Muhammad Amin adalah ulama muda yang berasal dari Pantura Jawa Timur. Beliau meninggal syahid dalam medan peperangan. Jasad beliau dimakamkan di Dagan Solokuro Lamongan. Tepatnya, 13 Ramadhan 1368 H. atau bersamaan dengan 9 Juli 1949 M. Beliau gugur dalam peperangan menghadapi agresi militer Belanda kedua.
Sosok Muda dan Alim terlihat dalam menggelorakan semangat kaum muda dalam melawan penjajahan tersebut adalah putera dari KH. Musthofa bin KH. Abdul Karim. Ayahanda Kiai Amin adalah kelahiran Tebuwung Gresik. KH Musthofa kemudian menetap dan mendirikan pesantren di Kranji Paciran dengan Nama Tarbiyatut Tholabah. Keberadaan pesantren masih eksis sampai sekarang dan berkembang pesat sampai pendidikan formal baik madrasah maupun perguruan tinggi.
Kiai Amin, pemuda yang lahir tahun 1910 M. ini memiliki semangat yang luar biasa dalam menjaga NKRI. Beliau adalah sosok pemuda yang peduli kepada bangsa dan negara. Beliau berani mengorbankan jiwa dan raganya demi menjaga kemerdekaan. Beliau juga menjadi komandan Hizbullah ketika pertempuran 10 November.
Gelora semangat tersebut juga ditularkan kepada santrinya dan para pemuda lainnya dalam sebuah syair yang indah dan penuh makna. Syair tersebut berbahasa Arab yang intinya adalah menggugah semangat pemuda cinta tanah air dan menggalang bersama melawan penjajah.
Berikut teks syair karya Kiyai Amin:
أ
أذل موت الأحيا X لاعيش لمن ذلا
من رآم عز يستهن X بالموت لكي يحيا
آمال آمال أمال X إلى متؤ آمال
هيابنا هيابنا X سعيا إلى الأمال
ب
قوموا أيها ااشبان الكرام خدمة لوطنكموا
بكموا يرتقي الوطن
فابذلوا جهدكم نيل الأمان أيها الشبان الكرام
A
Sehina-hinanya bangkai adalah bangkai hidup, tidak ada hidup bagi orsang yang hina
Maka barangsiapa ingin hidupnya mulia maka anggap ringan itu supaya hidup
Cita-cita dan cita-cita sampai kapan meraih cita-cita, mari bersama kita berusaha meraih cita-cita
B
Majulah hai para pemuda yang mulia untuk melayani tanah airmu
Dengan perjuanganmu akan bangkit tanah airmu
Maka curahkan kesungguhanmu hai pemuda-pemuda yang mulia
Perjuangan dan semangat membara dalam dada beliau merupakan bagian dari darah keturunan yang mulia. Beliau menikah dengan Aminah bin Mahbub yang juga masih keturunan Joko Tingkir dari Kiai Abdul Djabbar. Dalam pernikahannya dengan Kiai Amin memiliki lima anak, empat orang putera dan seorang perempuan.
Perjuangan Kiai Amin muda tersebut juga berjihad dalam menumbuhkan cinta ilmu dengan mendirikan pesantren. Beliau sendiri yang menjadi pendiri dan pengasuh utamanya. Berbekal dari ilmu yang dipelajari selama di pesantren Tebuireng, kiai Amin memiliki santri-santri dari beberapa daerah.
Kini, pesantren awalnya hanya terkenal dengan nama Pesantren Tunggul menjadi pesantren al-Amin. Penamaan pesantren tersebut dengan nama pendiri dan pengasuh pesantren pertama. Dalam perkembangannya, pesantren sudah mengalami enam kali pergantian kepemimpinan. Keenam pimpinan adalah KH. Muhammad Amin (1936-1949), KH. Abdur Rahman Syamsuri (1949-1952), KH. Ahmad Hazim Amin (1959-1966), KH. Abdul Wahab Adelan (1966-1967), KH. M. Sabiq Suryanto (1967-1972) dan KH. Miftakhul Fattah Amin (1972- sekarang).
Peninggalan pesantren Kiai Amin kini telah memiliki jenjang pendidikan formal dari PG, TK, MI, SMP dan SMA. Selain itu, Pesantren al-Amin juga mengajarkan pengajian pesantren dengan model Madrasah Diniyah dan Tahfiz al-Qur’an. Sedangkan bangunan fisik juga semakin baik dan meningkat baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.
Sayang usia beliau yang sangat muda meninggalkan dunia ini. Namun, keturunan beliau melanjutkan cita-cita kemerdekaan dengan mengembangkan pendidikan. Rata-rata putera dan puteri beliau aktif di dalamnya. Dengan modal inilah cita-cita Kiai Amin dalam mengisi kemerdekaan Indonesia menjadi terwujud. Setidaknya di era sekarang dengan melalui pendidikan bangsa Indonesia menjadi maju.