Mendung kembali menyelimuti langit Januari. Bulan ini seakan menjadi kelabu. Bagaimana tidak? Mutiara-mutiara penjaga Al-Qur’an telah berpulang satu persatu.
Belum kering rasanya air mata selepas kepergian KHR. M. Najib Abdul Qadir beberapa hari yang lalu. Kini kita kembali ditinggal pergi oleh ulama’, guru sekaligus panutan umat. Syekh Ali Jabeer, pribadi yang santun, penuh kedamaian dan sangat dekat dengan Al-Qur’an.
Kamis, 14/1/2021 tersiar kabar bahwa ulama karismatik tersebut telah berpulang. Kabar kepergiaan beliau sangat mengejutkan, terutama bagi umat muslim pecinta Al-Qur’an di seluruh Indonesia. Ulama’ yang biasa menemani para hafidz cilik di salah satu program televisi swasta kini telah kembali ke ilahi rabbi. Suara khas beliau ketika mengoreksi bacaan para Ahlul Qur’an cilik ini pun tak lagi bisa didengar. Canda beliau yang mampu memecah ketegangan suasana kompetisi kini hanya tinggal kenangan.
Kabar kepergianya menyisakan duka cita yang mendalam bagi semua orang. Mulai dari agamawan, politisi, instansi pemerintahan, hingga organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyahpun ikut melepas kepergianya dengan iringan do’a. Hal ini cukup beralasan, mengingat almarhum memang dikenal sebagai pribadi yang ramah, santun dan dakwahnya mampu mendamaikan semua kalangan.
Ajaran Mencintai Al-Qur’an
Syekh Ali Jabeer merupakan salah satu sosok ulama’ yang getol menyuarakan ajaran untuk senantiasa mencintai Al-Qur’an. Beliau merupakan juri pada salah satu program tv swasta pencetak generasi Qurani. Kecintaanya terhadap Al-Qur’an dan siapa saja yang menjaganya sampai membuat haru dan menitikan air mata. Terkadang beliau tak sungkan sampai mencium tangan bahkan kaki para ahlul Qur’an tersebut.
Salah satu momen yang paling mengharukan seperti dilansir oleh Kompas.tv, ketika pada tahun 2019 beliau mencium tangan dan kaki Muhammad Naja Hudia Afifurrahman, seorang bocah penghafal Al-Qur’an yang menderita lumpuh otak sejak bayi. Momen ini sontak membuat siapa saja yang melihatnya tak mampu membendung air mata. Karena sejatinya, Barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Rabbnya (Qs. Al-Hajj:30), berarti siapa saja yang memuliakan Al-Qur’an adalah orang-orang yang mulia di sisi Allah Swt.
Kemuliaan terhadap para ahli Qur’an ini bahkan juga ditulis oleh Imam an-Nawawi dalam Kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalat al-Qur’an. Pada bab ke-tiganya Imam an-Nawawi menuliskan bab khusus mengenai perintah memuliakan Ahlul Qur’an dan larangan menyakitinya. (Imam an-Nawawi: At-Tibyan; hlm.27)
البَابُ الثَّالِثُ : فِيْ اِكْرَامِ اَهْلِ اْلُقرْانِ وَالنَّهْيِ عَنْ اَذَاهُمْ
Momen ini menjadi ajaran penting bagi kita semua, bahwa derajat kemuliaan ilmu terutama bagi para penghafal Al-Qur’an sangatlah tinggi. Ustwah Khasanah yang diajarkan beliau menjadi bukti betapa cintanya ia terhadap Al-Qur’an dan para penjaganya.
Selain menjadi pendakwah, mencetak sejuta anak penghafal Al-Qur’an menjadi salah satu cita-cita besar beliau. Hal ini dituturkan langsung oleh sang adik Muhammad Jabeer. (Kompas.com) Keberlangsungan untuk terus mencetak generasi Qur’ani menjadi perhatian utama. Baginya, generasi Qur’ani adalah para penerus bangsa yang akan membawa kebahagiaan dan kemajuan bagi Indonesia.
Ajaran Memanage Amarah
September 2020 silam, peristiwa penusukan Syekh Ali Jabeer oleh seorang pemuda di Lampung menajadi sorotan. Bukan hanya terkait penikaman oleh pemuda tersebut, melainkan sikap beliau yang tenang dan mendamaikan jamaah untuk tidak main hakim sendiri ketika itu. Sedikitpun tidak terlihat kemarahan di wajah beliau. Justru beliaulah yang meminta untuk para jamaah tidak main hakim sendiri.
Sikap ini sempat ditanyakan oleh Raffi Ahmad pada salah satu program talkshownya. Syekh Ali Jabeer menjelaskan bahwa “Marah itu wajar, tapi jangan sampai kemarahan menjadikan posisi kita dari orang yang didhalimi menjadi orang yang dhalim”. Sikap ini menunjukkan bahwa beliau adalah ulama yang senantiasa mengajarkan utswah khasanah.
Anger Manajemen yang beliau ajarkan bukan sekedar teori, melainkan langsung aplikasi. Sikap beliau terhadap orang yang mencelakainya menjadi bukti bahwa Islam bukanlah agama yang senantiasa mendahulukan kemarahan. Seperti apa yang diajarkan oleh Gus Dur “Kita butuh Islam Ramah bukan Marah”.
Apa yang dilakukan oleh Syekh Ali Jabeer menjadi wujud dari manifestasi ajaran Islam yang sebenarnya. Kini ulama’ sekaligus guru dalam menghafal Al-Qur’an ini telah berpulang. Semoga amal ibadah beliau senantiasa diterima disisi Allah Swt serta diampuni segala dosa-dosanya. Amin.