Peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) secara monumental merujuk pada hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Peringatan HUT RI secara sakral diperingati setiap tanggal tersebut dengan upacara pengibaran bendera merah putih sebagai bendera pusaka.
Pun demikian, suka cita peringatan HUT RI secara penuh dirayakan oleh segenap masyarakat Indonesia selama sebulan penuh lamanya. Semarak kemerdekaan di bulan Agustus menggeliat dalam beragam kegiatan yang tercermin lewat beragam simbol, aktivitas, kebudayaan, kegiatan dan tradisi khas masyarakat Indonesia dari setiap daerahnya.
Menjelang 17 Agustus, kemeriahan memperingati HUT RI ditandai dengan pemasangan bendera merah putih di kantor-kantor pemerintahan, serta ornamen hias khas warna merah putih di berbagai fasilitas umum dan di jalan-jalan.
Hal yang tidak ketinggalan adalah beragam kegiatan dan perlombaan diselenggarakan dengan maksud menumbuhkan semangat cinta tanah air, serta upaya refleksi bersama atas perjuangan pahlawan yang penuh kegigihan. Hal tersebut hadir sebagai bentuk syukur atas kemerdekaan bangsa dan negara, rasa cinta terhadap tanah air, bentuk penghormatan atas jasa para pahlawan, serta upaya mengukuhkan makna kerukunan, persaudaraan dan kesatuan bangsa.
***
Cinta tanah air dalam konsep bernegara sering dikenal dengan istilah nasionalisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasionalisme merupakan suatu paham mengenai kesetiaan tertinggi individu yang harus diserahkan kepada negara kebangsaan (Depdikbud, 2003).
Rasa nasionalisme atau cinta tanah air ini dapat diwujudkan dalam berbagai hal dengan tujuan menjaga nama baik bangsa dan negara. Secara umum dan sederhana, hal ini dapat dilakukan dengan berpedoman pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan ideologi bangsa.
Islam sebagai agama tidak hanya mengajarkan mengenai ibadah namun juga berkenaan mengenai persatuan atau persaudaraan sebagai umat manusia. Setidaknya terdapat beberapa konsep persatuan atau persaudaraan dalam Islam yang dikenal dengan istilah ukhuwah (persaudaraan) yaitu ukhuwah Islamiyah (persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan bangsa) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan umat manusia).
Nasionalisme atau cinta tanah air di sini, memiliki cita-cita yang selaras dengan konsep ukhuwah, yaitu upaya mempertahankan persaudaraan dalam bingkai berbangsa dan bernegara sebagai sebuah nilai yang luhur.
Putusan Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) menyatakan bahwa membela tanah air adalah sebuah kewajiban. Hal tersebut merujuk pada ijtihad ulama’ yang disandarkan atas fatwa resolusi jihad NU, yaitu Hubbul Wathon Minal Iman. Konsep Hubbul Wathan Minal Iman digagas pertama kali oleh kaum pesantren sebelum kemerdekaan salah satunya oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, seorang sesepuh dan pendiri NU.
Jika dilihat dari makna katanya, kata “Hubb” mempunyai arti cinta atau senang atau rasa memiliki. “Al Wathan” dapat diartikan sebagai tanah air atau tanah tumpah darah atau tanah kelahiran. “Min” merupakan huruf jer yang dapat diartikan sebagai atau sebagian dari. Kata “Al Iman” berarti kepercayaan atau ketauhidan, Iman juga berarti perasaan percaya tertinggi manusia kepada Tuhannya. Sedangkan apabila dilihat menjadi satu kesatuan kalimat, maka “Hubbul Wathan Minal Iman” dapat berarti cinta tanah air adalah sebagian dari iman. (Jamaluddin, 2015:16)
Di tahun 1945, KH. Hasyim Asy’ari kemudian membuat jargon yakni Hubbul Wathon Minal Iman, yang menurut sejarahnya, pernyataan ini lahir sebagai sebuah kewajiban setiap umat Islam untuk berjuang membela negara dan bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang.
