Cek Gu H. Kemas Mursyid lahir di Perigi Raja, Kuala Indragiri, Indragiri Hilir pada tanggal 9 November 1919 M/ 16 Safar 1338 H. Kemas Mursyid adalah anak kesembilan dari sepuluh bersaudara, ia merupakan anak bungsu laki-laki, dari pasangan H. Kemas Abdullah Siraj dan Hj. Nyimas Mas Ayu Ena. Orang tuanya ini merupakan keturunan bangsawan asal daerah Satu Ilir, Palembang, Sumatera Selatan.

Nasab lengkap Cek Gu H. Kemas Mursyid bila ditelusuri lebih jauh dari pihak ayah adalah H. Kemas Mursyid bin H. Kemas Abdullah Siraj bin H. Kemas Umar bin H. Kemas Muhammad Zein bin H. Kemas Muhammad Thahir bin H. Kemas Muhammad Ja’far. Ayahnya, H. Kemas Abdullah Siroj bersama sembilan orang sahabatnya diyakini merupakan orang Palembang pertama yang bermigrasi ke Indragiri Hilir, tepatnya di Perigi Raja, tahun 1891.

Ayahnya, H. Kemas Abdullah Siraj ini menjadi tokoh ulama terkemuka dan disegani di wilayah Kuala Indragiri. Ia merupakan rekan seperguruan Tuan Guru Sapat Syekh Abdurrahman Siddiq (mufti Kerajaan Indragiri) ketika belajar di Mekah. H. Kemas Abdullah Siraj pula yang menengahi perseteruan dalam penentuan lokasi pembangunan masjid Jami’ di Desa Perigi Raja sekitar tahun 1933.

Anaknya, H. Kemas Mursyid banyak belajar dasar-dasar agama kepada ayahnya ini. Sebab, ayahnya ini merupakan Tuan Guru yang membuka pengajian di rumahnya sendiri. Rumah yang ditempati tersebut dinamai ‘Rumah Besar’. Dinamai sebagai ‘Rumah Besar’ karena ukurannya yang luas, lebar 33 meter dan panjang 125 meter, mampu menampung sekitar 50 orang anggota keluarga.

Rumah Besar ini memiliki tiga pintu utama dan memiliki ruangan yang sangat luas untuk tempat pelaksanaan pengajian kitab Fiqih dan Tajwid. Sementara terasnya sekitar 5 meter dipakai oleh Kemas Mursyid untuk mengajar dan melatih Terbang (sejenis Kompang) yang dimainkan penggiring pembacaan shalawat dan Maulid al-Barzanji.

Selain belajar agama kepada orang tuanya sendiri, Kemas Mursyid ketika berusia 17 tahun pernah menuntut ilmu di Madrasah al-Juneid Singapura, sebuah madrasah tertua dan populer di semenanjung Malaya yang didirikan oleh Sayid Abdurrahman al-Juneid pada tahun 1927. Di Madrasah al-Juneid ini ia mengenyam pendidikan tingkat atas, selama 3 tahun (1936-1939).

Kemudian Kemas Mursyid kembali ke Perigi Raja, ia mempelopori berdirinya Madrasah al-Idrisiyah atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai “Sekolah Arab” (Sekolah Dasar setingkat Madrasah Ibtidaiyah sekarang). Nama al-Idrisiyah merujuk kepada nama leluhurnya di Satu Ilir, Palembang.

Cek Gu H. Kemas Mursyid menjadi pengajar tunggal di Madrasah al-Idrisiyah yang didirikannya. Namun, setelah ada beberapa muridnya yang tamat belajar, ia merekrutnya sebagai tenaga pengajar. Beberapa orang guru yang direkrut itu antara lain: Hj. Alangkiah, Hj. Saluna, dan Hj. Marhamah. Bila ujian akhir berlangsung, maka murid-murid Madrasah al-Idrisiyah mengikuti ujian di Sapat, Kuala Indragiri. Madrasah al-Idrisiyah ini masih bertahan hingga hari ini dengan mengandalkan tenaga pengajar dari lulusan Aliyah Tembilahan.

Selain belajar di Madrasah al-Junaid Cek Gu Kemas Mursyid juga sempat bertemu dan belajar kepada Tuan Guru Sapat Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari. Sebab, ketika Tuan Guru Sapat selaku Mufti Indragiri berkunjung ke Perigi Raja ia bermalam di ‘Rumah Besar’ milik sahabatnya Tuan Guru H. Kemas Abdullah Siraj. Bahkan ia sempat berfoto bersama dan mendapatkan teks doa yang dituliskan langsung oleh Tuan Guru Sapat.

Pada usia 22 tahun atau sekitar 1941, Kemas Mursyid menikah dengan Galuh Rukiah binti H. Rasyidi, seorang keturunan Banjar kelahiran Singapura. Ketika itu Galuh Rukiah berusia sekitar 15 tahun. Pernikahannya ini dijodohkan oleh masing-masing keluarga, bahkan keduanya belum pernah saling bertemu sama sekali.

Pernikahan tersebut dikaruniai, 17 orang anak, tetapi hanya 15 orang yang sampai di usia dewasa, yaitu: Kemas Muhammad Fikri, Nyimas Sunhaini, Kemas Azaliau Mursyid, Kemas Nelfardani, Kemas Tamsil, Nyimas Rayni, Kemas Lutfi, Kemas Ibnu Sanjaya, Nyimas Tasu’ah, Nyimas Suraya, Kemas Yuzferi, Kemas Baqion, Nyimas Masraidah, dan Kemas Adi. Selain itu, ada dua orang  meninggal sejak dalam kandungan.

