Kuni Fiatussholihah Amalina*
Bukan salah pahit, tapi salah kamu yg terlalu mengharap adanya manis.
Bukan salah tempe, tapi salah kamu menginginkan ayam ketika makan tempe. [EAN]
Mencari hal-hal yang tidak ada, sampai lupa bersyukur dengan apa yg dipunya.
Mbak, Mas. Hidup itu tentang senyatanya, bukan seharusnya.
Lagi2 semua terkendali, kecuali egomu sendiri.
Berdoa meminta rida, tapi seakan lupa untuk rida, malah berbalik meridai Tuhan.
“Ya allah, kok kaya gini to”
“Ya allah, kok malah jadi kaya gini, gimana si”
Bukankah:
Allah SWT berfirman:
…رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ
“… hati yang rida dan diridai-Nya.”
(QS. Al-Fajr 89: Ayat 28)
Hal yg pertama disebut ialah “orang yg rida” makan akan “diridai-Nya”
Ternyata cara mendapatkan Rida-Nya dengan kita rida apa yg telah diberikan-Nya.
Sering gak si,
Ketika ditanya, apa kabar?
Trus, dijawab:
Alhamdulillah ‘ala kulli hal.
Yang muncul dalam benak kita ketika mendengar jawaban tersebut adalah “wah, dia tengah bahagia, dia baik-baik saja”.
Sedang, setelah kalimat hamdalah ada tambahan kata yg jarang kita sertakan dan perhatikan, yaitu “-‘ala kulli hal” yg artinya disetiap keadaan.
Terimakasih Tuhan, dalam segala keadaan.
Baik keadaan yg seperti apapun, saya rida.
Sebab:
…عَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْــئًا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّـکُمْ ۚ وَعَسٰۤى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْــئًا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ وَاَ نْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“..Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 216)
Seperti perkataan sahabat Ali:
Ketika aku menginkan sesuatu, dan aku mendapatkannya, bahagiaku satu kali.
Sedang, ketika aku menginginkan sesuatu, dan aku tidak mendapatkannya. Bahagiaku 10x
Sebab, yg pertama keinginanku, sedang yang terakhir adalah keinginan-Nya.
Alah, kamu.
Hanya bisa berkata saja.
Saya itu juga manusia.
Ya tidak salah kan, kalo saya merasa lelah?
Saya juga capek kerja sendiri, capek gaada yg peduli.
Saya tidak meminta lebih, saya hanya ingin tidak ada yg tersakiti, termasuk perasaanku sendiri.
Apa itu salah?
Sebentar, ada yg perlu dipertanyakan ulang.
Perihal:
Mengapa semakin kemari, kau makin pupuk dengan baik ego-mu sendiri?
Untuk apa menua bila tidak mendewasa?
[Jalan Saja]
Kita sama-sama memiliki luka, tinggal bagaimana cara kita menyembuhkannya, atau memilih membuatnya terus menganga.
Dengan terus-menerus mengasihi diri sendiri, misalnya.
Sudahlah,
Diluar sana sudah terlalu banyak yg tengah berlomba-loma merasa menjadi yg paling berkorban.
Eh, Sepertinya bukan hanya yg paling berkorban.
Tapi, si berkorban yg disia-siakan.
Dimana hal yg menyakitkan berubah menjadi sebuah hal yg membanggakan.
Selamat! Akhirnya ada yg bisa kamu banggakan.
Bapak, ibu.
Maaf, anakmu sebenarnya kuat, tapi ia lebih memilih menjadi lemah.
Entah sebab apa, mungkin ia hanya ingin mencari perhatian penghuni ibu pertiwi.
Dengan memilih terus2an merasa sendiri, bahkan menjadi terasing dengan dirinya sendiri.
Iya, tidak apa.
Sesekali berkata aku sedang tidak baik-baik saja, tak apa.
Tapi, secukupnya.
Kamu perlu menjarak.
Sedikit jeda, untuk asa selanjutnya.
Beri waktu untuk mengadu,
Masih ingatkan dimana letak sajadahmu? [Anon]
Ada yg rindu, disetiap sujud malammu.
فَاذْكُرُوْنِيْۤ اَذْكُرْكُمْ وَاشْکُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 152)
Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya merasa sendirian. Dia terlalu paham bagaimana cara menggenggam erat hati yang tengah remuk redam.
Kalo lagi capek, cerita sama Allah, ya.
Nanti Allah pukpuk pas kamu sujud. Allah sayang kok sama kamu. Allah gamau kamu sedih.
Jangan2 selama ini kamu susah sebab Allah rindu, kamu sudah terlalu jauh, dan hanya mendekat ketika kamu merasa susah.
Jadi, Allah memilih memberikan kesusahan, supaya kamu kembali ke peraduan.
Seperti perkataan seorah pendeta bahwa
Tuhan tidak pernah berhenti mengasihi, sebab Tuhan itu Kasih. Kamu saja yg memilih berhenti mengasihi Tuhan.
Berbahagialah, bersyukur sebanyak bahagia yg kamu inginkan.
Jangan lupa berterimakasih,
Menerima kasih saja kamu begitu enggan, pantas saja hidupmu terasa menyakitkan.
Jadikan setiap rasa sebagai jalan pendekatan menuju Tuhan.
Ketika dalam keadaan apapun kita bersyukur, barangkali Tuhan akan berikan bahagia yg kita inginkan.
Berbicara tentang bahagia.
Sepertinya bahagia itu sendiri yg selama ini menjadi alasan orang lain untuk terluka.
Eh sebentar? Kok gitu?
Lah kamu, bahagia disaat yg lain menderita.
Atau caramu menceritakan kebahagiaanmu menjadikan yang lain merasa terluka.
Ketidakpedulianmu menyakiti perasaan mereka.
Ah, lagi.
Ego-mu menyakiti.
Begini, kita sepakati saja.
Menjadi alasan orang lain berbahagia adalah sebenar2nya definisi bahagia yang kita pinta.
Pedulimu bisa mengahcurkan segala egomu yg tersisa.
Semelelahkan atau semenyakitkan apapun nantinya, semua boleh menyerah. Tapi tidak dengan kita.
Di rumah ini,
Saya mewakili rasa syukur kita kepada Tuhan, yang telah mempertemukan, sehingga menjadi cerita yang berkesambungan.
Terimakasih Tuhan,
Telah diberi kesempatan untuk saling menguatkan.
Surakarta, 08 mei 2019
Tertanda,
Fia.
*Santri Pesantren Mahasiswa Omah Ngaji al-Anshori, Mojosongo