Hidup di Tangga Surau
kita menggumam tentang kehidupan
mencari kebenaran yang hilang
narasi-narasi keadilan mulai
terkikis oleh tangan-tangan legam
kita sudah gusar tapi kita hanya selembar
daun yang mudah tersapu oleh kekuasaan
dan sebelum malam tiba pun kita
bagai keranjang sampah
mustahil kita mengadu
sementara kita ibarat debu
terhempas lalu
kita hidup hanya berusaha menaiki tangga
tangga di surau, mengalamatkan rindu
kepada Tuhan
Bandung, 2021
Doa untuk Bapak
Bapak, sampai hidup terakhirmu
engkau tersenyum padaku
dari hatimu
engkau telah berhasil
mengantarkanku
menjadi manusia
namun aku
mendoakanmu di perjalanan
tak sampai
aku mengantarkanmu
sesal pun ada, tapi
aku mencintaimu
dalam doa-doaku
selalu kukirimkan untukmu
surgamu telah membukakan pintu
Bandung, 2021
Negeri dan Jeruji
remuk sudah hari-hari
sebab negeri ini tak lagi bertaji
mengusung rakyat sendiri
semua hukum hanya milik orang berdasi
sementara kita hanya terselimuti
oleh undang-undang tanpa hati
juga intrik politik menari
ketika menempel iklan berisi janji
kita memilih untuk menjalani
bukan lantaran kita tidak bergerigi
namun kita adalah manusia berhati
lebih tegar dari sekadar menekuri
nasib-nasib yang tak selesai setiap hari
negeri yang diimpikan
hanya memberi janji kepalsuan
setiap kita ingin berseru
bersiaplah jeruji besi menunggu
Bandung, 2021
Desa Batu
ke desaku
jalan-jalan tak berbatu sampai gang-gang itu
mulus seperti kota baru
semua mimpi itu akan terkabul ketika hari raya
pemilihan akan diselenggarakan
tiba dengan bahagia dan purna
lima tahun berlalu, jalan-jalan masih berbatu
sampai gang-gang itu, tak seperti kota baru
lubang menganga
sepeda motor jatuh sudah biasa
setiap hujan tiba, maka banjirlah setiap sudutnya
lalu orang-orang menggunjing
sesal di akhir dan geram sembari gigi bertaring
menyembul bagai serigala di malam hening
ke desaku
aku berjalan di atas batu-batu
sementara mobil hitam datang
di kacanya ada kepala anjing
membaca koran dengan berita usang
Bandung, 2021
Narasi Tembok Putih
buku-buku tak berkubu
meja-meja tak berkemaja
kursi-kursi tak bernyanyi
hanya tembok putih yang lirih
kita menunggu anak-anak
dengan pensil baru
untuk menulis puisi
di tubuh kita
kita ingin bermandi tulisan
dan gambar-gambar keindahan
seperti gunung merapi
atau pesawat terbakar dan hutan
yang terjual sedangkan orang-orang adat
tak lagi memiliki kehidupan
kita adalah tembok demokrasi
yang terabaikan, kita merindui
anak-anak belajar menggambar lagi
Bandung, 2021