Selain sebagai guru Agama, Kemas Mursyid diangkat menjadi Asisten Wedana wilayah Kuala Indragiri tahun 1951-1952. Jabatan ini seumpama perwakilan Camat yang di tempatkan di Perigi Raja. Kemudian pada tahun 1968, Kemas Mursyid beserta keluarga inti pindah ke Tembilahan. Faktor utama kepindahan ini dilatarbelakangi karena banyaknya anak-anak beliau yang menempuh pendidikan tingkat atas di Tembilahan. Di Tembilahan, ia menetap di rumah sederhana di Jl. M. Boya, Lr. Antara, kemudian berubah menjadi Lr. Sejahtera, dan terakhir menjadi Lr. Mengkudu. Nama-nama lorong (Lr) tersebut merupakan inisiasi dari Cek Gu Kemas Mursyid.

Tahun 1969 Kemas Mursyid mulai mengajar di PGA (Pendidikan Guru Agama), PGAA (Pendidikan Guru Agama Atas) dan PPTH (Pondok Pesantren Tunas Harapan). Dua institusi ini merupakan lembaga pendidikan yang banyak menghasilkan guru-guru di Indragiri Hilir. Cek Gu Kemas Mursyid mengajar mata pelajaran bahasa Arab (Nahwu-Sharaf) dan Tafsir al-Qur’an. Ia sangat pakar di bidang tafsir, ayat-ayat yang ditafsirkan itu khususnya Tafsir Juz Amma. Beberapa orang sahabat akrabnya sesema pendidik adalah H. Sulaiman Uras, H. Sulaiman Masri, dan H. Abd Hamid Sulaiman.

Cek Gu Kemas Mursyid juga kerap turun berdakwah dalam Peringatan Hari Besar Islam, ketika itu masih menggunakan sampan dayung ke beberapa daerah di Indragiri Hilir, seperti Tanjung Lajau, Concong Dala, Concong Luar, Air Bagi, Sapat, Kuala Enok, dan Teluk Pinang. Cek Gu Kemas Mursyid juga menjadi pengurus inti di Masjid al-Khairi Jl. Sempurna Tembilahan dan sempat menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indragiri Hilir.

Sekitar tahun 1975, Kemas Mursyid terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Indragiri Hilir. Ia diusung melalui hasil Sekertariat Bersama Golongan Karya (Sekber-Golkar) yang menganggapnya layak menduduki jabatan tersebut. Setelah dilantik, Kemas Mursyid menempati rumah pemberian pemerintah di Jl. Kembang, No. 17 Tembilahan. Sayangnya, jabatan sebagai anggota Dewan hanya bertahan satu tahun. Kemas Mursyid merasa bahwa menjadi pejabat tidak sesuai dengan jiwanya sebagai seorang pendidik sejati.

Cek Gu Kemas Mursyid bersama istrinya Galuh Rukiah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah pada tahun 1994. Ketika itu usianya sudah sepuh, yakni 75 tahun. Sebenarnya beliau telah berkali-kali ditawari oleh Pemerintah Daerah untuk diberangkatkan haji. Tetapi, beliau menolaknya. Karena hanya diberangkatkan sendiri, tanpa membawa sang istri. Akhirnya keberangkatan beliau di tahun 1994 itu atas keberhasilan usaha dari anak-anaknya dan bantuan dari murid-muridnya, untuk memberangkatkan haji kedua orang tua dan guru mereka. Keberangkatan haji ini melalui jalur Bandara Polonia Medan.

Cek Gu Kemas Mursyid wafat di Tembilahan pada 22 November 1999 M/  14 Sya’ban 1420 M pada usia 80 tahun. Jenazahnya dilayat oleh banyak pentakziah dari kalangan keluarga dan murid-muridnya, bahkan H. M. Rusli Zainal  yang ketika itu menjabat sebagai bupati Indragiri Hilir turut andil hingga proses pemakaman. Beliau dimakamkan di Pemakaman Umum Jl. H. Said Tembilahan, karena di pusat kota Tembilahan, pemakaman ini sekarang telah dikelilingi oleh bangunan-bangunan ruko bertingkat.

Wasiat dari dari orang tuanya H. Kemas Abdullah Siraj, termasuk juga dirinya H. Kemas Mursyid berpesan agar kelak makamnya jangan ditinggikan atau dibangun dengan bangunan yang berlebihan, karena di areal tanah wakaf, apalagi sampai dibangun kubah di atasnya. Ia sangat mewanti-wanti hal itu. Ia juga berkata, biarkanlah air hujan membasahi kuburanku. Wasiat ini dilaksanakan oleh keluarga dan keturunan H. Kemas Mursyid hingga hari ini.

Sumber:

Silsilah Keluarga H. Kemas Mursyid, Riwayat Hidup H. Kemas Mursyid, dalam silsilahkemasmursyid.blogspot.com, diposting pada 2 Juli 2010.

Wawancara dengan Kemas Muhammad Gemilang (Cucu Kemas Mursyid, kelahiran 1991), 17 Desember 2020.

Wawancara dengan Kemas Ibnu Sanjaya (Anak Kemas Mursyid, kelahiran 1958), 19 Desember 2020.

Rakhman Hakim, Tokoh Indragiri Hilir, dalam http://indragirihilirselatan.blogspot.com, diposting pada 17 November 2009.

Komentar