Kurdi Fadhal*

RA Kartini adalah wanita pendobrak tradisi. Walaupun usia hidupnya hanya 25 tahun, ia memang layak digelari pahlawan. Tidak saja karena sumbangsih besarnya dalam bidang pendidikan bagi kaum perempuan, namun peran pentingnya dalam membangun budaya literasi masyarakat Muslim, khususnya tentang pemahaman kandungan Alquran.

Sejak awal, Kartini merasa gelisah sebagai orang Islam sebab ia hanya belajar membaca Alquran tapi tidak bisa memahami isinya. Kegelisahannya pernah disampaikan kepada sahabat penanya di Belanda.

“Di sini orang diajar membaca Alquran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibacanya itu..” (Kutipan Surat RA. Kartini kepada Stella pada 6 Nopember 1899).

Apa yang digelisahkan RA Kartini baru terjawab ketika ia mengikuti pengajian Mbah Shalih Darat di Demak. Di pengajian itu tema yang disampaikan adalah kandungan Surat al-Fatihah. Kartini menyampaikan keluh kesahnya kepada sang Kiai:

“Kiyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti dan arti surat pertama, dan induk Alquran yang isinya begitu menggetarkan sanubariku. Maka bukan rasa syukur harti aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Alquran dalam bahasa Jawa. Bukankah itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia.”

Pasca dialog tersebut, Mbah Shalih Darat menulis terjemah dan tafsir Alquran dalam bahasa Jawa aksara Pegon, kemudian menghadiahkannya kepada Kartini sebagai kado pernikahannya (dengan Bupati Rembang) pada 12 Nopember 1903. Tafsir tersebut diberi judul Faidh al-Rahman. Namun, sayang kitab tafsir ini tidak belum selesai karena pengarangnya wafat sekitar satu bulan setelah pernikahan itu.

Kartini mempelajari isi tafsir tersebut dalam kesehariannya menjalani masa-masa kehamilan, hingga tiba saat persalinan pada 13 September 1904. Namun di hari itu juga sang pejuang literasi pemahaman Alquran ini juga wafat.

Kita hadiahkan bacaan Surat Fatihah untuk mereka berdua: RA Kartini bersama gurunya, Kiai Shalih Darat.

*Dosen IAIN Pekalongan

Komentar