Resolusi jihad tersebut menjadi salah satu penyulut semangat rakyat Indonesia dalam perjuangan tanggal 10 Nopember 1945 di Surabaya yang merupakan perlawanan terbesar bangsa Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Penguatan nasionalisme itu diamini Presiden Sukarno dengan usulan dan restu dari beberapa ulama (Ibda, 2017: 251-252).
Tingginya makna dan nilai luhur yang tertuang dalam penyataan Hubbul Wathan Minal Iman tersebut diabadikan dalam karya lagu oleh KH Abdul Wahab Hasbulloh tahun 1934 dengan judul Ya Ahlal Wathon (Rofiq, 2018: 47). Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Lirik Syubbanul Wathon (Cinta Tanah Air) – Ya ahlal Wathon – Hubbul Wathon Minal Iman Karya: KH. Abdul Wahab Chasbullah (1934)
Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintamu dalam Imanku Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku
Indonesia Negeriku
Engkau Panji Martabatku
Siapa Datang Mengancammu
Kan Binasa di bawah durimu
Sebuah harmoni pemikiran, sikap, dan karya hadir dengan tujuan memupuk spirit perjuangan dan meningkatkan rasa nasionalisme umat Islam dalam menjaga persatuan negara serta sikap Nahdlatul Ulama dalam memandang bangsa.
Sikap dan pernyataan Hubbul Wathan Minal Iman dengan spirit nasionalisme selaras dengan implementasi Pancasila dalam menjaga kedaulatan bangsa Indonesia. Jika dicermati lebih dalam, makna dari Hubbul Wathan Minal Iman adalah cinta tanah air sebagai wujud syukur terhadap melimpahnya karunia Tuhan terhadap tanah airnya. Hal ini juga sesuai dengan Maqasid Asy Syari’ah di antaranya menjaga agama, nyawa, harta benda, keturunan dan tanah airnya (Jamaluddin, 2015:16).
Selain itu, secara primordial, agama mengajarkan tentang konsep ketauhidan, yaitu bertuhan pada yang Esa. Penjajahan dalam titik ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan terhadap harkat manusia serta bangsa, yang perlu dilawan. Perlawanan terhadap penjajah dalam rangka memperoleh kemerdekaan dan mempertahankan eksistensi bangsa tidak lain sebagai representasi jihad itu sendiri.
***
Terbukanya globalisasi dengan kran informasi yang begitu luas, memungkinkan masuknya beragam kebudayaan dan ideologi secara global. Sehingga penting dalam mencermati arus globalisasi, utamanya pandangan dan ideologi radikal yang berpotensi merusak persatuan bangsa. Sebagai bentuk perjuangan mempertahankan eksistensi bangsa, perjuangan kita sebagai rakyat Indonesia adalah dengan mengisi kemerdekaan termasuk dengan menjaga eksistensi Pancasila sebagai dasar negara.
Ihwal Hubbul Wathan Minal Iman, nasionalisme dapat diimplemenasikan dalam keseharian baik melalui cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, kultur, ekonomi dan politik bangsanya (Mahbubi, 2012). Bahwa makna perjuangan bangsa tidak serta merta melawan penjajahan yang berkedudukan tapi upaya bersama dalam mengisi kemerdekaan dengan prestasi, dengan tetap menjunjung tinggi kebudayaan negara, serta tidak tergerus dalam gemerlap kebudayaan luar utamanya ideologi yang merusak persatuan negara. Pandangan agama sebagaimana idiom Habbul Wathon Minal Iman dapat menjadi bekal dalam memandang bangsa utamanya menjaga eksistensinya.
Cara pandang ini dapat meminimalisir tingkat radikalisme yang berpotensi merusak ideologi bangsa dan negara. Nasionalisme merupakan garda depan dalam menjaga kesatuan bangsa sebagaimana dasar negara Pancasila. Rasa nasionalisme tersebut perlu diperluas dengan pandangan persatuan salah satunya dengan aspek religius yang memiliki pandangan tentang hukum agama.[]