Ketika niat awal ke Raja Ampat tidak terlaksana, karena situasi alam laut, saya hanya berpikir segera balik ke Jakarta dari kota minyak Sorong. Namun, malam itu Pak Yunus dari MAN Insan Cendekia (IC) Sorong mempunyai alternatif tempat sesuai dengan background keilmuan saya. Pulau Dom disebut dan dijelaskannya secara singkat, bahwa di pulau Dom ada masjid pertama di Sorong.
Pagi hari Jumat, 5 Pebruari 2021 sesuai obrolan habis makan malam itu, saya ditemani dengan beberapa orang termasuk kepala MAN IC, Ustaz Ismail berasal dari pulau Alor, Nusa Tenggara Timur. Kehadiran ustdz Ismail semakin sempurna perjalanan. Selain beliau penanggung jawab MAN IC biar membumi di Sorong juga punya tradisi keislaman serupa dengan yang ada di Pulau Dom.
Pulau Dom, seperti disebut pada bagian 1, merupakan pulau pertama yang sangat bersejarah di Sorong sebagai pintu masuk Islam di Papua Barat, khususnya. Masjid sebagaimana mestinya berperan sentral dalam pengembangan syiar Islam di Dom dan sekitarnya. Saking sentral dan signifikansinya, Imam Masjid di Dom diberi fasilitas rumah di depan masjid. Seperti dalam catatan H. Daga Loji, Imam Masjid saat ini, sekurangnya sudah ada 13 Imam Masjid yang tercatat. Sekalipun, masjid di Dom sudah ada jauh sebelum tahun 1920.
Terdapat beberapa cerita menarik dari syiar Islam di Dom hingga saat ini. Saya ingin menyebut tradisi kaislaman Dom terkait dengan penghormatan pada bulan Ramadan. Khusus untuk Imam Tarawihnya, jauh sebelum ini, diundang secara khusus dari Ternate. Para imam Trawih ini dijemput dengan perahu dayung. Menurut Imam Daga Laji, perjalanan antar jemput ini, 6 bulan ditempuhnya dari Dom ke Ternate, 3 bulan berangkat ke Ternate, dan 3 bulan dari Ternate ke Dom. Begitu setiap tahunnya. Bahkan, untuk Imam Masjid saja, sebelum Imam Abdul Kadir Wartandu selalu dari luar pulau Dom.
Sehari sebelum bulan Ramadhan ada tradisi tabuh bedug seharian bersahut-sahutan diiringi dengan tari pencak silat. Kalau tradisi yang terakhir ini berjalan hingga saat ini. Tradisi serupa dipraktikkan di Islam pulau Alor NTT, ujar ustaz Ismail. Seperti dikisahkan Imam Daga Laji, pernah suatu ketika beliau belajar ngaji kepada ayahnya, tidak boleh belajarnya itu sampai terdengar ke luar rumah. Jika hal itu diketahui oleh polisi kolonial, maka orang tuanya akan dipanggil pemerintah kolonial di Dom.
Kenangan tentang kolonial di pulau Dom tidak semuanya kelam, sebab menurut ingatan orang-orang Dom, justru dari segi ketentraman dan keindahan, pulau Dom adalah surga di dunia. Jangankan di pinggir pantai dengan pasir putih indahnya, jalan-jalan beraspal pun setiap hari bersih dan bening. Andaipun ada makanan jatuh, tanpa di cuci juga masih seperti semula. Pun dengan keamanannya. Telor hilang dalam sangkar saja, pencurinya dapat ditangkap dan dipenjara. Penjara di Dom ini termasuk terbesar di Papua. Mereka itulah yg setiap saat membersihkan lingkungan pulau Dom. Demikian kenang Imam Masjid Dom. Jauh berbeda dengan hari ini. Anjing saja berkeliaran bebas. Dulu tidak boleh.
Imam Masjid di Dom begitu berpengaruhnya hingga saat ini. Jika urusan tahlil, khotbah dan semacamnya selalu Imam Masjid sebagai orang pertama yang memimpinnya. Tokoh adatpun akan ikut bersama Imam Masjid jika terkait persoalan umat antar agama di Dom.
H. Daga Laji sebelum menjadi imam masjid adalah Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) teladan tingkat nasional era Presiden SBY, sekitar tahun 2005. Menurut pengakuannya, ikut juga dalam undangan upacara Hari Kemerdekaan RI di Istana.
Wallahu a’lam bish showab.
Catt.
Informasi ini tentu akan lebih lengkap jika didalami lagi dengan riset yg mendalam, terutama bagi para akademisi IAIN Sorong, khususnya. Saya dengar siswa MAN IC juga akan diajak riset lapangan di Dom ini oleh tim para gurunya.