pengetahuan umum keislaman melalui materi, permainan, hingga lagu-lagu islami. Bahkan, tak jarang juga ada pembacaan kisah-kisah islami dengan metode yang menarik dan menyenangkan. Pada beberapa tempat TPA ramadhan ini juga memfasilitasi pesertanya untuk menyetorkan hafalan, baik hafalan Al-Qur’an hingga hafalan hadist-hadist nabi.

 

Tepuk wudhu! Prok…prok…prok…

Baca bismillah sambil cuci tangan, prok…prok…prok…

Kumur-kumur basuh hidung, basuh muka, prok…prok…prok…

Tangan sampai ke siku, kepala, dan telinga,

Terakhir kaki, lalu doa. AAMIN!

Riang suara anak-anak membuyarkan saya dari lamunan tentang kegiatan TPA Ramadhan ini. Banyak hal dan nilai-nilai baik yang bisa didapat dari kegiatan ini, nilai kemandirian, keikhlasan, hingga nilai silaturahmi yang terjalin. Tak jarang, kami para pengajar akan mengajak anak-anak TPA Ramadhan untuk berbuka puasa bersama di masjid tempat belajar, guna mempererat tali silaturahmi.

Matahari mulai meninggalkan singgasananya, saatnya anak-anak pulang dan bersiap untuk berbuka puasa. Semburat oranye di langit menghangatkan hati, mengantarkan sore itu dengan perasaan damai dan tentram.

Komentar